Rein sudah bersiap-siap untuk berangkat, satu hari telah berlalu setelah kemarin dan subuh menjadi waktu dia memulai perjalannya. Dia membawa barang sebisa mungkin, memastikan untuk tidak berlebihan karena itu akan mengganggu.
Membangunkan Pasitheia, Rein menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan ranting pohon. Kejadian beberapa waktu lalu cukup untuk membuatnya trauma dan memilih untuk menghindar sejauh mungkin.
Namun Pasitheia yang merupakan penidur berat sama sekali tidak terbangun. Beruntung seekor stinkbugs menghinggapi wajah Pasitheia tanpa perlu diundang oleh Rein terlebih dahulu.
Dia terkekeh, menebak reaksi menyebalkan apa lagi yang mungkin akan diperlihatkan oleh Pasitheia.
Pasitheia mengendus, tidurnya terganggu karena bau menyengat yang membuatnya jengkel. Sesuatu yang bergerak di wajahnya juga menggelikan dan kaki-kaki yang merayap itu mengerikan, itu membangunkannya dengan teriakan keras.
Rein terjatuh dan berada di posisi jongkok, dia cukup terkejut dengan teriakan tadi. Pandangan mata yang tajam melesat tepat ke arah matanya, tetapi tidak berlangsung lama karena wanita itu terlebih dahulu merasa harus membersihkan wajahnya dengan menggunakan air.
“Sialan kau, Rein! Aku akan menghukummu dengan kekuatan dewi!” umpat kesal Pasitheia. Menyumbat hidung dengan tangan kanan, sedangkan tangan lainnya berusaha untuk menyingkirkan bau itu menggunakan air.
Udara yang dingin dan air yang segar membuat kakinya menggigil. Dia terus memperlihatkan wajah kesalnya dengan tatapan tajam, memperhatikan Rein dengan aneh karena apa yang dilakukannya.
“Kenapa kau merusak tempat tidurmu sendiri? Jangan bilang kau sengaja agar dapat tidur bersamaku?” Pasitheia menarik alis. Dia berhenti untuk mengusap wajahnya menggunakan air meskipun bau menjengkelkan itu masih menyengat di hidungnya.
“Aku sudah bilang kemarin. Kita akan pergi ke sebuah desa yang berada di bagian selatan.” Rein tidak memperhatikan Pasitheia sama sekali. Dia sibuk.
“Apa kau bilang? Dari mana kau tahu jika ada sebuah kota yang berada di arah selatan?” Pasitheia tidak percaya dan menertawakannya, dia kembali melanjutkan kegiatannya barusan.
Semua ini bukan salah Rein sepenuhnya, dia sudah mencoba untuk menjelaskannya kepada Pasitheia kemarin. Namun wanita ini lebih memilih untuk mengabaikannya.
“Ikuti saja jika kamu ingin aku untuk mengalahkan raja iblis.”
Rein sebenarnya belum memutuskan tujuannya secara pasti untuk mengalahkan raja iblis atau tidak. Dia tidak memiliki alasan kuat untuk bertindak lebih jauh lagi, karena dia sama sekali tidak tahu seperti apa raja iblis sebenarnya. Adapula kemungkinan jika dia bukan orang jahat atau seperti yang dikatakan oleh orang-orang itu.
Namun untuk tujuan pasti yang memang sudah diputuskan oleh Rein sejak dia pindah ke sini adalah dia yang hanya ingin untuk hidup damai di sebuah tempat yang sepi dan jauh dari penduduk.
“Hmph! Aku mengerti.”
Dimulailah perjalanan mereka. Benar-benar sebelum matahari terbit agar mereka dapat menghindari malam hari dan keluar dari hutan secepat mungkin.
Seperti yang diketahui oleh Rein, semakin dekat dia dengan bagian luar hutan, semakin kecil pula bahaya yang berada di sekitarnya.
Dia melewati semak-semak dan menebasnya ketika menerobos menjadi hal yang mustahil. Peralatan yang diberikan oleh Tia sebelumnya cukup membantu, seperti botol minum yang dia berikan secara percuma itu. Dengan ini, dia tidak perlu lagi mengkhawatirkan kesediaan minuman selama perjalanan.
Pasitheia kembali membuka tutup botol, dia meminum dengan satu kali tegukan penuh untuk menghilangkan dahaganya. Ini sudah yang ke beberapa kalinya dan Rein sudah mulai meragukan keberadaan air di dalamnya.
