Dengan gayanya yang santai dan senyumnya yang khas, wali kelasku pun masuk ke dalam kelas. Batapa terkejutnya aku dengan siapa yang akan menjadi wali kelas di kelasku.
“Pagi, anak-anak.” sapanya dengan nada ceria dan bersahabat.
“Pagi, pak.” Sahut semua siswa yang ada dalam kelas.
“Nah ... sebelum kita memulai dengan kegiatan belajar mengajar esok hari, bagaimana kalau hari ini kita semua saling memperkenalkan diri masing-masing?” ucap guru Wali kelasku atau ucap laki-laki yang aku yang sudah aku temui pagi ini.
“Sekarang biar bapak yang akan memulai perkenalannya terlebih dahulu.” ucapnya.
“Kenalkan, nama bapak Rendra Adika Nugraha. Panggil saja dengan panggilan Pak Rendra. Bapak berusia 22 tahun. Di sekolah ini, bapak akan mengajarkan kalian mata pelajaran matematika. Nah, kalian semua, apakah ada pertanyaan untuk bapak?” ucapnya yang ternyata bernama Rendra.
“Saya, Pak.” ucap Mia.
“Iya. Kamu mau tanya apa?” tanya pak Rendra mempersilahkan Mia.
“Hmm... Pak, maaf. Apakah bapak sudah berkeluarga?” tanya Mia.
“Belum. Jangankan istri, pacar saja bapak belum punya.” sahutnya.
“Waah... Boleh tidak, kalau kami mendaftar jadi pacar bapak?” celetuk salah satu murid di kelas.
Mendengar celetukan itu, sontak membuat para murid cowo berseru, “Huuuuu, dasar.” Dan kelas pun menjadi gaduh.
“Sudah... Sudah...” ucap pak Rendra.
“Hmm... Untuk masalah itu, kita lihat saja nanti, ya.” lanjut pak Rendra.
“Nah, sekarang giliran kalian yang memperkenalkan diri masing-masing. Hmm... Kita mulai dari meja yang ada di dekat pintu masuk, ya.” ucapnya lagi.
Setelah mendapat instruksi seperti itu pun, kami pun akhirnya memperkenalkan diri kami masing-masing. Hingga akhirnya kini giliranku yang terakhir.
“Nah, sekarang yang terakhir giliran kamu. Nama kamu siapa dan umurmu berapa?” ucap pak Rendra.
“Hmm... Namaku Tiara Selena. Umurku 16 tahun.” ucapku dan dia pun tersenyum.
“Nah... setelah semuanya sudah saling berkenalan, bagaimana kalau kita membuat daftar kepengurusan kelas?” ucap pak Rendra.
Seketika kelas pun menjadi gaduh kembali. Melihat keadaan kelas yang berisik, akhirnya pak Rendra pun memutuskan agar dia lah yang akan memilih langsung nama-namanya.
Setelah semuanya sudah selesai di pilih dan di tentukan, tiba-tiba lagi-lagi aku terkejut...
“Lha? Kok aku dimasukkan dalam daftar?” gerutuku.
“Tiara, kamu kenapa?” tanya pak Rendra yang ternyata memperhatikan gerak-gerikku.
“Ha? Oh... Tidak ada apa-apa, pak.” Sahutku
Di saat yang bersamaan...
“Gini, nih. Tidak enaknya kalau duduk di depan percis meja guru.” gumamku dalam hati.
“Ya sudah kalau tidak ada apa-apa. Berhubung semuanya sudah selesai, kita mulai pelajarannya besok saja. Dan sekarang aku minta Tiara untuk datang ke kantor selaku sekretaris di kelas ini.” ucap pak Rendra.
“Ha?” sahutku spontan saat mendengar namaku dia sebutkan.
Dia pun tersenyum dan berkata, “Ya sudah kalau begitu. Bapak akan balik ke kantor dulu.”
“O ya, Tiara. Bapak tunggu kamu di kantor.” ucapnya dan seperti tadi... Sehabis bicara dia pun langsung nyelonong pergi.
Saat dia sudah tidak terlihat lagi, aku pun berkata, “Mi, kenapa nasibku begini sih?”
