"Mas... Udah pulang?" Panggilnya mendengar tepakkan kaki diteras marmer didekatnya. Maya sedang berdiri menghadap kompor, membuat masakan.
Langkahnya mendekat, melepaskan dasi dan meletakkan tas diatas meja.
"Udah sayang, sedang masak apa?" Tangannya langsung melingkar dipinggang sang istri.
"Aku masakin udang asam manis, mas makan ya... Ini dah hampir matang " Pelukannya semakin mengerat dan menciumi tengkuk dan tangannya sudah menjalar kemana-mana.
"Iya... Temenin Mas makan ya..." Maya berbalik badan dan melepas pelukannya.
"Kenapa dilepas?" Bertanya dengan heran, padahal sudah dua hari dia kedua insan ini tak bertemu. Apa tidak rindu? Kenapa terjadi penolakan. Akh Tama terlihat kecewa.
"Jangan berfikir yang tidak-tidak ! Aku ngambil piring, mau naro udang " Tangannya meraih benda beling yang berbentuk oval putih polos lalu menuangkan udang yang masih berasap itu kepiring yang diambilnya barusan.
"Emangnya kamu ngga kangen sama aku?" Terus memperhatikan istrinya mondar-mandir menyiapkan makan malam.
"Iyaa... tapikan harus makan dulu, dah lapar kan?"
"Iya biar kuat menghadapi kenyataan nanti ya sayang hehehehe?" Mata Tama tampak berbinar senang. Sepertinya, istri sedang memberi lampu hijau untuk yang biasa disebut 'olahraga' nanti malam.
"Hemm !! MESUM !!" Raut wajah Maya tak terbaca, apa dia selalu berpura-pura seperti ini didepannya? Pura-pura bahagia??
Wajah Tama tampak mengerut, kenapa selama ini istrinya terlihat seperti tak pernah merindukannya? Namun lagi-lagi perasaan itu dia tepis dan memilih untuk mengabaikannya. Mungkin, hanya pikirannya sendiri saja. Memang pada dasarnya istrinya bersifat dingin.
"Segini nasinya? Atau nambah lagi ??" Maya menunjukkan nasi yang dituangkan kedalam piring untuk suaminya.
"Itu terlalu banyak... Stop, stop. Udah cukup !" Meraih piring itu dan mengambil lauk pauknya sendiri sesuai keinginan.
Mulutnya mengunyah, matanya tertuju pada bola mata istrinya yang sedang menunggunya berkata sesuatu "Enak, ini sangat enak!!"
"Oh iya?? Habiskan makanannya mas..." Berkata halus, sambil menyuapkan makanannya kemulut sendiri. Membuat perut suami kenyang dan nyaman adalah salah satu tugas penting bagi Maya. Dia selalu menyempatkan itu meskipun dirinya sedang lelah.
Sembari menikmati makanan, Tama mencoba memikirkan sesuatu. Cara agar istrinya bisa senang. Sudah lama dia tidak melihat istrinya walaupun hanya untuk sekedar tersenyum. Meskipun sikapnya selalu ramah. Tapi Tama bisa melihat sedikit keterpaksaan disana.
Apa benar selama ini Tama hanya mengedepankan egonya sendiri? Apa benar selama ini dia terlalu membiarkan Maya terlalu mandiri? Dia selalu menghabiskan waktu bersama teman-temannya diluar. Tapi tidak pernah terbesit dihatinya untuk sekedar menemani kemana Maya pergi. Baginya sikapnya kepada Maya dirumah itu sudah benar.
Bagaimana caranya agar bisa membuatnya banyak bicara terhadapku? Bergantung padaku? Bergelayut manja padaku? Kenapa dia tidak seperti wanita-wanita lain? Apanya yang salah? Apa dia suka belanja? Apa dia suka menonton? Bahkan makanan kesukaan, tempat favorit istriku pun aku tidak tahu. Apa dia tidak pernah mempunyai masalah? Kenapa tidak pernah sedikitpun mendengar keluhannya?? Aku ini suaminya kan? Dia anggap aku apaa?? Memikirkan itu membuatku selalu hampir frustasi.
Makanan sudah hampir habis, Tama menuangkan air bening dingin dan meneguknya pelan. Pertanda dia mengahiri makannya.
"Aku mau ngajak ke acara pesta ulang tahun temanku. Disana ada party, aku harap kamu mau datang..." Ucapnya seraya menaruh piring kotor diwastafel.
"Aku nggak bisa..." Jawabnya tanpa menoleh. Tatapannya lurus kebawah melihat makanan yang hampir habis ditelan. Tama sedikit kecewa, dan dia menunggu alasan yang akan dikatakan istrinya. Tapi sepertinya hanya kata-kata itu yang keluar. Seperti biasa, Maya menolak untuk diajak pergi pesta dan bersenang-senang diacara yang Tama hadiri.
"Aku seperti laki-laki tak bersuami Maya... "Setiap kali datang kepesta, peresmian, dan perkumpulan-perkumpulan temanku yang lain, aku selalu sendiri. Aku ingin kamu datang...!! " Menahan amarah yang memuncak.
