Hari telah berlalu, Rein memutuskan untuk kembali lagi ke tempat di mana buah dengan bentuk mirip apel itu berada. Berdiri dari batu yang didudukinya, dia berjalan pergi.
“Rein, kau mau ke mana?” Pasitheia bertanya, tetapi tak sekalipun dia mengubah posisi badannya, bersandar pada pohon.
“Mengambil buah,” jawab Rein segera, dia berhenti. “Apa kamu ingin ikut?”
“Buah? Baiklah, kebetulan aku sangat lapar.” Pasitheia berdiri.
Rein menjadi heran sekaligus terkejut jika wanita ini ingin mengikutinya. Tidak seperti biasa.
Dia melangkahkan kakinya dan menghilangkan pemikiran tak berguna itu, kini mereka sudah cukup aman setelah memiliki racun saga rambat pada bagian ujung tombaknya.
“Apa kita akan keluar dari hutan ini segera? Aku ingin kau mengalahkan raja iblis, seperti janjimu itu.”
“Aku masih belum bisa memutuskannya. Setidaknya sampai persenjataan dan persediaan makanan yang kita miliki memadai untuk melakukan perjalanan. Karena hutan ini lebar, pasti sangat berbahaya melintasinya dan bergerak lebih jauh.”
Menghembuskan nafas, Pasitheia dapat memakluminya sedikit. Tetapi ketika sudah keluar dari hutan ini, dia berniat untuk terus mendesak Rein agar mengalahkan raja iblis. Bagaimanapun, kembali ke alam para dewa adalah tujuan utamanya.
Mereka sampai di salah satu pohon yang berdiri sendiri di tengah-tengah lapangan kecil dengan ruang lingkup sebesar 4 meter.
Pohon buah yang sama dengan yang dia temui beberapa hari sebelumnya.
Pasitheia berlari ke sana, memetik buah dan memenuhi tangannya dengan buah-buahan. Memaksa Rein untuk menegurnya.
“Jika kamu memetik semua, kita tidak memiliki cadangan makanan. Terlebih lagi, ini adalah hutan, para hewan herbivora juga memiliki hak atasnya.”
“Kau selalu saja cerewet!” gerutu Pasitheia, memalingkan wajah karena kesal.
Rein mendekati Pasitheia, dia mencoba untuk mengambil buah tersebut dan ikut menikmatinya. Tetapi wanita itu jauh lebih serakah dari apa yang perkirakan.
“Tidakkah kamu terlalu serakah? Jika aku kehilangan nyawa karena kelaparan, mustahil kmau dapat kembali lagi ke sana, tempatmu berasal.”
Rein memundurkan tangannya, dia rasa apa yang dikatakannya itu sudah cukup untuk membuat Pasitheia berbagi makanan. Terlebih lagi, dia memang kunci utamanya, bukan?
“Hmp! Meskipun begitu, kau hanya akan mendapatkan sebuah!”
Pasitheia memilah salah satu buah dengan bentuk terkecil, memberikannya kepada Rein. Remaja itu hanya dapat tersenyum, dari apa yang diketahuinya, semakin kecil ukuran buah tersebut, maka akan semakin nikmat rasanya pula.
Wanita itu baru saja memberikan emas secara percuma.
“Terima kasih.” Rein tersenyum kecil.
Pikirannya beralih ketika mendapati tanaman bernama saracennia yang berada di salah satu tempat yang tak jauh dari keberadaannya, sebuah tanaman pemakan serangga yang memiliki bau harum.
‘Jika dipikirkan lagi, beberapa hari belakangan ini aku melihat rusa yang meminum air di sungai. Mungkinkah untuk membuat jebakan?’
Berpikir demikian, Rein sudah membulatkan tekatnya. Dia akan segera membuat jebakan, yang menambah alasannya sendiri juga adalah bahwa Rein ingin mencoba dagingnya.
“Sudah diputuskan!”
Pasitheia yang menikmati makanan menaikkan alisnya, penasaran, mencoba bertanya.
“Apa yang kau rencanakan? Aku harap itu bukan sesuatu yang bodoh dan tak bermanfaat.”
“Seharusnya kamu menggunakan air untuk berkaca,” balas Rein.
“Kejam! Kau pasti akan aku hukum jika berada di alam para dewa!”
“Jika.” Rein menekankan suaranya, membuat Pasitheia terdiam dengan raut wajah penuh emosi. Mengepal tangan.
“Ayo kita pulang, semakin lama di sini akan semakin berbahaya.” Rein sedikit tersenyum kepada Pasitheia, kemudian dibalas dengan Pasitheia yang meludah karena kesal.
