Hari yang kurang bersahabat menyambut Rein dikemudian hari. Cuaca hujan dan semalaman dia berada pada posisi yang sama, kedinginan dan terpaksa menahannya, sedangkan Tia dan Pasitheia tidur di dalam selter yang dibuatkannya.
Tetapi untuk seorang pria, dia pantas untuk mendapatkannya. Dia harus memperkuat daya tahannya untuk dapat hidup di dunia ini. Begitulah apa yang dipikirkan oleh Rein.
Kebanggan tersendiri bagi Rein setelah mengetahui bahwa selter sederhana dengan menggunakan bahan-bahan sederhana seperti itu dapat bertahan dalam kondisi hutan.
Setelah mengobrol beberapa saat dengan Tia yang bangun pada saat yang sama, Rein akhirnya mengetahui beberapa informasi berharga dari Tia.
Pertama adalah dunia ini memiliki nama Aexaria, sebuah dunia di mana terdapat sihir seperti dunia fantasi pada umumnya.
Aexaria memiliki 5 benua besar, dan tempat yang mereka tempati saat ini adalah benua yang memiliki tingkat paling rendah dari benua lainnya. Juga dapat masuk ke dalam kategori benua terburuk dan paling dihindari untuk didatangi.
Sepertinya keberuntungan tidak berpihak pada Rein, dia tahu itu.
Kedua, sihir dapat digunakan dengan cara memanipulasi energi sihir atau yang biasa disebut sebagai mana, memfokuskan dan pusatkan pikiran dalam satu titik, imajinasi, dan yang paling penting adalah bakat.
Dari apa yang dijelaskan oleh Tia, dunia ini menjunjung tinggi bakat yang dimiliki sejak lahir. Pada umumnya, anggota bangsawan dan kerajaan berada dipuncak tertinggi dari semua hal.
Untuk hutan yang ditempati mereka saat ini, memiliki nama Graxia yang merupakan hutan paling dihindari dari benua yang mereka tempati saat ini.
Pada umumnya, mereka yang tinggal di benua ini menjadi seorang petualang di bawah serikat bernama Guild Petualang untuk mencari penghasilan. Sistem peringkat diberlakukan sesuai dengan seberapa besar kontribusi orang tersebut dan atas rekomendasi dari serikat sendiri.
Di samping manusia, terdapat banyak ras yang hidup di dunia ini. Seperti elf, dwarf, giant, demon, lich, dan yang berdiri dipuncak yaitu Dragon. Sedangkan untuk manusia, mereka berada diposisi ketiga setelah elf.
Dan seperti apa yang dikatakan oleh Pasitheia, dunia ini memiliki seorang raja iblis yang memimpin pasukan monster untuk menghancurkan dunia. Sedangkan untuk letak pasti keberadaannya masih terlalu samar.
Banyak rumor yang mengatakan jika benua yang mereka tempati saat ini adalah sarang raja iblis dengan bukti peningkatan jumlah monster yang begitu besar setiap tahunnya. Tetapi jika dibandingkan dengan benua lainnya, peningkatan ini tidak sebesar dengan benua bernama Hourland.
Hal penting lainnya yang Rein ketahui yaitu batu bersinar yang dia dapatkan beberapa waktu lalu, juga ketika mengalahkan monster adalah batu sihir yang memiliki harga jual.
Beruntung Rein menyimpan semua yang dia dapatkan karena menganggap batu-batu itu memiliki warna yang cantik, dengan begitu, dia mendapatkan beberapa uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pembicaraan mencapai puncaknya ketika Rein bertanya tentang keberadaan desa, ini juga menjadi pertanyaan terakhirnya.
“Aku ingin pergi ke desa terdekat, apakah kamu mengetahui sesuatu?” Rein menatap Tia sebentar, kemudian kembali memainkan ranting pohon dengan memutar-mutarnya di tangan.
“Sekitar 14 jam perjalanan ke arah selatan, aku sarankan untuk berangkat pagi-pagi karena pada malam hari, monster semakin mengganas,” jawab Tia.
Menjadi masuk akal bagi Rein untuk mendengarnya. Beberapa monster yang dia temui beberapa hari belakangan, ketika siang mengganti malam, para monster benar-benar menjadi ganas. Jadi tidak ada salahnya untuk mengikuti saran darinya.
“Hm, baiklah. Setidaknya aku sudah mengetahui beberapa hal tentang dunia ini. Terima kasih banyak.” Rein membungkukkan badan.
