"Kemana lagi Tuan?" tanya Paman Leon saat Mario memasuki mobil di lobi gedung milik Aditya Abraham.
"Antarkan aku ke tempat biasa Paman, aku akan berpamitan..." Mario tercekat dengan kata- katanya sendiri.
"Tapi sebelumnya sebaiknya kita makan siang dulu, sebentar lagi hujan, kita mampir ke toko bunga dulu Paman" lanjut Mario menghela nafas panjang.
"Paman sudah makan dan ini sudah bukan makan siang Tuan, ini makan sore.. biasakan untuk tidak telat makan disana Tuan" Paman Leon melajukan mobilnya keluar dari area gedung.
"Aah iya, aku pikir ini masih siang Paman" Mario menatap kelu ke arah jam di tangannya, lalu melempar pandangannya ke arah jendela mobilnya, mendung menggantung tidak berapa lama gerimis mulai turun.
"Tuan mau makan ditempat biasa?"
"Tidak Paman, aku ingin makan di samping toko bunga saja" Paman Leon pun melajukan mobilnya ke arah restoran yang di maksud Mario.
Hujan gerimis mulai membasahi, angin bertiup dingin sore itu, sekitar 30 menit perjalanan sampailah Mario ke restoran yang di maksud. Udara dingin menyeruak menusuk kulit, jas yang terbalut ditubuh Mario masih bisa ditembus angin dingin itu. Dia harus meraih mantel yang tergantung dibelakang mobilnya, untuk melindungi tubuhnya dari dinginnya angin hujan saat kakinya menuruni mobil dan memasuki restoran itu.
"Paman temani aku makan" kata Mario saat pelayan datang mencatat pesanan, sop daging dan teh panas di pilihnya untuk menghangatkan badannya.
"Paman minum saja ya, susu jahe satu" Paman Leon meletakkan buku menu dan pelayan mencatat pesanannya dan berlalu pergi.
"Apa Paman tidak keberatan aku tinggal dulu, aku akan ke sebelah untuk membeli bunga, aku takut toko itu keburu tutup" Mario bangkit berdiri.
"Pergilah Paman tunggu disini saja, di luar sangat dingin"
Mario melangkahkan kakinya ke arah toko bunga, beberapa bunga segar, Mario memilih satu buket mawar putih dan bunga sedap malam.
Namun saat ingin mengambil sedap malam, tangan seseorang telah mengambilnya dari arah luar.
"Permisi, Tuan" Mario terhenyak dengan suara lembut itu, dia memiringkan badannya agar gadis itu lewat karena tubuh tegap Mario menghalangi jalan, wajah gadis itu terlihat sedih, mata dan hidungnya memerah seperti habis menangis, rambutnya basah kuyup, sebagian badannya pun basah, hanya jaket kulit yang terlihat tidak tertembus air hujan, rok dan sepatunya benar- benar terbalut air.
Saat Mario ingin mengambil buket mawar merah yang tersisa satu di keranjang bunga, gadis itupun mendahuluinya lagi, Mario kembali tertegun. Mata gadis yang memancarkan kesedihan itu membuatnya tidak kuasa untuk merampasnya, akhirnya dia memutuskan mengambil bunga chrysan merah.
"Kau mau ambil ini sekalian?" tanya Mario kepada gadis itu, menunjuk chrysan merah yang ada di tangannya.
"Ehm.. tidak Tuan" jawab gadis itu.
"Apa kau mau berbagi bunga sedap malamnya? Kekasihku sangat menyukainya" kata Mario.
"Ayah dan ibuku juga sangat menyukainya, nanti aku akan memberikan sebagian untukmu Tuan" kata Gadis itu kembali.
"Apa kau suka hujan?" tanya Mario.
Gadis itu pun memperhatikan dirinya sendirinya, seperti tidak menyadari bahwa sebagian tubuhnya terbalut air hujan.
"Iya Tuan, air hujan akan meluruhkan semua yang ada dihatimu, bila itu rindu maka sang hujan akan membawanya kepada orang yang kau rindukan, bila itu kesedihan maka biarlah sang hujan membawanya pergi entah kemana tapi itu hanya dongeng di buku ceritaku waktu kecil" Gadis itu tersenyum tipis, Mario pun tergelak mendengar penuturan gadis itu.
Manis sekali. Batin Mario.
"Apakah menyenangkan bermain dibawah air hujan? tidak merasa kedinginan?" tanya Mario penasaran.
