Suasana kafe malam ini sedang sepi. Terlihat hanya ada beberapa pengunjung saja di sana.
Mata Carol mencari-cari keberadaan Martin. Sejak tadi kekasihnya itu belum datang juga. Carol hanya duduk sendiri di meja pojok sambil memutar-mutar cangkir kopi karena bosan, sesekali dia menopang dagunya.
"Martin kemana? Sudah 20 menit aku menunggunya, dan dia tidak kunjung datang juga. Apa dia lupa?!" ucap Carol dengan nada putus asa. Dia malam ini sudah berdandan sangat cantik hanya untuk bertemu Martin, tapi kekasihnya tidak kunjung datang.
"Hei! Siapa ini?" Tangan Carol meraba-raba, memegang tangan seseorang yang menutup matanya dari belakang. Tangan orang itu dingin, seperti tangan Joseph.
"Tebak siapa aku!"
"Joseph! Apa ini kau?"
"Tepat sekali!" Joseph menggeser kursi dan duduk di kursi sebelah Carol.
"Bagaimana Kau bisa tau ini aku?" sambungnya.
"Aku tahu karena suaramu dan tangan dinginmu itu."
"Kenapa kamu di sini? Bagaimana kalau Martin datang?" Carol khawatir bila Martin datang, dia pasti akan marah lagi karena melihatnya dengan Joseph.
"Aku mengikutimu. Sejak tadi aku duduk di situ!" Menunjuk ke salah satu meja di dekat pintu.
"Aku kasihan padamu yang nampak mulai bosan. Martin tidak juga menemuimu, Jadi aku ke sini saja," sambungnya.
Gadis bermata hitam itu memegang tangan Joseph. "Tapi Kau harus pergi, Joseph. Kalau Martin melihatmu di sini bersamaku, dia pasti akan marah lagi."
"Martin tidak akan marah. Dia mungkin tidak datang malam ini. Dia memang begitu, sering melupakan janjinya."
Menunggu Martin datang, Carol berbincang-bincang dengan Joseph. Sesekali matanya melihat ke arah pintu masuk, namun Martin tidak juga muncul dari sana.
"Apa kau tidak akan memesankanku minuman?" tanya Joseph.
"Tidak! Kau kan sudah minum tadi."
"Bagaimana Kau tau?"
Carol menunjuk gelas di meja Joseph duduk tadi. "Tuh! Ada secangkir di sana."
"Ayolah! Secangkir lagi," rengeknya.
"Baiklah, baiklah!"
Carol memesankan secangkir kopi lagi untuk Joseph.
Jam di dinding menunjukkan pukul sembilan lebih 20 menit. Martin tidak juga datang. Tapi Carol tidak merasa bosan kali ini karena ada Joseph yang menemaninya. Joseph berbagi banyak cerita bersamanya. Dia bercerita saat dia menyelamatkan seekor kucing yang terjebak di atas pohon. Tidak disangka Joseph yang dikira Carol pendiam dan aneh itu, dia orang yang seru diajak ngobrol.
Pelanggan satu per satu meninggalkan kafe karena hari sudah mulai larut. Sekarang hanya tersisa Carol dan Joseph yang masih duduk di sana. Seorang pelayan menghampiri mereka berdua. Meminta Carol dan Joseph segera meninggalkan kafe karena kafe akan segera tutup. "Permisi, Nona!"
"Iya, ada apa?"
"Kalian harus segera keluar, kafe sebentar lagi akan di tutup."
"Oh! Baiklah." Carol berdiri, mengajak Joseph pergi.
"Sekarang kita mau kemana?" tanya Joseph sambil memasukan tangannya ke saku jaketnya karena udara malam di luar kafe dingin.
"Tumben kedinginan," goda Carol.
"Tidak, aku tidak kedinginan. Hanya agar terlihat keren saja."
Carol tertawa kecil. Dia menarik tangan Joseph, menggandengnya dan membawanya berjalan. Mereka berdua menyusuri jalanan yang ramai ini. Jalanan di sini kalau malam hari sangat indah, banyak lampu hias kelap-kelip. Di sepanjang jalan, Carol dan Joseph dapat melihat banyak pasangan kekasih yang sedang memadu kasih.
"Mau kemana kita?" tanya Joseph yang sejak tadi dibawa Carol berjalan-jalan tidak tahu arah dan tujuan.
"Kita ke pasar malam saja. Di sana ada pasar malam." Carol menunjuk ke keramaian yang berjarak tidak jauh dari tempatnya berdiri.
"Ide bagus!" seru Joseph.
"Wah, aku malah ngedate dengan Carol," ucap Joseph dalam hati, tidak menyangka dia malah bisa seperti ini dengan Carol. Niat hati hanya mengikuti saja malah diajak berkeliling berduaan saja.
