Keduanya saling bertatap selama beberapa detik. Lalu Maya memanggil suaminya.
"Mass.....!"
Tanpa basa basi Tama langsung menggenggam tangan istrinya dengan erat. Dia sangat menyesal kemarin sudah membentak keras istrinya. Tama menyadari dia suami yang egois. Tidak seharusnya juga dia berkata seperti itu. Beruntung Maya selalu berbesar hati memaafkannya.
"Maafin aku yang kemarin ya sayang!" Maya terdiam, dan berjalan menuju anak tangga.
"Maya, Maya...! Mayaa !! "Panggil Tama dan Maya berhenti sejenak.
"Apa yang harus mas lakuin supaya kamu maafin aku?..." Ucap Tama lemah lembut, dia memeluk istrinya.
"Sudah-sudah Mas... ! Nafasku sesak, lepasin dulu..." Melepas pelukannya.
"Huuuf huuf !!" Menghirup nafas dalam-dalam. Bersikap cuek dan biasa saja, lalu naik keatas kekamar mereka. Percuma aja minta maaf, Maya sudah hafal betul siapa suaminya. Pasti besok-besok begitu lagi. Menyebalkan!
"Jadi kamu maafin aku kan?" Ucap Tama mengikutinya dibelakang Maya.
"Hem..."
"Maya jawab aku..."
"Kan udah jawab..."
"Apaan cuma hmmm hmm doang...!"
"Mayaaa.... Jawab akuuu Maya...."
"Iya udah gak apa-apa lupain aja..." Jawabnya santai sambil melepaskan semua aksesorisnya diletakkan dikotak perhiasan.
"Benarkah ??" Tama tersenyum menang. Semudah itu dia memaafkannya.
"Coba aku mau dengar sekali lagi May...!!"
"Iya aku maafin!! PUAS ?!!" Tama meloncat-loncat kegirangan.
"Yes !! Yess !!"
"Tolong jangan membenciku dan mendiamkanku May, kalau kamu mau marahin aku, marahin aja. Atau bila perlu, kamu boleh memukulku..."
"Seumur hidupku, aku ngga pernah gunakan tanganku untul mukul seseorang. Kamu ini berlebihan!"
"Kupikir, kamu akan terus marah dan mendiamkanku. Ternyata tidak. Istriku sangat baik hati... Hehehe"
"Ehm... May..."
"Yaa..."
"Cium aku...!!" Maya tampak memikirkan permintaannya. Malas, pikirnya.
"Cium....!!'' Memiringkan wajahnya. Kalau menolaknya, akan menambah masalah baru. Dengan tidak ikhlas Maya menciumnya cepat kilat.
Cup...
"Aku mencintaimu Maya! Jangan pernah meninggalkanku Maya... Aku mencintaimu..."
Ucapan Tama barusan membuatnya sedih. Tidak banyak yang bisa dia lakukan selain menatap dan menenangkannya. Pernyataan cinta itu selalu membuat Maya terbebani. Karena tidak pernah bisa membalas perasaan suaminya.
Dan... Hap !!
Dalam sekejap Maya sudah berada digendongan Tama, memintanya melakukan yang biasa mereka lakukan. Tidak melupakan kebiasaan, Tama mematikan lampu dan menyelimuti tubuh mereka.
Mestinya tadi gak usah dimaafin ! Dia balik mesum lagi seperti biasa. Ngeselin... Maunya enak sendiri!!!
Setelah selesai aktifitas olahraga itu selesai, Tama tertidur. Maya membersihkan diri dan membereskan kamar yang berantakan. Lalu turun memasak, menyiapkan makan malam.
Saat makanan sudah siap, dia berniat naik keatas untuk memanggil suaminya. Tapi langkahnya diurungkan. Dia sudah melihat suaminya turun dengan rambut basah, wajah yang segar dan baju yang berbeda dari sebelumnya. Itu artinya Tama sudah mandi.
"Tadinya mau aku panggil keatas... Ternyata Mas dah turun. Ayo makan mas !" Ajak Maya.
"Iya sayang..." Tama menyeret satu kursi kebelakang, duduk berhadapan dengan istrinya. Maya mengambilkan nasi dan lauk pauk.
"Makasih..." Ucap Tama, ditanggapi dengan tersenyum.
"Maya..." Panggilnya terdengar dalam.
"Aku ingin kita punya anak, agar hubungan kita makin membaik. Apa sudah ada tanda-tanda dia tumbuh?" Tama bertanya dengan berharap.
Maya sempat menghentikan suapannya karena pertanyaan suaminya yang tiba-tiba menanyakan hal itu. Wajar kan kalau dia memintanya?
Mereka sudah menikah, sudah sah, sudah halal. Finansial juga cukup. Apa yang ditakutkan??
"Aku belum menunjukkan tanda-tanda itu..." Jawab Maya sendu. Beberapa bulan sudah Mereka menikah, tapi Tuhan memang belum memberikannya.
"Kamu tidak pernah menundanya kan?" Tanya Tama lagi.
"Ngga pernah Mas... Untuk apa aku menundanya, Aku juga ingin jadi seorang Ibu Mas...''
"Iya sayang, Mas sangat percaya padamu..."
"Mungkin sebentar lagi, kita harus terus berusaha..."
"Iya Mas... Atau Mas mau kita program kehamilan kedokter? Barangkali biar ngga terlalu lama menunggu, supaya cepat mengetahui apa penyebabnya..."
"Aku yakin kita subur, hanya waktunya saja yang belum..."
"Kalau Mas sibuk... Biar aku dulu yang kedokter kandungan. "
"Engga usah... Santai dulu aja sayang, kita masih punya banyak waktu. Lebih baik kita gunakan waktu kita untuk bersenang-senang..." Bisiknya menggelikan.
"Kita kan dulu langsung menikah, belum sempat berpacaran...''
"Biar cepat jadi, kita harus melakukannya sesering mungkin..."
Kata-kata terahir membuat Maya melongo dab terbatuk-batuk. Satu kali saja durasinya sangat panjang, apalagi berkali-kali?
Auto ngga bisa jalan.
Selesai makan malam, Maya membereskan piring kotor dan meletakkannya diwastafel dapur, lalu mencucinya.
Tama menuju ruang tengah dan menonton televisi dikarpet bulu. Mayapun bergabung dengannya lalu tidur dibahu suaminya. Tama yang merasakan bahagia dihatinya melihat Maya jadi manja. Sangat menyenangkan jika istrinya bersikap seperti itu. Itu artinya, dia sudah mulai bergantung padanya??
"Mas Tumben ngga pergi? Biasanya jam segini udah kabur aja sampai pagi..." Tanya Maya mendongak melihat wajah suaminya.
"Emangnya aku boleh pergi malem-malem lagi? boleh party lagi? Boleh minum? Boleh merokok?? Engga marah?? Aku biasa nongkrong dengan teman-teman aku..."
Sederet pertanyaan Tama membuat Maya naik pitam. Kenapa dia jujur sekali? Berarti disana juga dekat dengan cewe-cewe cantik dan sexy. Trus dia harus apa? Melarangnya? Tidak mungkin kan? Percuma saja ceramah.
"Mas kan sudah besar dan lebih mengerti mana yang harus mas lakukan. Apa perlu aku bilang, "jangan begitu! Jangan begini ! Jangan kaya gitu, jangan kaya gini!!' Engga kan??"
"Iya betul, keputusan ada ditanganku. Aku kan suaminya hehe...Cup..." Ciuman mendarat dikening Maya. Memang keputusan rumah tangga ada pada suaminya. Tapi ngga boleh juga semaunya sendiri.
Maya menghembuskan nafas dalam-dalam dan menenangkan dirinya sendiri. Kapan sih dia bisa menang? Kapan sih dia boleh marah?
"Gimana kerjaanmu?" Tanya Tama pada istrinya. Sempat heran, pasalnya, baru pertama kali Tama menanyakan perihal pekerjaannya. Sudah mulai peduli?
"Ehm.. baik-baik saja... Jangan khawatirkan aku." Jawab Maya.
"Kenapa sih, harus bekerja?" Tanyanya lirih. Maya tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Bosan dirumah aja?" Maya mengangguk pelan.
"Mau ngga kalau pindah ditempat Mas kerja? Jadi bisa ketemu setiap hari" Maya terdiam tampak memikirkan tawaran itu.
"Aku sudah nyaman dengan pekerjaanku. Disana, aku bisa menghilangkan keboringan. Kerja disana juga ngga menyita banyak waktu..."
"Jadi.. aku punya banyak waktu luang dirumah untuk membereskan rumah ini..."
Tama terlihat mangguk-mangguk mencerna apa yang Maya katakan. Ternyata dibalik dinginnya sifat istrinya, tersimpan banyak mutiara didalamnya. Seorang suami adalah prioritasnya selama ini. Hanya saja, Tama baru menyadarinya.
"Seberapapun bayarannya, itu ngga masalah Mas... Aku juga punya teman-teman yang baik..." Yang dimaksud Maya adalah Hanif dan Septya.
"Ya sekarang Mas mengerti... Apa selama ini teman-temanmu tidak pernah main kesini?"
"Engga pernah, mereka punya kesibukan sendiri-sendiri Mas. Teman-temanku juga sudah berumah tangga semua. Mereka juga sibuk..."
"Memangnya kenapa?"
"Ngga apa-apa, Mas hanya tidak pernah melihatnya kau mengajaknya kesini. Tapi, aku ingin bisa mengenalnya.."
"Kapan-kapan ya? Kalau Mas ngga sibuk..."
"Iyya sayang..."
.
.
.
.
.
BERI DUKUNGAN AUTHOR YA READERS. BIAR AUTHOR SEMANGAT NULISNYA. LIKE ATAU VOTE AJA, GRATIS KOK!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Devi Handayani
klo hubungannya mesra kayak gini terus dijamin aman terkendali... emang udah jodoh ama tama.... maya sudah harus akhiri hub ama fadil😌😌😏😏
2022-10-26
0
ciby😘
sifat tama beruba ubah kadang baik...kadang dewasa kadang kekanak kanakan
2022-05-29
0
Yovi Zakaria
kayak nya tama ngomongan nya benar yaaa malah istri nya agak cuek acuh gitu
2021-02-02
0