"Saat hatimu tidak baik itu akan sangat menyenangkan, hatimu yang menghangat akan mengalahkan dinginnya dibawah derasnya rinai hujan" kata Gadis itu membuat Mario manggut - manggut.
"Tapi itu hanya di buku dongengku saat kecil Tuan" tambah gadis itu.
"Hahaha memangnya berapa umurmu?" tanya Mario
"Bulan depan umurku 20 tahun Tuan" jawab gadis itu.
"Bahkan selisih kita hanya 5 tahun, kau masih percaya buku dongeng? Tidak bisa dipercaya" Mario kembali tergelak.
"Maaf Tuan, karena hanya itu temanku satu satunya dari kecil" tutur Gadis itu.
"Baiklah Tuan, saya permisi Tuan, Ayah dan Ibu pasti telah menungguku" Gadis itu pun berlalu menuju kasir.
"Mbak, disini tidak bisa debet, mesin kami bermasalah saat hujan, dari tadi kami mencoba masih terganggu jaringannya, kami menerima cash saja" kata seorang Kasir. Mario menangkap dengan telinganya percakapan gadis itu dan kasir ketika gadis itu hendak membayar bunga yang dibelinya.
"Apa ATM terdekat sini ada? berapa jauh kira- kira" suara gadis itu penuh kelembutan dan sangat mengganggu telinga Mario.
Suara ini.. bila didengar dari jauh seperti di.. kantor Papa.
"Sangat jauh mbak, kira- kira 3 km yang dekat lampu merah, tapi 10 menit lagi kita akan tutup, karena ini sudah sore" kata kasir itu lagi.
"Apa bisa aku tinggalkan kartu identitasku dan aku bayar besok, aku harus bertemu kedua orang tuaku, aku mohon bantulah aku?" gadis itu terisak lirih. Kasir itupun terdiam dalam kebingungannya.
Entah apa yang dirasakan Mario, tapi hatinya seakan ingin ikut menangis, seolah kesedihan gadis itu ikut menulari dirinya, entah rasa iba atau rasa perduli Mario seperti ingin berbagi kesedihan dengan gadis itu.
"Biar aku saja yang bayar, ambillah bunga itu dan pergilah, salam untuk kedua orangtua mu" Mario berdiri di samping gadis itu.
"Tapi, Tuan.. ini...
"Tidak apa- apa.. ambillah.. " Mario menegaskan lagi.
"Tuan terima kasih.. aku sangat berhutang budi padamu, bagaimana aku menggantikan uangnya" kata gadis itu.
"Tidak usah diganti, anggap saja aku membelikannya untuk kedua orangtua mu, bukan untuk dirimu" Mario mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan bunganya di kasir.
"Terima kasih, Semoga Tuhan membalas kebaikan Tuan, aku doakan Tuan selalu bahagia dan ini sebagian bunga sedap malam aku berikan kepadamu, ini untuk kekasihmu" gadis itu membungkukkan badannya dan berlari keluar toko bunga itu.
"Hei.. siapaa naam-" saat Mario menoleh gadis itu berlarian di derasnya hujan, Mario memandangnya sampai bayangan itu menghilang.
Gadis Hujan, siapa namamu? Akankah kita bertemu lagi? Rasanya menyenangkan berbicara denganmu.
Setelah menyelesaikan makan siang yang tertunda Mario dan Paman Leon kembali melanjutkan perjalanannya. Butuh waktu 15 menit bila menggunakan kendaraan. Ke sebuah tempat favoritnya, di mana selama satu tahun ini dia menghabiskan waktunya dan ini kedatangannya untuk mengucapkan selamat tinggal, karena Mario memutuskan untuk pergi dari kota ini, mengubur masa lalu kemudian membawa luka dan kesedihannya.
Sebuah Pemakaman.
Ya Mario selalu disana setiap hari selama satu tahun belakangan ini, meratapi sang kekasih dalam tidur panjangnya.
-
Bila kamu menyukai Novel ini, Jangan Lupa Dukungan Vote, Like, Komen, Koin, Poin dan Rate bintangkuu yaa Reader Tersayang. 😘😘🥰🥰💕💐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Dwisur
again....
untuk yg ke 2 x nya aku baca, karena aku kangen sama karya2mu
2024-05-31
3
Evi Octavia
like
2022-08-18
1
Yayuk Didiet
Gadis rinai hujan itu apakah Diana...?? mungkinkah ini awal perjalanan cinta mereka...??? ahhh banyak jalan menuju terjalinnya percintaan.....♥️♥️♥️♥️
2022-05-03
1