"Martin, kamu kemana saja?" tanya Carol yang sedang asik berenang kepada Martin. Dia sedang berdiri menatap Carol dari tepi kolam renang.
Martin tampak marah dari raut wajahnya. "Naik!" perintahnya
Carol bingung dengan Martin yang tiba-tiba datang dan memarahinya yang sedang asik berenang. "Kenapa? Aku sedang berenang. Mari berenang bersama," ajak Carol. Dia menyelam ke dasar kolam dan naik ke permukaan.
"Ini seru sekali, Martin. Kemarilah!" ajaknya lagi.
"Aku bilang naik!" perintah Martin. Dia Nampak tidak senang dengan yang dilakukan Carol.
Carol menurut dan naik, begitu sampai di atas, Martin memegang tangan Carol dengan erat dan menyeretnya masuk ke dalam kamar Carol.
"Lapaskan, Martin!" Carol memberontak dengan perlakuan Martin yang kasar, tangannya digenggam Martin dengan sangat erat hingga mulai memerah. Carol kesakitan, tapi Martin tidak memperdulikannya.
Setelah sampai di dalam kamar Carol, Martin melepaskan genggamannya dan mengambil handuk. Kemudian dia menyerahkan handuk itu kepada Carol karena pakaian yang dikenakan Carol tipis dan sekarang basah kuyup sehingga lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas. Carol enggan menerima handuk pemberian Martin, dia mendorong-dorong Martin. "Kamu kenapa? Kenapa kasar padaku? Tanganku sakit." Carol mengelus-elus tangannya yang merah. Dia cemberut kepada Martin karena tidak biasanya Martin memperlakukannya seperti ini.
"Maafkan aku!" ucap Martin, dia menyesali perbuatannya barusan.
Carol menatap Martin marah. "Kamu ini kenapa sebenarnya? Aku hanya ingin berenang saja. Setelah pergi dari sini kamu jadi kasar, Martin."
Martin memegang tangan Carol, kali ini dengan lembut. Carol menarik tangannya dari Martin, dia tidak mau disentuh oleh orang yang kasar.
"Aku sudah bilang padamu, Carol. Jauhi kolam renang! Jangan berenang di sana. Bahaya!" tegasnya.
"Tapi kenapa? Aku hanya berenang."
"Pokoknya jangan!"
"Kenapa, Martin? Beri aku penjelasan yang spesifik."
"Jauhi saja. Menurutlah padaku, Carol! Aku hanya ingin menjagamu. Aku tidak ingin kamu kenapa-napa." Martin berlalu, pergi meninggalkan Carol yang mulai kedinginan karena AC kamarnya menyala dan tidak dimatikan.
"Martin aneh! Padahal aku hanya ingin berenang di sana. Memang ada apa di kolam renang sana sehingga dia melarangku berenang? Apa di sana angker?" Carol bertanya-tanya dengan sikap Martin yang melarangnya berenang di kolam renang. Padahal pemandangan di sekitar kolam renang itu indah, udaranya pun sejuk, dan airnya dingin.
Carol pergi menutup pintu dan mematikan AC. Ia melepas seluruh pakaiannya yang basah dan dia mengenakan handuk saja. Dia melepasnya tidak di dalam kamar mandi, karena dia pikir hanya ada dirinya seorang di sini, di kamar ini.
Pintu kamar tiba-tiba terbuka, Carol berbalik dan mendapati Joseph yang sedang terdiam melihat ke arahnya. Laki-laki itu tanpa permisi masuk ke dalam kamar Carol seenaknya.
"Hei! kenapa kamu main masuk-masuk saja. Dasar tidak sopan!" protes Carol kepada Joseph yang tanpa ijin masuk ke kamarnya.
Joseph diam, dia masih fokus memandang Carol. "Dia cantik sekali," ucap Joseph seperti tanpa dosa di dalam hatinya.
"Hei, tuan aneh. Pergi dari sini!" bentak Carol.
Karena bentakan Carol, Joseph tersadar dari lamunannya. Dia masih menatap Carol. "Aku butuh sesuatu darimu." Dia mendekat ke arah Carol yang masih mengenakan handuk. Carol mundur perlahan, dia terjatuh tepat ke kursi. Joseph berdiri di depannya dan membungkuk. Pria yang hanya memakai kaos merah dan celana kolor hitam itu menaruh kedua tangannya di samping kursi. Dia menatap Carol dengan intens. Mereka berdua sangat dekat hingga hembusan nafas Joseph dapat Carol rasakan.
"Ma-mau apa kau?!" Carol ketakutan, takut Joseph melakukan hal yang tidak-tidak kepadanya karena sekarang dia hanya mengenakan handuk putih polos. Dia tidak ingin terjadi hal yang tidak-tidak, bisa-bisa dia akan dibunuh oleh kedua orangtuanya.
Carol mendorong-dorong tubuh Joseph menjauh darinya dengan kedua tangannya. Tapi percuma, Joseph sama sekali tidak bergerak dari hadapannya. Dia terlalu kuat untuk Carol yang imut.
"Menjauh dariku, Joseph!" Carol terus berusaha mendorong Joseph.
Carol menyerah, dia mulai kehabisan tenaga, nafasnya terengah-engah. Dia membiarkan Joseph tetap berdiri membungkuk di hadapannya. Entah apa yang akan Joseph lakukan terhadap dia, dia pasrah, berteriakpun percuma karena Martin pergi entah kemana dan penjaga vila juga pergi. Sekarang hanya ada dia dan Joseph bersama di sini.
