"Papi..." Pekik Maya pada mertuanya. Tidak mengabari sebelumnya membuat Maya kaget. Beruntung dirinya sudah pulang kerumah.
"Iya nak, bagaimana kabarmu?" Tanya Mugi pada anak mantunya.
"Alhamdulillah baik... Ayo masuk Pi..." Ajak Maya mempersilahkan masuk. Tangannya terulur untuk membuka hidangan seadanya dimeja ruang depan itu.
"Panggil Tama suruh kemari nak, Papi ingin bicara..." Ucapnya sambil mendudukkan badannya dikursi.
Kecurigaannya pada rumah tangga anaknya semakin yakin setelah dia mengetahui dari seorang mata-mata. Bahwa Tama masih seperti dulu layaknya pria lajang yang seenaknya sendiri. Berpesta dan berkumpul dengan teman-teman genknya. Mugi yakin Maya menderita selama ini. Hanya saja dia tidak mengatakannya.
"Pih...Tama belum pulang... " Jawab Maya penuh kelembutan.
"Masih kerja? " Tanya beliau singkat.
"Iya..."
Maya adalah istri yang cukup pintar menyembunyikan kekurangan suaminya. Hingga tak ada satupun yang tau bagaimana kelakuan Tama saat ini yang kian bertambah parah.
"Dia masih sering keluyuran?" Papi menatapnya intens, menunggu respon Maya mengenai pertanyaannya.
"Engga pih..."
Bohong!! batin Mugi. Terlihat jelas diraut wajahnya. Dia berbohong. Tapi untuk apa? Yang didepannya itu Papi dari anaknya sendiri.
"Berkatalah jujur walaupun itu pahit. " Kata-kata papinya terdengar meluncur dengan penuh penekanan.
Tanpa aba-aba, butiran kristal Maya lolos begitu saja dari kedua matanya. Tak sanggup menelaah kata-kata papi mertuanya. Hanya itu yang dapat dia expresikan. Dia tidak ingin memberi tahu semua ini langsung dari mulutnya, membiarkan Papi mertuanya mengetahui dari mata kepalanya sendiri.
"Papi sudah tau jawabannya... Papi juga sudah mengetahui semuanya. Anak Papi memang sulit untuk berubah."
"Begini nak, Kamu adalah harapanku satu-satunya yang bisa membawa kembali Tama seperti dulu..."
"Bersabarlah hingga Tama bisa memperlakukanmu dengan baik Maya..."
"Papi percaya padamu..."
Maya langsung membungkam mulutnya yang sedang menahan isakan. Ternyata Beliau telah mengetahui alasan dibalik ketidakharmonisan rumah tangga anaknya.
"Huuu.... Huu... Maafkan Tama papi... Ja-jangan hukum di-diaaa.... huu...." Tangisnya semakin menjadi, hingga kata-kata sulit keluar.
Dia tahu betul mertuanya tidak beda jauh dari suaminya. Sama-sama keras dan tegas sewaktu-waktu. Dia khawatir papinya berbuat yang tidak-tidak pada Tama. Biar bagaimanapun Tama adalah suaminya.
Tapi anehnya, papi malah tersenyum, mengetahui Maya menangisi anaknya. Beliau mengira cinta dan sayang Maya begitu besar pada anaknya. Padahal bukan seperti itu benarnya.
Nyatanya, Maya memang mempunyai perasaan menyayangi Tama, tapi sebagai keluarga. Bukan cinta seperti apa kata hati papi mertuanya. Tama tidak pernah bisa membuat Maya mencintainya. Tama tidak bisa mengetahui arti pernikahan yang sesungguhnya. Yang dia tau hanyalah penyatuan tubuh dan nafkah yang cukup.
Mugi mendekat dan mengusap punggung Maya dengan lembut. "Papi mohon, pertahankan hubungan kalian hingga maut memisahkan kalian..."
"Papi yakin Tama akan berubah. Dia sangat mencintaimu, sangat mencintaimu nak..."
"Dia mengatakannya tertarik padamu pada saat awal pertemuan kalian. Waktu makan bersama dirumahmu..."
"Masih ingat nak?" Maya mengangguk pelan.
"Tama meminta Papi untuk melamarmu, tapi kamu menolaknya..."
"Hingga saat kesempatan itu tiba, Papa Kris mengatakan bahwa calon pengantin priamu terjun kejurang, Tama tidak membuang kesempatan itu. Dia menyanggupi untuk menikahimu nak... Dengan resiko apapun yang diterimanya..."
Maya tertegun, betapa Tama lama menunggunya. Tapi kenapa saat kesempatan itu datang dia menyia-nyiakan kesempatan itu? Kenapa dia tidak berusaha membuat Maya mencintainya? Kenapa malah membiarkannya seperti apa yang Maya rasakan? Apa salah Maya?
Maya begitu tersentuh mendengar penuturan mertuanya, dia semakin bersalah dan menekan perasaannya. Apalagi cintanya masih bersama Fadil, dan entah sampai kapan hatinya beralih kepada Tama.
"Ke-kenapa Tama tidak pernah mengatakan hal ini padaku Pih? " Tanya Maya, tangisnya mulai mereda.
"Mungkin kamu tidak pernah menanyakannya, coba perbaiki komunikasi kalian..." Maya menanggapinya dengan mengangguk pelan.
Tak berapa lama Papi mulai berbicara lagi... "Tama kehilangan Ibunya saat masih berusia 11 tahun. Dan Papi juga tidak pernah menikah lagi. Papi membiarkannya bermain dan belajar sendiri. Biar bagaimanapun Papi sibuk bekerja.. " Papi mengingat-ingat masalalunya.
"Dari umurnya 11 tahun sampai sekarang, dia tumbuh tanpa figur seorang ibu... Pada saat itu, tidak ada yang mengarahkannya jadi remaja yang baik... "
"Tapi dibalik kenakalannya, Papi tau betul dia adalah sosok yang baik dan sangat bertanggung jawab."
"Iya, Maya tahu itu..."
"Sekarang Papi ingin bertemu dengannya. Jam berapa dia pulang nak?"
"Ngga pasti pulangnya. Maya akan menghubunginya dulu Pih..."
"Iya..."
.
.
.
.
.
.
Hayoo... lupa likenya lagi yah...
Ayo like dan dukung author. Biar semangit nulisnyah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Nie Rinie Lho
dsini karakternya abu2 smua tp aq suka
2020-12-04
2