Keesokan harinya, sama seperti apa yang di katakan pak Rendra di hari sebelumnya bahwa dia akan mengadakan ujian, akhirnya terjadi juga. Aku yang sebelumnya sudah di beritahu pun, hanya bisa diam dan tegang.
Bagaimana tidak tegang, aku selalu teringat kata-kata hukuman dari mulut pak Rendra. Seketika membuat aku menjadi bergidik takut.
“Ada apa, Ra?” tanya Mia yang ternyata melihat tingkah anehku.
“Eh, tidak ada apa-apa, Mi.” Sahutku yang menengok ke belakang sambil menunjukkan senyuman yang di paksakan.
“Beneran, tidak ada apa-apa?” selidik Mia dan aku pun mengangguk lalu membalikkan badan ke posisi semula.
Setelah soal ujian telah selesai di bagikan, aku pun langsung melihat soal-soal yang ada di kertas ujian itu. Seketika kepalaku pusing dan tidak dapat mengingat semua yang sudah di ajarkan oleh pak Rendra.
Saat aku sedang diam karena tidak tahu harus bagaimana mengisinya, pak Rendra pun bertanya dengan suara lirih, “Ra, ada apa?”
“Eh... Hmm... Tidak ada apa-apa, pak.”
sahutku juga dengan suara lirih juga.
“Oh. Ya sudah, kamu cepat isi.” Perintahnya dan aku pun mengangguk.
Walau pun aku mengangguk tapi dalam hatiku, “Hadeuh... Ini gimana cara mengisinya?”
Keringat dingin pun sontak mengucur di keningku. Akhirnya, aku pun memutuskan untuk mengisi semua soal-soal tersebut sebisa aku.
Setelah beberapa saat kemudian, ujian pun selesai dan kini lembar jawaban pun sudah harus dikumpulkan.
Aku yang tidak yakin dengan jawabanku pun cuma bisa harap-harap cemas.
Saat masuk jam istirahat, tiba-tiba lagi-lagi aku di panggil ke kantor oleh pak Rendra. Tapi kali ini, dia menyuruhku lewat pesan singkat.
Entah dari mana dia dapat nomorku. Tapi yang pasti buat aku jadi punya firasat yang tidak enak.
“Haizz... Begini lagi. Jangan-jangan ini masalah ujian tadi. Hadeuh... Bisa gawat nih kalau memang begitu. Aku pasti dapat hukuman beneran ini, sih.” gumamku lirih.
Dan di saat bersamaan, rupanya Mia memperhatikan aku. Dia pun lalu berkata, “Kamu kenapa lagi sih, Ra? Hari ini kamu itu aneh deh.”
“Eh.. Hehehe... Aku tidak ada apa-apa, kok.” sahutku.
“Ya sudah kalau kamu tidak apa-apa. Ayo kita sekarang ke kantin.” ajak Mia sambil menggandeng tanganku.
“Eh... Eh... Tunggu dulu, Mi.” ucapku sambil menghentikan langkah kami.
“Ada apa, Ra?” tanyanya
“Hmm... Aku sepertinya tidak bisa ke kantin, deh.” ucapku.
“Kenapa?” tanyanya bingung
“Aku tiba-tiba ingat kalau aku ada urusan yang harus di selesaikan.” sahutku.
“Ha? Urusan? Urusan apa?” tanyanya kepo.
“Itu.. Tadi barusan kakakku kirim pesan. Dia menyuruhku untuk menyampaikan pesan pada pak Rendra.” sahutku.
“Pak Rendra? Apa hubungan kakakmu dengan pak Rendra?” tanya Mia yang terlihat seperti sangat penasaran.
“Hmm... Sebenarnya... Kakakku itu berteman dengan pak Rendra. Mereka teman sekolah waktu dulu.” jelasku.
“Oh, jadi seperti itu?!” ucap Mia yang sepertinya mengerti dan aku pun mengangguk.
“Ya sudah kalau begitu. Aku antar kamu ke pak Rendra. Setelah itu, kita kan bisa langsung ke kantin.” ucap Mia tanpa rasa bersalah dan langsung menarik tanganku.
Sementara itu...
“Lha? Kenapa jadi begini?” gumamku dalam hati.
Sesampainya kami di depan kantor, kami pun masuk dan langsung berjalan menuju meja kerjanya pak Rendra.
“Ehm.” ucapku.
“Oh, ka...” ucapannya langsung aku potong.
“Pak, tadi kakakku kirim pesan. Dia bilang kalau bapak di suruh ke rumah. Katanya mau ada yang di bahas sama bapak.” Ucapku sambil memberi isyarat kalau pak Rendra harus mengiyakan ucapanku di hadapan Mia.
Saat pak Rendra melihat ekspresiku, dia langsung mengetahui apa sebabnya aku berkata seperti itu.
“Oh, begitu. Ya sudah kalau begitu. Nanti pulang sekolah bapak akan ke rumahmu. O ya, sekalian saja kamu ikut sama bapak. Kita pulang bersama. Bagaimana?!” ucap pak Rendra yang membuatku spontan membelalakan mata.
“Hadeuh... Ini sih senjata makan tuan, namanya.” gerutuku dalam hati.
“Ra? Gimana? Kamu setuju tidak?” tanya pak Rendra sementara aku masih terkejut dengan keadaan yang seperti itu.