Joseph menyentuh handuk yang Carol pakai. Carol menatapnya was-was, dia memegang tangan Joseph, berusaha menghentikan tindakan Joseph, karena kalau Joseph menarik handuk dari tubuhnya, maka tubuh Carol akan terpampang jelas di hadapan Joseph tanpa sehelai benangpun. Dia tidak ingin Joseph melihat tubuhnya. Ini hanya milik Martin, nanti saat dia dan Martin sudah menikah tentu saja.
Joseph menyeringai. "Kenapa? Apa kamu takut?" goda Joseph yang melihat Carol menatapnya was-was seperti anak kucing.
"Apa yang ingin kamu lakukan, Joseph? Pergi dari sini!" seru Carol.
Joseph tersenyum dan menatap nakal Carol. "Sesuatu yang akan dilakukan seorang laki-laki bila melihat mangsa empuk di depannya." Dia menelusuri tubuh Carol dari atas kepala hingga perut dengan matanya yang indah. Tatapan mata Joseph sempat terhenti sejenak saat melihat belahan dada Carol. Carol memiliki gundukan gunung yang besar.
"Apa yang kau lihat?! Brengsek!" maki Carol, melihat tatapan mata Joseph yang mengarah ke dadanya.
Joseph menutup mulut Carol dengan tangannya yang berotot agar Carol tidak memaki lagi, karena menurut Joseph tidak pantas seorang gadis yang imut mengeluarkan kata-kata makian.
"Hanya melihat keindahan ciptaan Tuhan," jawab Joseph.
"Kau sangat menggoda, Carol," sambungnya sambil menggigit bibir bawahnya sendiri.
Joseph mendekat, ia tambah dekat dengan Carol. Dia bernafas di dekat telinga Carol, tingkahnya membuat Carol geli. Dia berbisik. "Aku ingin sesuatu darimu, Carol! Berikan padaku Carol. Berikan sekarang, atau aku akan memaksamu memberikannya padaku." Suara Joseph yang serak-serak seksi itu membuat Carol merinding.
Carol melotot mendengar ucapan Joseph. Dia tahu apa yang diinginkan Joseph, yang jelas bukan suatu hal yang baik. Joseph mendekati bibir Carol. Carol menutup matanya rapat-rapat saat Joseph mulai mendekat. Dia bersiap-siap menerima tindakan Joseph. Nafasnya mulai tak karuan, perasaan Carol campur aduk.
"Hah! Apa ini?!" Carol kaget, Joseph pergi darinya tanpa mencium dia, ataupun menyentuh tubuhnya.
Joseph pergi ke arah kamar mandi dan masuk ke dalam. Carol bengong melihat Joseph. Dari dalam kamar mandi terdengar suara berisik. Carol mengikuti Joseph masuk.
"Apa yang ingin kamu lakukan di dalam kamar mandiku?"
Joseph terus mencari. Dia menemukan yang dia cari. Joseph mengambil sebuah sabun, dan menunjukannya kepada Carol. "Ini! Aku ingin mengambil ini darimu. Di kamar mandiku tidak ada sabun, aku ingin mandi. Terimakasih untuk sabunnya, dan jangan berharap aku menciummu. Aku sama sekali tidak tertarik denganmu. Kamu membosan dan menjengkelkan." Joseph tersenyum puas melihat ekspresi wajah Carol yang seperti orang bodoh.
Joseph melangkah pergi, dia meninggalkan Carol yang terlihat sedang termenung, bingung, malu, kesal dan perasaannya bercampur aduk atas apa yang baru ia alami dan yang dia lihat. Sejenak dia pikir Joseph akan merenggut sesuatu yang berharga dari dirinya.
"Kurang ajar kamu, Joseph!" Carol menonjok tembok kamar mandi di sampingnya dengan keras.
"Auch! Sakit." Dia mengerang kesakitan karena ulahnya sendiri. Beruntung tangan dia tidak kenapa-napa, hanya lecet dan mengeluarkan sedikit darah.
...
Di dalam kamar mandi Joseph. Dia masih memikirkan Carol. Ekspresi bodoh Carol terbayang-bayang dalam benaknya.
"Dia sangat lucu, apalagi saat ketakutan." Joseph tersenyum lebar kemudian mengambil sikat gigi dari dalam kotak.
"Joseph! Apa yang kau lakukan." Seseorang berada di samping Joseph, dia muncul dengan tiba-tiba.
"Sintia, kau!"
"Ya, aku," jawabnya.
"Apa yang kau lakukan di kamar mandiku. Cepat keluar, tunggu aku di kamar saja." Joseph menarik Sintia keluar dari kamar mandi.
"Joseph! Fokus tujuanmu." Sintia, vampire yang telah menyelamatkan Joseph dari kematiannya, dia mengingatkan Joseph akan tujuannya karena dia merasa Joseph mulai lalai dengan tujuannya.
"Iya, Sintia. Kita bicarakan ini nanti, kau pergilah. Aku ingin mandi."
"Baiklah!" Sintia pergi, dia menghilang seperti pesulap.
"Dia itu. Dia selalu muncul tiba-tiba di saat yang tidak tepat. Bagaimana kalau dia muncul saat aku sedang mandi, kan bahaya." Joseph mengomel sendirian. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda gara-gara kedatangan Sintia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments