Rein terbangun dari dalam tidurnya, dia berada di dalam selter miliknya sendiri, sedangkan Pasitheia, ketika dia melihat juga sedang melakukan hal yang sama.
Dia merasa aneh, luka yang diberikan oleh serigala itu sudah menghilang, dengan tumbukan daun binahong yang menyelimuti luka-lukanya.
Menggaruk-garuk kepala, Rein tidak percaya jika Pasitheia akan melakukan ini untuknya. Akan lebih percaya jika seekor **** hutan mengatakan kebohongan kepadanya bahwa yang dilihatnya itu hanya mimpi semata.
Tubuh Rein terasa sakit, dia memerlukan tempat tidur yang lebih nyaman lagi. Tetapi di atas semua itu, memikirkan cara bertahan hidup dari serangan hewan buas menjadi prioritasnya saat ini.
Di saat bersamaan ketika Rein mencoba untuk menangkap udang, Pasitheia terbangun dari tidurnya, mengusap mata secara perlahan. Matanya bersinar ketika tahu Rein baik-baik saja, maka dari itu, dia pasti dapat kembali ke alam para dewa.
Namun, tujuannya saat ini adalah untuk pergi ke kota terdekat dan mencari tempat nyaman untuk tidur. Itulah pemikiran Pasitheia.
Rein yang berhasil mendapatkan beberapa, tidak lebih dari 5 ekor udang kembali, dan mulai menghidupkan api. Karena udang ini tidak dapat dibunuh, mau tidak mau dia harus membakarnya hidup-hidup.
“Ah, kamu sudah terbangun?” Rein menyadari langkah kaki yang mengarah padanya.
“Hm! Bersyukurlah karena sudah aku rawat selama kau tertidur! Kau tidak akan mengerti seberapa sulitnya bagiku untuk merawatmu selama kau kehilangan kesadaran!”
Nada angkuh itu memang mengganggu Rein, tetapi dia mencoba untuk memakluminya dan terbiasa mulai sekarang. Lagi pula, jika tanpa wanita ini, entah bagaimana nasib dirinya nanti.
“Karena aku sudah mengobatimu, maka jatah makanan hari ini akan menjadi milikku!” tambah Pasitheia.
“Bukankah kamu terlalu serakah untuk seseorang yang memiliki gelar sebagai dewi?” lirih Rein, dia tidak bermaksud untuk mengatakannya, tetapi kalimat itu secara spontan keluar dari mulutnya.
“Apa kau bilang?!” marah Pasitheia. Wajahnya memerah, menjambak rambut Rein.
“Akh! Maaf, aku tidak bermaksud untuk mengatakannya.”
Setelah beberapa menit Rein benar-benar kehilangan seluruh udang yang dia miliki sebelum sempat menikmatinya.
Perutnya kosong, tetapi untuk manusia biasa, seharusnya dia dapat bertahan hidup selama setidaknya 20 hari ke depan. Pada umumnya, manusia dapat bertahan selama 45 hari, tetapi setelah kehilangan 30% berat badan, maka akan berdampak pada kematian. Selain itu, biasanya mereka akan mati karena penyakit daripada kelaparan.
Maka dari itu, Rein akan berusaha untuk mengumpulkan makanan sebanyak mungkin. Setidaknya untuk beberapa hari ke depan.
“Rein, dengarkanlah aku.” Raut wajah Pasitheia berubah serius, nadanya terdengar berat. “Aku sudah memutuskan bagaimana kau menjalani hidupmu ke depannya, kau harus mengalahkan raja iblis!”
Keterkejutan Rein memang tidak dapat tertampung lagi di wajahnya. Dia merasa tidak percaya bahwa akan ada orang yang mengatur hidupnya, terlebih lagi berkata dengan angkuh dan penuh percaya diri. Bahkan kedua orang tua Rein, sebelum mereka meninggal, tidak pernah memaksa Rein untuk melakukan ini itu.
“Jangan bercanda.” Rein tertawa, dia terlalu serius untuk menanggapi perkataan dewi ini.
“Apa kau bilang? Padahal banyak pengikutku yang akan bersyukur ketika aku menentukan hidup mereka! Dasar tidak tahu bersyukur!” Pasitheia melengos kesal, mengembungkan pipinya.
“Tetapi aku bukan pengikutmu, dan tidak tertarik untuk mengalahkan raja iblis atau apalah itu. Aku akan hidup sederhana dan menikmati hari-hariku.” Rein berkata dengan senyuman, tetapi terdapat alasan yang kuat baginya untuk mengatakan hal tersebut.
Dia tidak pernah menikmati apa yang namanya hidup itu. Berbicara dengan banyak orang dan hidup dengan damai menjadi pilihannya.
“Pftt! Berhentilah menghayal! Selama raja iblis belum dikalahkan, tidak akan ada kedamaian. Apa kau tidak pernah membaca novel? Jika tidak, hidupmu sungguh menyedihkan.” Pasitheia menunjuk Rein, tertawa dengan memegangi perut.
“Meskipun kamu berkata dengan menghina keinginanku dan mimpiku itu, aku tidak akan tersinggung.”
Rein beralih, akan lebih baik untuk kembali ke tempat kemarin dan membawa beberapa buah, tetapi karena adanya kemungkinan akan kehadiran serigala, dia memilih untuk berjalan berlawanan arah, menyeberangi sungai.
“Sungai ini ... aku sudah mencoba untuk menangkap ikannya, tetapi mereka terlalu gesit. Apa aku harus membuat perangkap?” gumam Rein, memegangi dagunya.
Rein tiba-tiba saja dikejutkan dengan Pasitheia yang menangis dengan memeluk pahanya. Entah apa yang terjadi, tetapi dibuang ke mana kehormatan itu? Rein ingin pergi dan memungutnya segera.
“Rein ... aku mohon padamu! Kalahkan raja iblis dan buat aku kembali ke alam para dewa! Aku yang sekarang sudah tidak dapat menggunakan sihir ....”
Membungkam mulut dengan tangan, Pasitheia menutup mulutnya. Dia baru saja mengatakan hal tersebut kepada Rein. Akan memungkinkan bagi Rein untuk meninggalkannya begitu saja.
“Ah ... tidak. Aku hanya berakting saja.” Pasitheia berdiri, tangannya saling berpegangan di belakang tubuh, bersiul dengan bodohnya.
“Itu berarti kamu benar-benar tidak berguna, ya?” Rein menanggapinya, menatap datar.
“Itu tidak benar! Hanya saja Dewa Kematian bodoh itu menyegel seluruh kekuatanku! Seharusnya kau yang sadar diri di sini!” Pasitheia menjadi heboh, memukul-mukul Rein dengan kedua tangannya.
“Tetapi tetap saja itu tidak menutup fakta bahwa kamu tidak berguna,” tambah Rein.
Merasa direndahkan, Pasitheia memilih untuk diam. Menundukkan wajah, menghitam. Tidak jelas apa ekspresinya saat itu.
Memasang wajah bingung, Rein sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. Tetapi ini menjadi masuk akal jika wanita ini tidak dapat menggunakan kekuatannya lagi setelah beberapa kejadian dan dirinya yang tidak ingin menggunakan sihir. Jika dipikirkan, ini berhubungan dengan kebanggaannya sebagai seorang dewi.
“Rein! Aku akan mencoba untuk berguna bagimu! Jadi jangan buang aku atau meninggalkanku!” Pasitheia mendekatkan tubuhnya ke arah Rein, sangat dekat.
“Ba-baiklah, mohon menjauhlah karena kamu terlalu dekat.”
Wajah Rein memerah. Bagi seorang perjaka seperti Rein, sangat wajar untuk memberikan reaksi seperti itu. Meski begitu, dia mencoba untuk menutupi faktanya dan memang benar tidak tertarik, tetapi jika digoda ... siapa yang akan tahan, bukan?
Mengambil langkah menjauh, Pasitheia mengetahui kelemahan Rein.
Tersenyum dengan licik, “Pftt. Itu sangat lucu. Kalau begitu, aku akan membantumu membuat harem dan melepas status keperjakaanmu itu jika kau mau mengalahkan raja iblis.” Dia menggoda Rein.
Kalimat itu bukanlah kalimat yang seharusnya dikatakan oleh seorang dewi dan asumsi Rein bahwa dirinya yang harus berurusan dengan seseorang yang merepotkan adalah sebuah kebenaran.
“Aku tidak tertarik!”
Rein melangkahkan kaki pergi dari sana. Dia akan mengumpulkan beberapa bahan untuk membuat perangkap ikan. Kalau memungkinkan, dia akan memetik beberapa buah.
Melupakan kejadian barusan, itu bukan sesuatu yang harus diingat. Rein tidak tertarik dengan membuat harem ataupun menghilangkan status keperjakaannya, bukan juga berarti bahwa dia impoten ataupun homo, melainkan karena dirinya yang memuja cinta sejati dan hubungan asmara hingga ke pelaminan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Lilithia gilgamesh Lucifer
terlalu naif
2021-07-13
0
John Singgih
rein yang polos & Dewi parasithea yang menyebalkan
2021-03-04
0
Katakiri
Novel sempurna kek gini harusnya dibukukan nih,mantap abis dah thor!!
2021-02-23
1