Tia menggelengkan kepala, juga menggerakkan tangan. Dia tidak merasa begitu membantu, dan seharusnya dia adalah orang yang mengatakan hal tersebut. Tetapi dengan maksud perkataan Rein sebelumnya, dia menjadi heran.
Maksudnya, kenapa orang seperti Rein yang seharusnya tinggal di dunia ini tidak mengetahui informasi apa pun? Ini sangat janggal. Lantas dia memilih untuk membungkam dirinya sendiri, merasa kasihan, karena mungkin Rein adalah anak yang terisolasi.
“Aku tidak pantas menerimanya. Seharusnya aku yang berkata demikian karena sudah mendapatkan tumpangan untuk semalam. Kamu juga merawat lukaku ....”
Rein tersenyum tipis menanggapinya, sedangkan suara dengkuran Pasitheia benar-benar mengganggu ketenangan ini.
Tia kemudian berdiri dari batu yang didudukinya. Ini adalah perpisahan dan Tia mengetahuinya.
“Aku akan melanjutkan perjalanan, jadi selamat tinggal!”
Tia melambaikan tangannya, mulai berjalan berlawanan arah dengan desa yang dimaksudnya. Namun langkah kakinya tersendat ketika tangan seseorang menggapai pundaknya dari belakang.
Rein menyodorkan pedang yang didapatkannya, memberikannya kepada Tia karena khawatir tentang keamanannya.
“Ini pedang untuk berjaga-jaga.”
Gelengan kepala dipakai untuk menolak oleh Tia, dengan begitu, tangan Rein yang bergetar secara perlahan turun dari sana. Dia tidak mengerti mengapa Tia tidak menginginkannya.
“Tetapi, kenapa?” tambah Rein.
“Aku tidak cocok dengan pedang, jadi aku memakai sihir dan memanfaatkannya sebagai alat perlindung diri.”
Rein mengangguk, dia sudah cukup mengerti apa yang terjadi. Mungkin karena itu juga Tia tidak membawa alat pelindung diri ketika masuk ke dalam hutan ini.
“Tetapi ... kenapa dia tidak menggunakan sihir ketika kau terjebak kemarin? Mungkinkah yang dia maksud dengan 'mana' yang terkuras habis karena sebuah alasan?” gumam Rein, menepatkan tangan pada kedua dagunya, bingung.
Ketika Rein menggerakkan bola matanya lagi, keberadaan Tia sudah menghilang dari pandangannya.
Terlepas dari semua itu, Rein sudah memutuskan untuk pergi ke desa yang dikatakan oleh Tia di keesokan harinya. Sebelum itu, tentu dia harus mendiskusikannya dengan Pasitheia agar semua berjalan lancar.
Rein berbalik badan, dia secara perlahan kembali ke selter dan memastikan beberapa makanan untuk menjadi sarapan. Sebuah apel menjadi korbannya.
Rein menggigit apel itu, di saat yang sama juga Pasitheia bangun dari tidurnya. Dia memang penidur berat, seakan-akan dalam keadaan mati ketika dalam mode kehilangan kesadaran.
“Kau seharusnya memberikan itu untukku, Rein!” Pasitheia bernada keras, menyatukan kedua alisnya.
“Tidak perlu seperti itu, kita memiliki beberapa buah lagi. Tetapi aku ingin membahas sesuatu denganmu.”
Nada serius yang dikeluarkan oleh Rein tidak cukup untuk menyadarkan wanita itu. Dia berbalik kesal.
“Memakan buah-buahan segar di pagi hari memang yang terbaik!” Mata Pasitheia berbinar, sekali lagi dia menggigit buah apel tersebut tanpa mempedulikan apa yang dikatakan oleh Rein.
“Hei, dengarkan aku. Kita akan segera pergi dari tempat ini. Aku dengar, terdapat sebuah desa yang berjarak beberapa jam dari sini.”
Rein mengepalkan tangan dengan kuat ketika apa yang dikatakannya sama sekali tidak didengar. Merasa putus asa, maka dia akan melakukan seusai rencana tanpa harus mendengarkan pendapat Pasitheia.
“Kau seharusnya mencari lebih banyak makanan lagi, Rein.”
Berkata seperti itu malah mengundang emosi yang lebih memuncak lagi. Padahal dia adalah orang yang meminta untuk mengalahkan raja iblis, tetapi apakah dia melupakannya?
Dasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Selfi Azna
padahal ceritanya seru lo...
2021-06-03
0
John Singgih
sungguh menyebalkan
2021-03-04
0
Ashrwnvptr_
Inilah Alasan Gua Benci Orang Baik..
2021-02-17
0