Dia mengambilnya dari Pasitheia, masih terasa sedikit berat. Begitu dia tuangkan ke dalam mulut, hanya beberapa tetes air yang mengalir.
“Kau menghabiskannya ....”
“Hah? Bukankah sudah wajar untuk memberikan pengorbanan yang lebih kepada seorang dewi?”
Dia bermasalah. Mungkin otaknya perlu diputar terlebih dahulu agar dia memahami posisinya saat ini. Sudahlah. Rein kembali memfokuskan pandangannya ke depan. Sudah cukup bagus untuk mengetahui Pasitheia tidak menghambat perjalanan ini. Tetapi dengan demikian, mereka kehabisan sumber air bersih.
‘Ngomong-ngomong tentang air bersih, aku berpikir untuk kembali ke sumber air panas itu,’ batin Rein.
Memikirkan sumber air panas yang berada di atas air terjun sudah cukup untuk membuatnya ingin kembali ke sana. Sangat disayangkan karena dia meninggalkan tempat tersebut.
Semakin Rein bergerak ke arah selatan, semakin besar dan tinggi pula pohon-pohon yang ada. Mereka terlihat berjajar rapi, seperti seseorang sengaja menanamnya.
Semak belukar yang dia temukan secara perlahan mulai menghilang dan digantikan dengan rumput-rumput pendek yang tumbuh di tanah. Sama sekali tidak menghalangi mereka untuk terus melangkah maju. Tetapi sinar matahari tak menembus dengan baik tempat seperti ini.
“Tempat ini mengerikan.” Pasitheia menelan ludah, dia berpegang tangan pada pundak Rein. Tangannya bergetar.
“Lepaskan tanganmu. Itu menggangguku untuk bergerak bebas.”
Meski sudah diperingatkan oleh Rein, Pasitheia tak kunjung menurutinya. Dia semakin menguatkan pegangan ketika suara aneh yang bergetar tiba-tiba muncul entah dari mana.
Ranting berderak, Pasitheia semakin merasa merinding. Cengkeramannya semakin kuat pada bahu Rein dan menyakitinya, hingga ditepis segera oleh Rein sebelum berakibat lebih fatal lagi.
Rein mengetahui seekor monster memperhatikannya sedari tadi. Berasal dari arah barat, Rein menaikan pedangnya dan berteriak ke arah sana.
“Keluarlah! Aku tahu kau berada di sana!”
Sebenarnya Rein tidak yakin tentang keberadaanya dan hanya memanfaatkan indera pendengar untuk mengetahuinya. Tetapi apa yang dia tebak benar, seekor monster dengan warna kulit hijau dan membawa kapak yang dipenuhi oleh paku muncul dari balik pohon.
“Hah? Aku kira itu monster yang lebih kuat lagi. Ternyata hanya monster menyedihkan!” Pasitheia memutar bola matanya.
Rein sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Pasitheia tentang monster menyedihkan atau apalah itu. Dia lebih memilih untuk waspada dan memperhatikan setiap gerakannya. Terlebih lagi dengan otot-otot yang timbul itu, monster di hadapannya terlihat menyeramkan.
Ketika monster itu berlari ke arah mereka berdua, Rein menarik pedangnya ke belakang. Dia siap untuk menahan serangan, kalau memungkinkan juga memberikan serangan yang ampuh menggunakan racun yang dia miliki.
Menangkis gada musuh dengan pedang yang dia miliki, Rein mencoba untuk menendang monster tersebut. Tetapi tubuhnya terlalu kokoh dan kuat untuk dirobohkan.
“Baiklah, bagaimana dengan ini?!” Rein tersenyum tipis. Dia menghentikan pertahannya dan bergerak lincah ke bawah monster tersebut untuk menggapai titik buta. Saat dia berada di belakangnya, Rein menusuk tepat di jantung.
Namun monster tersebut masih memiliki kesadarannya, daripada melemah dan kehilangan nyawa, dia menjadi lebih ganas dan menyerang secara membabi buta. Dia berhasil memojokkan Rein hingga terlempar ke pohon. Rein memuntahkan darah, itu terasa sangat sakit untuk menerima serangan yang dipenuhi oleh paku berkarat. Akan berakibat fatal jika ini dibiarkan begitu saja.
Rein tidak menyerah, dia masih mencoba untuk berdiri ketika monster tersebut hendak memberikan serangan terakhirnya. Namun ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
John Singgih
teman yang tidak berguna
2021-03-04
0
°S~code°•
tidak seru membosankan
2021-01-26
0
KING. OF BLACK HEART🔫
eh ada mizu
2020-09-23
2