Malam telah berlalu, tidak seperti apa yang Rein rencanakan untuk dapat sampai ke desa yang disebutkan oleh Tia, dia terpaksa untuk menginap semalam di jalan sebelum akhirnya memulai kembali pernjalanan.
Tidak ada banyak hal yang terjadi. Tidak ada pula serangan dari para monster karena sepertinya mereka sudah mulai masuk ke area aman dari hutan ini.
Rein kembali melanjutkan perjalan. Ketika matahari menjadi lebih terang dan memenuhi permukaan tanah, dia sadar jika mereka keluar dari hutan ini.
Rein tersenyum puas. Dia melihat ke arah sebuah bangunan dan pagar besar yang berada sekitar beberapa kilometer dari keberadannya saat ini.
Tempat yang harus mereka lalui adalah padang rumput yang begitu luas dengan jalan setapak. Rein merasa untuk menurukan kewaspadaannya ketika dia semakin jauh melangkah dari sana.
“Rein, tunggu aku!”
Nafas Pasitheia memburu, dia membungkuk dan menopangkan tangan pada lutut. Merasa sangat lelah, Rein telah memaksanya untuk mencapai batasannya, padahal sebenarnya tidak.
“Kita sebentar lagi akan sampai di desa itu. Jadi kita tidak akan beristirahat.” Rein mencoba untuk sedikit tegas. Mungkin memgabaikan titel dari wanita ini tidak sepenuhnya buruk.
“Tidak mungkin ....”
Raut wajah Pasitheia berubah drastis, kakinya bergetar dan dia terduduk ke tanah. Ini seperti Rein melakukan sesuatu yang buruk kepadanya.
Rein merasa iba, tetapi apa yang harus dia lakukan? Datang ke desa itu terlebih dahulu menjadi tujuannya saat ini. Dia ingin berada di lingkungan aman agar hidup yang tenang dapat dia lalui. Kemudian Rein jongkok, dia menoleh ke belakang.
“Aku akan mengangkatmu.”
Pasitheia tersenyum jahat dengan tipis. Dari awal dia memang berencana untuk melakukan hal tersebut kepada Rein. Dengan begitu, dia dapat santai-santai dalam beberapa waktu ke depan.
“Hmph! Baiklah!” jawabnya setuju.
Ketika Pasitheia sudah menempelkan dadanya ke punggung Rein, pria itu menjadi sedikit gugup. Dia juga harus memegangi pahanya dan mencoba untuk membuang pikiran itu jauh-jauh.
‘Buang pikiran itu jauh-jauh, Rein. Itu sama sekali tidak keren,’ batin Rein.
Rein berdiri, dia mengangkat Pasitheia yang merupakan seorang dewi. Berjalan dengan pelan. Wanita ini tidak terlalu berat, jadi dia yakin dapat membawanya ke desa tersebut tanpa memerlukan istirahat.
“Ngomong-ngomong, apa yang akan kau lakukan di sana? Kita tidak memiliki uang, jadi apakah kau akan pergi ke hutan setiap hari untuk memberikan makanan kepadaku?”
Rein kembali merasa sedikit kesal dengan sikapnya. Dahinya memgeriput. Tetapi dia kembali fokus pada jalannya. Apa yang dikatakan oleh wanita ini memang ada benarnya. Mereka tidak memiliki uang, jadi mungkin dia akan mencari sebuah pekerjaan.
“Aku mendengar tentang pekerjaan menjadi seorang petualang, jadi mungkin kita akan mendaftar di sana.”
“Apakah itu informasi yang kau dapatkan dari gadis elf beberapa waktu lalu?”
“Ya, tetapi tidak ada banyak informasi yang aku tahu tentang dunia ini. Jadi mungkin aku akan mengunjungi perpustakaan.”
“Oh, tetapi sayang sekali karena mustahil dunia ini akan memiliki sebuah perpustakaan umum.”
Percakapan mereka selesai di situ. Rein menjadi semakin bingung, tetapi ketika dia menyadarinya, mereka hampir sampai di gerbang desa. Dapat terlihat dengan jelas beberapa penjaga tengah berdiri dan melakukan penjagaan dan pengecekan pada semua orang yang hendak masuk ke dalam desa.
“Berhenti!”
Mereka diberhentikan oleh penjaga, dengan begitu Rein menurunkan Pasitheia dari pundaknya. Beban yang dia pikul kini menghilang, dia melepaskan nafas pelan.
“Tunjukkan kartu identitasmu terlebih dahulu untuk masuk ke dalam desa,” perintah penjaga tersebut.
Rein menggaruk kepalanya, dia tidak memiliki kartu identitas atau semacamnya. Tia juga tidak memberitahukan hal ini sebelumnya. Rein sadar jika tatapan mereka menaruh curiga penuh kepadanya.
Bagaimana tidak? Seseorang dengan pakaian compang-camping sedang mendukung seorang gadis cantik, terlebih lagi mereka berasal dari hutan.
“Aku tidak memilikinya,” ucap Rein.
Penjaga itu merasa bingung, kemudian dia juga melakukan hal yang sama pada Pasitheia dengan menanyainya.
“Hah? Kau bahkan tidak mengetahui diriku ini yang merupakan seorang dewi? Aku berpikir jika makhluk hina seperti kalian ....”
Rein menutup mulut Pasitheia. Dia tidak ingin mengundang lebih banyak masalah lagi. Daripada itu, dia lebih memilih untuk berbohong dan melepaskannya setelah Pasitheia merasa lebih tenang.
“Kami berasal dari sebuah desa terpencil yang berada jauh di utara sana.”
Penjaga itu mengangguk sebentar, tetapi dia tetap memberikan tatapan waspada kepada kedua orang tersebut. Dia lantas meminta temannya yang lain untuk membawa sebuah benda. Ketika benda itu sampai, mereka mengetahui jika itu semacam bola sihir.
Berdasarkan penjelasan penjaga itu, mereka harus melakukan pemeriksaan dengan menepatkan telapak tangan di atas bola tersebut. Jika berwarna hijau, maka mereka belum melakukan kejahatan seperti membunuh. Tetapi jika berwarna merah, meraka akan dalam masalah, yang juga mungkin akan membawa mereka ke dalam mimpi buruk.
Rein melakukan seperti apa yang diperintahkan. Warna hijau muncul dan sekarang dia dapat tenang, tetapi ini bukan berarti masalah selesai karena mereka harus mendaftarkan identitas mereka terlebih dahulu.
Pasitheia juga melakukan hal yang sama. Tetapi sikap angkuhnya memancing emosi para penjaga. Mereka memang tidak menunjukkannya secara terang-terangan, mungkin juga termasuk dalam regulasi seorang kesatria.
Mereka kini dalam keadaan aman dan terhindar dari masalah ketika warna hijau juga muncul ketika Pasitheia meletakkan tangannya pada bola sihir tersebut.
“Kalian harus mendaftarkan diri terlebih dahulu, tetapi apakah kalian mengetahui caranya?” Penjaga tersebut merasa ragu. Jika apa yang dikatakan oleh Rein benar tentang sebuah desa terpencil itu, tentu mereka pasti tidak tahu cara dalam mendaftarkan identitas.
Rein menggelengkan kepala sebagai jawaban. “Tidak, aku tidak mengerti.”
Masalah pada pengetahuan umum di dunia ini menjadi masalah utama yang harus dia hadapi. Rein tidak ingin merepotkan lebih banyak orang lagi karena ketidaktahuannya, dan ini akan menjadi terakhir kalinya. Seperti itulah apa yang dia harapkan.
“Kalian hanya perlu datang ke Guild Petualang. Di sana mereka dapat membuatkan kartu identitas.” Penjaga tersebut tersenyum tipis, berbeda dengan sikap awalnya yang terlihat sedikit menyeramkan dan tegas.
“Terima kasih banyak.” Rein menundukkan wajah, dia dengan segera menarik Pasitheia untuk pergi dari sana.
Ketika dia masuk, rumah-rumah abad pertengahan menyambutnya dengan hangat. Terlihat jelas puluhan orang lalu lalang bersama dengan kereta kuda. Selain itu, pengguna pedang dan berbagai senjata lainnya dapat ditemui di mana-mana. Mungkinkah mereka yang disebut sebagai petualang?
Rein menjadi lebih bersemangat lagi, tetapi dengan segera pandangannya berputar ketika Pasitheia menarik tangannya pada sebuah kedai makanan.
“Rein, lihatlah cumi gosong ini. Itu terlihat sangat enak!
Pedagang yang merasa dagangannya dihina merasa kesal. Mengepal tangan dengan kuat dan mengusir mereka dari kedai makanannya tersebut. Dengan raut wajah kesal dan memerah, dia pergi.
“Itu tidak gosong tahu! Itu karena aku melapisinya dengan saus khusus. Aku heran kenapa orang zaman sekarang tidak dapat membedakan dengan benar.”
Rein menggaruk kepala, mereka baru saja diusir dan mengundang permusuhan. Dengan tatapan tajam dia melirik ke arah Pasitheia, menghela nafas pelan atas raut wajah tak bersalah itu.
“Kenapa kau marah denganku? Itu memang gosong, tetapi terlihat enak dan menggiurkan! Seharusnya dia bersyukur karena dewi sepertiku ini memuji makannya!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
De'Ran7
si Rein ini bego apa gimana..padahal udah di sekolahin😑..tau tuh orang hanya manfaatin diri nya masih aja layanin tuh beban
2022-10-15
1
ShizenMaru
si mc nya lembek amat dah. masa tiap kata "rein pun menahan emosinya" tahanlah terus sampe lu ga tersisa di manfaatin oleh orang" termasuk dewi sampah itu
2021-03-20
0
John Singgih
Dewi yang tidak mempunyai tata krama
2021-03-04
0