Udang yang dimakannya memiliki aroma, tekstur, dan rasa yang unik. Seperti rasa manis yang dengan tiba-tiba muncul ketika dia memakan bagian kepala dari udang tersebut, aromanya yang ringan dan tekstur yang kenyal ikut berperan dalam menambah kenikmatan.
Tetapi yang menarik dari semua itu adalah bahwa dia merasakan rasa yang tidak diketahuinya, terasa asing di lidah. Juga cangkang dari udang ini melunak ketika mereka mati setelah 10 menit. Satu informasi yang begitu membantu bagi Rein yang sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang dunia ini.
Rein mengangkat wajahnya dan melihat ke atas batu pipih yang digunakannya untuk memasak, tetapi semua udang yang telah matang habis dimakan Pasitheia.
Rein menggelengkan kepala, dia sebenarnya merasa kesal karena makanannya habis tak tersisa. Padahal sebelumnya mereka sudah membagi secara rata.
“Dewi Pasitheia, bukankah kamu terlalu banyak memakannya?”
Pasitheia tertawa bodoh, memalingkan wajah untuk menghindari kesalahannya. Tetapi Rein berusaha untuk tidak mempermasalahkannya lagi.
“Bersyukurlah karena sudah memberikan persembahan terhadap diriku ini, manusia lemah!” Pasitheia tertawa dengan bangga.
Sepertinya memang ada yang salah dengan otak wanita ini.
Rein berdiri, jika ingin hidup di dunia yang baru ini maka dia harus beradaptasi dengan cepat atau juga bisa pergi ke desa terdekat. Tetapi dari apa yang dia perhatikan ketika terjatuh dari ketinggian, sejauh mata memandang, hanya hutan dan pepohonan tinggi yang menjadi pemandangan.
Dengan begitu, Rein memutuskan untuk membangun sebuah selter darurat yang dapat digunakannya untuk berlindung. Terlebih lagi, langit mulai menghitam dan pertanda akan ada turunnya hujan tak lama lagi.
Rain memulai dengan mengumpulkan ranting, batang pohon, dan dedaunan yang dapat dia kumpulkan. Tentu untuk tidak memilih secara sembarangan, seperti dia harus mencari daun yang luas dan lebar, memiliki sifat dasar seperti daun talas agar dapat mengalirkan air dengan baik.
Rein melanjutkan dengan menyusuri sungai.
Beberapa waktu telah berlalu sejak Rein menyusuri sungai, kini dia berniat untuk kembali ke tempat di mana Pasitheia berada. Semua karena dia tak dapat menemukan satu pun daun yang diinginkannya, memaksa Rein untuk menggunakan bahan seadanya.
“Apa yang kau lakukan?” Pasitheia terlihat penasaran dengan apa yang Rein lakukan, menarik alis ke atas.
“Membangun selter,” jawab Rein tanpa mengalihkan perhatian. “Apa kamu mau membantu?” tambahnya.
“Aku tidak tertarik!”
Seperti apa yang sudah diprediksi oleh Rein sendiri, sangat mustahil bahwa seseorang yang memiliki sifat angkuh sebagai seorang dewi itu akan membantunya.
Bekerja. Rein terus melakukan seperti apa yang harus dia lakukan. Dia juga membangun tempat yang sedikit lebih luas agar Pasitheia dapat ikut bersamanya.
Rein kemudian mengingat kejadian pagi tadi. Dia tidak ingin hal itu terjadi lagi dan nyawanya melayang karena kekuatan dari Pasitheia, oleh karena itu, maka dia akan membangun dua tempat terpisah untuk mereka tidur. Setidaknya, itu bisa menunda kematiannya dan menyingkirkan sesuatu yang tidak membahayakan.
Rein juga membangunnya sedikit berjauhan dari pohon dan sungai. Sangat memungkinkan air sungai meluap di waktu yang tidak diinginkan. Selain itu, membangun di bawah pohon memiliki dampak yang sama besarnya. Misalkan serangga berbahaya dan petir yang menyambar dikala dia tidak beruntung.
Untuk itu, tanah yang sedikit terbuka menjadi tempat persinggahannya. Itu tidak terlalu jauh dari sungai, jadi Rein dapat tenang karenanya.
Memerlukan kerja keras dan tenaga ekstra untuk membangun tempat perlindungan, terlebih lagi dia membangun untuk dua orang. Akan lebih baik jika semua itu digabung, tetapi karena keadaan dan demi keamanan, Rein memilih jalan yang susah.
Menancapkan kayu di tanah dan membuat alas menggunakan dedaunan yang sudah dibersihkan agar menghindarinya dari serangga, membangun atap yang kokoh dan terbuat dari dedaunan. Berhasil bertahan dari terpaan angin dan semua dilakukan oleh Rein seorang diri.
Tanpa terasa 8 jam telah berlalu sejak pertama kali Rein memulai membangun selter darurat super sederhana. Ini memerlukan kerja keras, dia tidak memiliki peralatan yang memadai, dan kekurangan tenaga kerja menjadi kendala. Tetapi, kerja kerasnya terbayarkan segera setelah melihat hasil yang memuaskan.
Itu adalah sebuah selter darurat yang kokoh dan siap diterjang oleh angin yang lebat. Lengkap dengan tempat memasak dan tempat tidur yang sedikit lebih nyaman.
Perut Rein benar-benar kosong, karenanya dia mulai mengumpulkan udang seperti sebelumnya. Tetapi hasil tangkapan Rein tidak sebanyak sebelumnya, hanya 5 ekor yang dapat ditemukan. Memaksa dia untuk menahan lapar lebih lama lagi.
Pasitheia menghampiri Rein setelah begitu lama tertidur di bawah pohon. Beruntung hujan yang diperkirakan tadi harus tertunda dan hinggap di daratan yang sama sekali tidak diketahuinya.
“Kau benar-benar melakukan hal yang tidak berguna, ya?”
Entah kenapa Rein mulai kesal dengan sikapnya itu. Tidak bisakah dia menghargai kerja kerasnya? Bahkan Rein sudah membangun dua tempat berbeda agar Pasitheia dapat tidur dengan nyenyak.
“Karena kamu sebelumnya sudah memakan seluruh bagian aku, maka untuk makan malam, aku akan mengambil 3 ekor.” Rein langsung menyisikan udangnya untuk disimpan, tetapi tangan Pasitheia menghadang dan bergerak lebih cepat.
“Aku sangat lapar, tidak bisakah kau mengalah terhadapku?” Pasitheia memelas, memohon belas kasih.
Menggaruk kepala, tak dapat bertindak apa pun, Rein memberikan 1 ekor udang miliknya kepada Pasitheia. Dia membutuhkan energi dan gizi yang cukup, tetapi entah bagaimana, Rein sulit berkutik ketika mendapatkan perlakuan seperti itu.
“Terima kasih!” Pasitheia tersenyum manis, puas karena bisa membodohi Rein.
Rein sedikit melongo. Dia tahu bahwa Pasitheia memiliki wajah yang cantiknya di atas rata-rata, tetapi dengan senyuman itu, dia terpaku. Kecantikan yang natural diperlihatkan dengan senyuman manis itu. Dengan segera menggelengkan kepala dan menyadarkan diri, Rein memalingkan wajah.
‘Sadar Rein, ingat masa lalu kelammu!’ Rein mengingatkan dirinya sendiri pada masa lalu buruk yang pernah dia alami. Menampar kedua pipi.
Sedangkan di satu sisi Pasitheia masuk ke dalam selter miliknya, merebahkan tubuh, tetapi ini sama sekali tidak nyaman. Sama seperti saat dia tidur bersandar dengan pohon sebelumnya.
“Ini buruk! Kau memang tidak memiliki keterampilan dalam membuat sesuatu!” teriak Pasitheia.
Untuk kedua kalinya, Rein merasa kesal. Pikirannya tentang Pasitheia benar-benar berubah. Sikap dan wajahnya benar-benar tidak sinkron, mubazir untuk dimiliki oleh seorang wanita yang berperilaku buruk seperti dirinya. Tetapi sekali lagi, Rein memilih untuk diam. Dia enggan memancing masalah yang tidak diperlukan, mengisi perut dengan air mungkin pilihan terakhir.
Rein termenung, menatap dalam-dalam api yang berkobar. Hari sudah semakin malam, dia bersyukur bahwa dapat menikmati kehidupan untuk kedua kalinya.
Menyenderkan tubuh di pohon, Rein menatap langit malam yang begitu indah. Dengan hiasan bintang yang bersinar dan bulan yang berbentuk sabit, serta angin yang membuatnya menggigil, itu terasa begitu menenangkan dan kedamaian yang dia dambakan .
Dan setelah beberapa waktu berlalu, Rein masuk ke dalam selter dan memejamkan matanya. Bersiap untuk menghadapi hari esok, di mana dia akan berjalan-jalan ke sekitar untuk mencari makanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
De'Ran7
nih dewi songong amat sih
2022-10-15
0
ShizenMaru
niat banget si author buat orang kesel. si mc nya kelewatan baik, emang sepenting itukah si cewe itu buat mc? tinggalin aja daripada nambah beban ga berguna. ngebantu juga engga
2021-03-20
0
John Singgih
menyebalkan, sikapnya sesuai dengan namanya bukan ?
2021-03-02
0