Saat mendekati jam pulang sekolah, aku masih belum tahu apakah aku harus menunggu pak Rendra atau kabur. Aku benar-benar kacau. Pikiranku benar-benar tidak bisa fokus.
“Ra, kamu kenapa?” tanya Mia saat melihatku mengacak-ngacak rambutku.
“Eh? Ha?” sahutku.
“Apanya yang eh, apanya yang ha?” tanya Mia lagi
“Eh... Bukan apa-apa.” Sahutku sambil cengengesan
“Ish... Orang aneh. Terus kenapa kamu seperti orang bingung begini? tanya Mia.
“Oh.. Ini... Hmm... Itu... Hmm... Anu...” aku bingung mau bicara apa.
“Ha? Kamu ini kenapa? Dari tadi kok jawabnya tidak jelas gitu?!” tanya Mia.
“Eh? Hehehe... Aku tidak kenapa-kenapa kok.” sahutku.
“Hadeuh... Nih anak. Jawabannya dari tadi sama. Tidak kenapa-kenapa, tidak kenapa-kenapa. Aku jadi bingung sendiri.” ucap Mia sambil geleng-geleng kepala.
Mendengar ucapan Mia, aku pun hanya nyengir dan dia pun geleng-geleng.
“Maafkan aku, Mia. Aku bingung bagaimana harus menjelaskannya.” ucapku dalam hati sambil meletakkan kepalaku di atas meja.
Namun, ketika mendekati detik-detik jam pulang sekolah, aku di kejutkan oleh sesuatu.
“Permisi. Apakah yang namanya Tiara ada di kelas ini?” tanya orang itu.
“Ya. Itu dia orangnya.” sahut salah satu teman sekelasku.
“Oh, dia ya?!” tanya orang itu memastikan sambil menunjuk ke arahku dan temanku pun mengangguk.
“Kamu yang bernama Tiara?” tanya orang itu setelah mendekatiku.
“Iya. Ada apa ya?” tanyaku.
“Kamu di suruh ke kantor oleh pak Rendra.” ucapnya.
“Ha?” itulah ucapan spontan yang aku keluarkan dari mulutku.
“Kok ha, sih?! Awas ya, kalau kamu tidak datang. Nanti di sangka aku tidak sampaikan pesannya ke kamu.” ucap orang itu.
“Iya... Iya... Nanti aku ke sana.” sahutku kesal.
“Ya sudah. Kalau begitu aku balik.” ucapnya dan aku pun mengangguk lesu.
Setelah orang itu pergi, Mia mendekatiku dan bertanya, “Ada apa lagi, Ra? Kenapa kamu di suruh ke kantor oleh pak Rendra?”
“Entahlah, Mi. Aku tidak tahu.” sahutku lesu.
“Ya sudah. Sabar. Mungkin pak Rendra mau minta tolong sesuatu lagi sama kamu. Kamu tidak usah tegang begitu.” ucap Mia yang tidak tahu apa-apa.
“Iya, sih. Ya sudahlah.” sahutku yang tetap lesu.
Akhirnya, jam pulang pun tiba. Aku sangat enggan sekali untuk datang ke kantor. Tapi... Ini bagaimana.
“Hadeuh...” ucapku sambil menarik nafas panjang.
Ketika semua siswa sedang sibuk untuk berjalan ke luar, aku hanya duduk diam tak bergeming. Hingga akhirnya aku di sadarkan oleh kehadiran seseorang.
“Kamu masih di sini, Ra?” tanya orang itu yang ternyata pak Rendra.
“Ha?” ucapku sambil mendongakkan kepala.
Seketika aku sangat terkejut sekali. Sejak kapan pak Rendra berada di kelas ini.
“Kok ha, sih? Kamu ini aku minta datang ke kantor, tapi kenapa kamu tidak datang? Malah kamu duduk di sini.” protes pak Rendra.
“Maaf, pak. Bukan aku tidak mau datang, hanya saja aku masih enggan untuk ke sana?” ucapku.