Maya tak menghiraukaan, lalu membereskan makanannya dan menaruhnya ketempat masing-masing.
"Maya... Jawab aku !!" Tama menuntun Maya untuk kembali duduk dikursi yang berdekatan. Sepertinya perlu juga dilakukan diskusi.
"Mas... Pesta, dunia malam, berkaraoke atau hal lain semacamnya bukan duniaku... Kamu sudah tau kan?"
"Aku harap kamu mengerti ''
"Apa yang belum aku mengerti Maya? Katakan apa maumu? Aku bisa main tebak-tebakan. Aku bukanlah seorang peramal yang mengerti isi hati seseorang. Aku kurang peka soal itu !!"
"Ya sudah, intinya, aku ngga bisa Mas... Mas pergi sendiri saja. Aku akan beristirahat kekamar. Aku duluan ya Mas..." Maya enggan ribut dan melenggang pergi, namun saat kakinya melangkah ke anak tangga, tertahan karena Tama mulai mengucapkan kata-kata.
"Selama ini semuanya aku berikan. Uang bulanan yang lebih, kebutuhan yang selalu terpenuhi. Kau sendiri yang meminta bekerja dicafe... Aneh kamu Maya ! Kamu membuatku kesal !"
Hati Maya sudah berkobar, mungkin ini saatnya meluapkan kegerutuan dalam hati yang sudah hampir meledak menahan sesak selama ini.
"Aku lebih kesal daripada dirimu Mas !! Kamu juga tidak mau mengerti perasaanku, kamu jahat !! Apa kamu pikir kamu sudah baik? Hikss...hiks..." Ahirnya airmata itu tumpah begitu saja, Maya tidak bisa menahannya lagi.
"Kamu kekanak-kanakan yang hanya bermain-main sendiri. Pergi seenaknya, pulang juga seenaknya. Kebiasaan-kebiasaanku kamu nggak tau kan? Kegiatanku apa saja? Apa kamu pernah menanyakannya Mas ??"
" Hikss.... Jam berapa aku berangkat? Naik apa istrimu ini berangkat? Aku berteman dengan siapa? Kamu ngga tau kan?? Huu...hu.... hiks... Menjalin sebuah keluarga tidak cukup hanya berhubungan biolog*s dan uang yang berlimpah Mas !!"
"Kamu juga yang membuatku seperti tak bersuami ?? Hikss....hiks..."
Tama tertegun, kalah telak !! Memang yang dikatakan Maya itu benar. Tama terlalu membiarkannya sendiri. Tapi juga harus bagaimana? Dia punya kesibukan sendiri.
"Kamu juga tau aku selalu sibuk Maya..." Belum selesai Tama berbicara, Maya berlari menuju kekamarnya dan langsung menutup diri dikamar, tempat persembunyiannya.
"Sibuk dengan temanmu sendiri Mas !!" Batin Maya.
Tama mengikuti arah Maya berlari, namun terlambat. Maya sudah menguncinya dari dalam.
Sesal ! Itu yang Tama rasakan, baru kali ini Maya menumpahkan keluh kesahnya. Dan yang paling membuat hatinya sakit, Tama membuat istrinya menangis. Ingin rasanya Tama mencekik lehernya sendiri, melihat istrinya menangis. Itu artinya, Tama telah gagal menjadi seorang suami yang seharusnya menjaganya dan membahagiakannya.
"Maya... Maafkan aku Maya... Maaf... Maafkan aku... Buka pintunya May....!!"
"Aku yang salah, maafkan aku Maya..."
"Aku mencintaimu... Aku mencintaimu..."
Tok tok tok...
"Maayaaa !! Kamu boleh memarahiku, menghabiskan uangku, apapun boleh kamu lakukan. Tapi aku mohon... Jangan mendiamkanku" Tangannya mengepal, wajahnya menempel dipintu kamar. Berharap Maya membukanya.
Pertengkaran yang tidak bisa dihindari ini membuat Maya semakin terpuruk. Suami yang egois itu benar-benar menyebalkan. Ingin rasanya dia pergi dari rumah itu, tapi tak punya daya apapun. Pergi dan kabur bukan menjadi solusi, malah akan menjadi masalah baru.
Memang pada dasarnya pernikahan itu sudah salah. Hubungan yang diawali dari kesalahan akan menjadi kerusakan didalamnya jika salah satu tak bisa memperbaiki.
.
.
.
.
.
.
.
.
Happy reading 💜
Tinggalkan likenya ya readers.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Hera
sama2 merasa diabaikan karena merasa benar dan tak mo buat mengerti keadaan yg dijalani mereka
2022-06-05
0
ciby😘
tama mencintai...tapi gk tau cara mencintai😔😔😔
2022-05-29
0
Chyka Asika
y Allah,,, hati ku bener bener sakit ngebacanya,,,pasti tersiksa bgt tuh jd maya
2021-04-06
0