****
Rein sudah menemukan tempat di mana dia akan membuat jebakan. Lebih memilih sebuah lubang yang digali dengan ukuran dalam karena dia tidak memiliki tali yang kuat ataupun akar yang dapat digunakan sebagai jebakan.
Dengan demikian, Rein mulai menggali. Menggunakan tangan sedikit menyulitkan, tetapi tempat yang ditentukannya sangat mendukung kegiatan Rein. Itu tanah dengan struktur yang lembut dan mudah digali.
Sebagai langkah pertama, dia memastikan untuk membuat perangkap pada area yang sedikit jauh dari tempat di mana mereka beristirahat. Selain itu, tempat yang akan dipasangkan jebakan adalah jalan yang sering dilewati oleh hewan-hewan.
Beberapa jam telah berlalu, Rein menemukan sebuah batu berwarna merah delima yang bersinar redup ketika menggalinya. Merasa bahwa benda itu aneh, dia membawanya kepada Pasitheia.
“Jangan mendekatiku dengan tubuh kotormu itu!” teriak Pasitheia ketika menyadari Rein yang berjalan ke arahnya.
Rein merasa kesal, tetapi memilih untuk tidak mempermasalahkannya. Terlebih lagi, dia baru sadar bahwa gaun yang dikenakan oleh wanita itu tidak pernah kotor, membuat Rein cukup iri karenanya. Berbeda dengan Pasitheia, Rein masih menggunakan pakaian sekolahnya yang sudah compang camping, tetapi cukup untuk melindungi daerah privasinya.
“Ngomong-ngomong, aku menemukan sebuah benda. Apakah kamu mengetahuinya? Aku rasa ini cukup menarik, secara ini adalah dunia fantasi seperti di novel-novel, bukan?” Rein bertanya lembut.
“Aku tidak tahu! Jangan pernah bertanya padaku karena dunia ini bukan berada di bawah wewenangku. Hanya dewa-dewi kelas atas yang memiliki wewenang.”
Rein mengambil kesimpulan cepat atas apa yang dikatakan oleh Pasitheia.
“Itu berarti bahwa kamu merupakan dewi kelas bawah, bukan?”
Rein tidak bermaksud untuk mengatakannya dan kata-kata itu keluar begitu saja.
“Hei! Berhenti menghinaku. Setidaknya posisiku lebih tinggi dari manusia rendahan sepertimu!” Pasitheia menatap tajam Rein, merasa kesal.
“Baiklah, baiklah. Aku minta maaf,” Rein memutar badannya, memasukkan benda tersebut ke dalam saku celana, berniat untuk melanjutkan kegiatannya sebelum hari semakin malam.
****
Beberapa hari sudah berlalu sejak pertama kali Rein mulai menggali. Itu adalah lubang dengan kedalaman 10 meter, cukup untuk mencegah binatang yang terperangkap keluar dari sana.
Rein juga secara perlahan menutupi lubang dengan lebar 2 meter tersebut menggunakan kayu yang lunak dan cukup kuat untuk menopang dedaunan yang dijatuhkan di atasnya.
Merasa pekerjaan telah selesai, Rein menghembuskan nafas lega. Dia sudah cukup puas dengan kerja kerasnya selama ini, dengan begitu satu dari banyaknya masalah sudah teratasi. Kini tinggal menunggu waktu sampai mereka harus membuat tindakan yang lebih lagi.
Rein kembali dan meninggalkan tempat tersebut. Dia kali ini berniat untuk pergi ke atas air terjun, satu hal yang dia ketahui bahwa terdapat sumber air panas di sana. Yang mana dapat digunakan untuk mengistirahatkan tubuh dan merilekskannya.
Melepas pakaian, Rein masuk ke dalam air panas dan menyenderkan tubuh pada batu untuk menopang tubuhnya. Sudah sangat lama sejak terakhir kali dia menikmati mandi seperti ini, membuatnya merasa rindu dengan bumi.
Menampar kedua wajah, Rein tersadarkan.
“Bodohnya aku. Meskipun aku ingin kembali ke sana, tetapi itu sudah bukan duniaku lagi.” Rein sedikit menunjukkan senyuman, menikmati pemandangan dari matahari terbenam yang jarang dinikmatinya. Terhanyut dalam pikiran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Jjlynn Tudin
punya dalam korek spi 10meter 🤭
2023-03-24
0
De'Ran7
pantesan di buang...orang sifatnya angkuh gitu..kaga ada yg mencerminkan seorang dewi..yg ada dewi abal² kali ya
2022-10-15
0
Selfi Azna
seru ya...baru nyadar aku loooo
2021-06-03
1