“Ha? Kamu enggan? Kenapa kamu enggan?” tanya pak Rendra
“Aku... Mmm... Aku... Aku... Sudahlah, pak. Tidak kenapa-kenapa.” sahutku asal.
“Oh syukurlah kalau kamu tidak kenapa-kenapa. Berarti sekarang sudah bisa di mulai donk.” ucap pak Rendra.
“Di mulai? Memangnya kita mau ngapain, pak?” tanyaku.
“Kita akan mengulangi semua pelajaran yang tidak kamu mengerti.” sahut pak Redra santai.
“Ha? Apa? I—i—ini berarti kita akan belajar lagi?” tanyaku memastikan.
“Iya. Mulai sekarang dan seterusnya, kita akan belajar untuk mengulangi semua materi yang tidak kamu pahami. Sekaligus ini juga adalah salah servis tambahan yang aku katakan tadi pagi.” ucap pak Rendra santai.
“Ha?” lagi-lagi hanya itu ucapan yang mampu aku keluarkan dengan spontan membuat pak Rendra menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
“Ya sudah... Ya sudah. Sekarang kita mulai.” ucap pak Rendra sambil mengambil bangku dan meletakannya di samping mejaku.
Aku yang masih terkejut dengan kenyataan yang ada pun hanya termangu melihat sikap pak Rendra.
“Hai, Ra. Kenapa kamu melamun? Ayo sekarang kita mulai. Mana buku pelajaranmu dan mana saja materi yang tidak kamu mengerti?” tanya pak Rendra sambil menatapku.
“Eh? Iya... Iya...” sahutku sambil mengambil buku pelajaran yang dia ajarkan dan meletakkannya di atas meja.
“Ya sudah, tunjukkan mana yang tidak kamu mengerti.” ucapnya sambil melihat buku catatanku.
“Oh. Yang ini, pak.” sahutku sambil menunjukkan materi yang tidak aku pahami.
“Ok. Kalau gitu sekarang akan bapak jelaskan. Kamu perhatikan baik-baik, ya. Jika memang ada yang tidak kamu mengerti, kamu tanyakan ya.” ucap pak Rendra dan aku pun mengangguk.
Tanpa banyak basa-basi, pak Rendra pun dengan sabar menjelaskan satu per satu materi yang tidak aku mengerti.
Setelah beberapa saat menerangkan semua materi yang tidak aku mengerti, akhirnya pak Rendra pun bertanya, “Apakah sampai di sini masih ada yang tidak kamu mengerti?”
“Oh. Hehehe... Aku sudah lumayan mengerti, pak.” sahutku.
“Bagus. Kalau memang kamu sudah mengerti, besok bapak akan mengadakan ulangan dengan soal yang hampir sama dengan ini. Tapi... Jika jawabanmu masih banyak yang salah, kamu akan bapak beri hukuman.” ucap pak Rendra.
“Oh. Iya. Eh? Hukuman?” sahutku yang tiba-tiba baru sadar akan adanya kata-kata hukuman.
“Maksudnya hukuman apa, pak?” tanyaku
“Entahlah. Lihat saja nanti. Maka dari itu, kamu jangan sampai dapat nilai di bawah lima. Ok.” ucap pak Rendra.
“Oh. Ok.” sahutku dengan ragu-ragu.
“Ok. Sekarang kita pulang. Bapak akan antar kamu sampai di rumah. Kamu tunggu bapak di tempat biasa kamu menunggu mobil, ya.” pintanya.
“Iya.” Sahutku dan dia pun tersenyum lalu pergi.
Setelah pak Rendra pergi, aku hanya diam termangu memikirkan kata-kata hukuman.
“Hadeuh... Kenapa selalu begini sih?!” gumamku sambil mengacak-ngacak rambutku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Ney Maniez
🤭😁🤗
2022-07-17
0
Ney Maniez
💪💪💪💪
2022-07-17
0
Zifa Zifa
semangat tiara belajar nya biar jangan kena hukum, 🤭🤭🤭🤭🤭🙃🙃🙃🙃🙃
2021-03-24
1