“Hehehe... Entahlah. Nikmati saja masa SMU ini, Ra.” ucap Mia.
“Ya sudah, sana. Sudah di tunggu pak Rendra di kantor, tuh.” lanjut Mia.
“Hik... Hik... Hik..., Mi. Aku tidak mau ke sana, Mi.” rengekku.
“Sudah, sana.” ucap Mia sambil mendorong badanku.
“Tapi... Kamu jangan pulang dulu, ya. Tunggu aku.” Pintaku.
“Iya... Iya.. Bawel. Siapa juga yang mau pulang?! Bel pulang saja belum berbunyi. Sudah, sana.” ucapnya.
Dengan langkah kaki yang malas, aku berjalan menuju kantor. Sesampainya di sana, aku melihat seorang laki-laki sedang duduk dengan melihat beberapa lembar kerta di tangannya.
Lalu ku coba beranikan diri untuk masuk dan menyapanya.
“Permisi, pak.” ucapku dan seketika dia pun langsung melihat ke arahku.
“Oh, kamu sudah datang. Sudah... Duduk dulu. Jangan tegang seperti itu.” Ucapnya.
Dan dalam hatiku saat itu...
“Hello... Woy.. Gimana aku tidak tegang. Lha bapak sendiri tadi pagi sudah bilang yang tidak-tidak sama aku.” Batinku.
“Eh.. Tiara.. Kamu tadi bicara apa?” tanyanya yang membuatku terkejut apakah dia bisa mendengar suara hati orang lain.
“Oh... Aku tidak bicara apa-apa, kok.” sahutku.
“Oh begitu. Bararti tadi cuma perasaan bapak saja kalau begitu.” ucapnya.
“Hehehe... Mungkin.” sahutku.
“Ya sudah. Kalau begitu, ini. Coba tolong kamu lihat tulisan bapak ini.” ucapnya sambil memberikan selembar kertas padaku.
“Hmm... Apa ini, pak?” tanyaku.
“Itu daftar nama yang tadi sudah di susun. Tolong kamu tulis ulang. Setelah itu kamu tempel di salah satu sisi dinding ruang kelas.” Jelasnya.
“Memang harus ya, pak?! Kan tidak usah di tempel juga tidak apa-apa. Toh mereka juga sudah pada tahu ini.” celetukku.
“Memang, sih. Tapi... Alangkah bagusnya jika dengan menempelkan ini, kalian jadi memahami tugas kalian masing-masing dan juga saling mengingatkan.” jelas pak Rendra.
“Lagipula bukan hanya ini saja kok yang di tempel.” lanjut pak Rendra.
“Maksud bapak, apa?” tanyaku bingung.
“Ini. Masih ada satu lagi yang juga harus kamu salin.” ucapnya lagi.
“Ini kalau tidak salah seperti jadwal piket ya, pak?” tanyaku memastikan.
“Yup.. Benar sekali. Itu jadwal piket. Nah, coba sekarang kamu salin ini. Setelah selesai, jangan lupa langsung di tempel. Ok.” ucapnya.
“Oh... Oke lah kalau begitu. Akan saya kerjakan.” ucapku.
“Nah, sekarang kamu sudah boleh balik ke kelas.” ucapnya dan aku pun menggangguk kemudian berbalik badan.
Sesampainya di kelas, Mia menegurku dan berkata, “Sudah beres? Memangnya tadi kamu di suruh apa?”
“Hmm... Aku di suruh nyalin ulang ini.” Sahutku sambil menunjukkan 2 lembar kertas.
“Oh. Tuh, kan. Hanya begitu saja. Kenapa tadi kamu kelihatannya tidak suka sekali di suruh ke kantor?” tanya Mia bingung.
“Kamu tidak tahu sih, Mi. Apa yang sudah terjadi padaku, pagi ini.” gumamku dalam hati.
“Hai, Ra. Kok kamu diam saja?” tanya Mia.
“Eh... Hehehehe.” hanya respon seperti itu yang bisa aku tunjukkan padanya.
“Ish.. Kamu ini.” ucapnya.
Saat kami sedang asik mengobrol, tiba-tiba bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku dan Mia pun akhirnya bersiap-siap untuk pulang.
“Ra, mungkin kita cuma bisa sampai pintu gerbang saja. Masalahnya beberapa waktu lalu aku pindah rumah. Jadinya sekarang rumah kita tidak searah.” jelas Mia.
“Oh, begitu. Ya sudah, Mi. Tidak apa-apa. Biar nanti aku akan hubungi kakakku untuk menjemputku.” ucapku.
Memang, aku ini anak ke dua dari 2 bersaudara. Aku mempunyai kakak yang sekarang juga sedang mengajar di salah satu SMP negeri di Tangerang. Nama kakakku adalah Zaki.
“Ya sudah. Kalau begitu, aku tunggu sampai kakakmu datang.” ucap Mia.
“Tidak perlu, Mi. Aku tidak apa-apa kok menunggu sendirian.” ucapku.
“Beneran tidak apa-apa?” tanyanya.
“Iya, Mi. Tidak apa-apa.” Sahutku.
“Ya sudah. Paling tidak, aku pulang setelah kamu selesai menghubungi kakakmu.” ucap Mia.
“Baiklah, Mi.” Sahutku yang langsung mencoba menghubungi kakakku.
Setelah beberapa saat, kakakku pun mengangkat ponselnya.
“Halo, kak.” ucapku.
“Iya. Ada apa, bocil?” tanya kak Zaki.
“Bocil... Bocil... Aku ini sudah besar, tahu.” protesku.
“O ya?! Kalau sudah besar, kenapa kamu belum punya pacar?” goda kak Zaki.
“Kakaaaaaaaaak..!!” teriakku kesal.
"Hehehe... Ada apa, Ra?" tanya kak Zaki.
"Kak, bisa jemput aku pulang, tidak?" tanyaku.
“Ya sudah... Ya sudah. Nanti kakak jemput. Kamu tunggu dulu di sana, ya. Jangan kemana-mana.” pesannya.
“Beres, bos.” Sahutku.
“Ya sudah. Kakak tutup dulu, ya. Kakak sedang ada rapat guru sebentar.” Ucap kak Zaki.
“Ok, kak.” Sahutku yang kemudian menutup teleponnya.
Setelah mengetahui kalau aku akan di jemput oleh kakakku, Mia pun akhirnya pulang duluan.
Setelah menunggu beberapa saat, tiba-tiba ponselku berbunyi lagi.
“Halo.” ucapku.
“Ra, rasanya kakak tidak bisa jemput kamu, deh.” ucap kak Zaki.
“Lha terus aku gimana, kak? Aku belum terbiasa di daerah ini.” rengekku.
“Ya sudah. Kalau begitu, biar teman kakak saja yang antar kamu pulang.” ucap kak Zaki.
“Teman kakak yang mana?” tanyaku.
“Tunggu saja. Nanti kamu juga akan tahu sendiri.” ucap kakakku.
“Ish... Kakak ini.” gerutuku.
“Sudah... Sudah... Kamu tunggu saja sampai dia datang. Sekarang kakak msu lanjut dulu rapatnya. Belum selesai masalahnya.” ucap kak Zaki yang kemudian menutup teleponnya.
“Ish.. Apa-apaan ini?! Punya kakak kok begini.” gerutuku sambil melihat ke arah ponselku.
Lalu di saat yang bersamaan, tiba-tiba...
‘Tin... Tin..’
Terdengar klakson mobil. Entah siapa itu. Tapi yang pasti dia sepertinya membunyikan klaksonnya untukku.
Beberapa saat kemudian, terbukalah kaca pintu depan mobil. Saat kulihat, ternyata...
“Astaga...”
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Ney Maniez
🤔
2022-07-17
0
𝐙⃝🦜ᴬᴸ❣️ᶠᴬ☠ᵏᵋᶜᶟ𒈒⃟ʟʙᴄ
mungkin temen kkaknya p rendra 😉
2021-12-21
1
Zifa Zifa
kenapa tiara ?, pasti pak rendra 😊😊😊😊😊👍👍👍
2021-03-24
1