“Hai, Ra. Di tanya tuh sama pak Rendra.” ucap Mia sambil menyenggol pundakku.
“Eh... Iya... Iya. Ya sudah.” Sahutku sekenanya dan pak Rendra pun tersenyum.
“Ini, urusannya sudah selesaikan?” tanya Mia memastikan dan pak Rendra pun mengangguk.
“Ya sudah kalau begitu, pak. Kami pamit dulu. Mau ke kantin.” ucap Mia yang langsung menarikku pergi.
Aku yang masih termangu pun hanya bisa pasrah ketika di seret oleh Mia meninggalkan pak Rendra. Sehingga membuat pak Rendra tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
Saat setelah sampai di kantin sekolah, Mia pun langsung berkata, “Ra, kamu mau makan apa?”
“Eh, makan?” tanyaku yang sambil melihat kesekitar dan ternyata aku sadar kalau aku sudah berada di kantin sekolah.
“Iya. Kamu mau makan apa?” tanya Mia.
“Oh. Hmm... Aku mau makan mie rebus saja. Tapi pakai telur, ya.” sahutku.
“OK deh. Kalau begitu, kamu tunggu di sini. Aku pesankan dulu.” ucap Mia dan aku pun mengangguk sambil duduk.
Di saat aku sedang menunggu Mia, tiba-tiba saja ada pesan masuk ke hp ku. Dan saat aku melihat, ternyata pesan itu berisi...
“Ra, jangan lupa nanti pulang sekolah tunggu aku di tempat biasa. Kita pulang bersama.”
Setelah membaca pesan tersebut, seketika aku pun langsung menunduk lemas sehingga membuat dahiku terpentok meja dan membuatku langsung berteriak, “Aw...”
Dan di saat yang bersamaan, Mia pun datang lalu berkata, “Kamu kenapa, Ra?”
Mendengar ucapan Mia, aku pun langsung mendongakkan kepalaku sambil memegang dahiku dan kemudian berkata, “Eh... Aku tidak kenapa-kenapa, Mi.”
Melihat tingkahku yang seperti itu, Mia pun mencoba bertanya agar lebih yakin lagi, “Beneran kamu tidak apa-apa, Ra?”
Aku pun mengangguk sambil menunjukkan senyuman tercantikku.
“Ish... Kamu ini. Ya sudahlah kalau kamu tidak ada apa-apa, kita makan. Nih, pesananmu.” Ucap Mia pada akhirnya sambil memberikan pesananku dan kemudian duduk di sampingku.
“Terimakasih, Mi.” ucapku.
“Hmm...” sahutnya singkat lalu kami pun memakan makanan kami masing-masing.
***
Setelah beberapa waktu, akhirnya tibalah jam pulang sekolah. Aku yang dari tadi merutuki diri sendiri karena sudah bersikap bodoh dengan memakai alasan seperti itu pun hanya bisa tertunduk lemas.
“Ra, aku balik duluan, ya.” pamit Mia sambil menepuk dan aku pun mengangguk.
Tak lama kemudian, aku pun memutuskan untuk pulang. Dengan perlahan-lahan, aku berjalan menyusuri koridor sekolah menuju tempat biasa aku menunggu mobil.
Sesampainya di sana, aku melihat mobil yang biasa di kendarai oleh pak Rendra. Dengan langkah yang ragu, aku pun tetap melangkah mendekati mobil tersebut.
Saat aku sudah berada di samping percis mobil pak Rendra, tiba-tiba saja pintu mobil tersebut itu terbuka. Dari dalam mobil, tiba-tiba pak Rendra menengok dan melihat ke arahku lalu berkata, “Masuklah.”
Aku yang mendengar ucapannya itu pun dengan sedikit ragu akhirnya memutuskan masuk ke dalam mobil.
Saat berada di dalam mobil, aku hanya bisa terdiam dan pak Rendra pun menjalankan mesin mobilnya.
Setelah beberapa saat, kami pun sudah sampai di depan rumah. Namun, tiba-tiba saja...
“Cup..” keningku di kecup olehnya.
Dengan tatapan yang masih berada dekat di hadapanku, dia pun berkata, “Ini adalah hukuman buat kamu karena kamu tidak memperhatikan dan mengingat apa yang sudah aku ajarkan padamu. Nah...sekarang kamu masuklah.”
Dan di saat yang bersamaan jantungku berdetak dengan kencang. Aku hanya bisa diam terpaku menerima perlakuan seperti itu.
“Ra... Apa kamu tidak mau turun? Atau... Apa kamu mau aku kasih hukuman lagi?” ucapnya dengan nada menggoda.
Mendengar ucapannya, tiba-tiba aku pun tersadar dan berkata, “Eh... Iya iya, pak. Aku turun.”
Aku pun langsung turun dari mobil dan langsung lari masuk ke dalam rumah. Aku tidak tahu bagaimana ekspresi pak Rendra saat melihat sikapku ini. Tapi ya sudahlah. Aku sudah tidak peduli lagi. Yang aku pikirkan saat ini adalah sebisa mungkin menyembunyikan raut wajahnya yang mungkin saja memerah seperti warna strawberry matang.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Ney Maniez
😍
2022-07-17
0
Ney Maniez
😲😘
2022-07-17
0
Ney Maniez
🤭🤭🤭🤭
2022-07-17
0