"Apa yang Kau pikirkan?"
"Tidak ada. Hanya memikirkan ini seru sekali."
"Ngomong-ngomong kita mau ngapain di sana?" sambung Joseph.
"Mungkin kita bisa naik kemidi putar atau makan gula-gula. Aku rindu masa-masa itu," seru Carol, dia terlihat sangat ceria.
"Masa-masa kapan?"
"Saat aku kecil. Aku sering sekali ke pasar malam. Tapi pas dewasa aku belum pernah ke sini lagi."
"Kenapa?"
"Ibu melarangku keluar. Dia takut aku keluyuran gak jelas dengan laki-laki hidung belang seperti Kau," ujar Carol sedikit meledek.
"Enak saja! Sejak kapan aku jadi laki-laki hidung belang?! Aku anak baik-baik tau!"
"Sejak dulu, Kau hanya tidak menyadarinya. Itu sudah ada dalam bakat alamimu. Ha ha .... " Carol tertawa.
"Baiklah baiklah, terserah kau saja. Tapi ...! Sekarang Kau tenang saja. Aku ada di dekatmu. Aku akan melindungimu sekarang." Joseph melepas genggaman Carol di lengannya. Dia gantian menggandeng tangan Carol. Dia menggenggam tangan Carol dengan erat, tidak membiarkannya terlepas.
Detak jantung Carol berdetak sangat cepat. Dia memandangi wajah Joseph di sisa-sisa perjalanan. Wajah Joseph yang terkena pantulan cahaya rembulan, membuatnya tampak menyejukkan. Ada perasaan nyaman saat dia berada di dekat Joseph. Carol merasa sangat terlindungi, berbeda saat di dekat Martin. Carol tidak merasakan apa-apa saat di dekat Martin, hanya perasaan sesaat. Dia hanya mengagumi wajah Martin yang tampan saja.
"Jangan memandangiku terus, nanti Kau suka," ucap Joseph yang melihat Carol tersenyum-senyum sendiri sambil memandanginya sejak tadi.
Carol tersontak, dia tersipu karena Joseph telah memergokinya sedang memandangi wajahnya.
"Kau membuatku malu saja."
Mereka berjalan dengan sangat santai.
"Malu kenapa?"
"Tidak ada."
Tidak terasa Joseph dan Carol sudah sampai di gerbang masuk pasar malam. Begitu sampai, Carol langsung menarik tangan Joseph ke arah kemidi putar.
"Aku ingin naik itu," seru Carol menunjuk ke arah permainan yang seperti roda raksasa itu, terlihat sangat tinggi.
"Ayo naik itu!" rengek Carol seperti anak kecil, dia menarik-narik lengan baju Joseph.
"Apa Kau yakin? Itu sangat tinggi." Joseph menaikan volume suaranya karena di sini sangat ramai.
"Aku yakin sekali."
"Ayo naik berdua!" rengek Carol lagi.
"Baiklah, ayo!"
Mereka naik kemidi putar bersama. Saat mencapai puncak paling atas, Carol dan Joseph dapat melihat seluruh sudut pasar malam.
Kemidi putar ini berputar sangat lambat sehingga mereka bisa menikmati keindahan di sekitarnya. Langit malam yang penuh bintang bertaburan menambah keindahan malam ini.
"Apa kau senang, Carol?"
"Aku sangat senang, Joseph."
Carol bersender di pundak Joseph sambil memegang lengannya. Dia menikmati setiap detik waktu yang terbuang berduaan bersama dengan Joseph. Dan Joseph, dia menyenderkan kepalanya di kepala Carol.
"Carol!"
"Hem!" jawab Carol, matanya terpejam menikmati di samping Joseph.
"Tolong jangan bersender."
"Kenapa? Apa Kau tidak suka? Atau tidak nyaman?" Carol melepas senderannya.
Joseph tersenyum, dia merangkul Carol. "Karena yang benar seperti ini," ucapnya.
Carol tersenyum, dia dapat mencium aroma parfum dan badan Joseph. Carol memasukkan tangannya ke saku dalam jaket milik Joseph. Mereka saling memeluk.
"Ini nyaman, Joseph! Jangan dilepaskan," minta Carol. Dia suka dengan suasana ini. Dia merasa lebih dekat dengan Joseph.
"Tidak. Aku juga suka. Aku tidak akan melepaskanmu, Carol." Joseph mempererat pelukannya. Angin malam yang dingin tidak lagi dapat membuat tubuh mereka kedinginan.
Jantung Carol berdegup sangat kencang. Inikah cinta yang sesungguhnya? Atau rasa suka sesaat seperti saat bersama dengan Martin?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments