Carol sedang memandangi keindahan langit malam yang bertaburan bintang dari jendela kamarnya, dia membiarkan jendela itu terbuka hingga angin malam yang dingin merengsek masuk. Kamar ini sangat indah dan desainnya termasuk selera Carol karena dinding di jendelanya kaca semua. Suasana malam ini begitu sunyi, menenangkan.
Carol tersentak saat seseorang tiba-tiba memeluknya dengan erat dari belakang.
"Carol, maafkan aku untuk yang tadi. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku menyesal!" ucap Martin yang telah menyadari kelakuannya tadi. Dia tidak ingin Carol jadi menjauh dari dirinya. Dia menaruh dagunya di bahu Carol.
"Tidak apa-apa, Martin. Aku memaafkanmu."Carol memegangi tangan Martin.
"Besok malam akan ada pesta. Aku akan mengenalkanmu pada saudara sepupuku. Pesta ini untuk menyambut kedatangannya."
"Siapa dia? Siapa namanya?"
"Akan kukenalkan nanti. Kamu kenakan gaun yang kuberi ya untuk pesta besok malam."
"Pasti! Gaun itu sangat cantik. Aku suka gaun pemberianmu, terimakasih ya."
"Secantik dirimu." Martin mengeratkan pelukannya pada Carol.
Mereka berdua menikmati indahnya malam bersama, ditemani kicauan burung.
"Mereka mesra sekali." Joseph melihat Carol dan Martin dari depan kamar Carol, kebetulan pintunya terbuka lebar karena Carol lupa untuk mengunci pintu.
Mata Joseph berapi-api melihat kemesraan Carol dan Martin. Dia memutuskan pergi meninggalkan mereka berdua, dia tidak ingin membuat dirinya sendiri merasakan sakit yang tidak seharusnya ia rasakan, karena Carol hanya targetnya.
...
Pada malam berikutnya. Martin mengunjungi Carol yang sedang berdandan di dalam kamarnya sendiri. Carol yang menyadari kedatangan Martin, dia langsung meminta Martin masuk ke dalam kamarnya.
"Bagaimana gaunku, Martin?" Carol meminta pendapat Martin sembari memutar-mutar tubuhnya sendiri ke kanan dan ke kiri.
Martin yang berdiri di dinding, dia melihat Carol dengan seksama, dia mengacungkan kedua jempolnya. "Terlihat cantik padamu. Pas sekali."
"Kamu juga terlihat menawan dengan jas abu-abu itu." Carol tersenyum, Martin memang benar-benar menawan malam ini. Hari biasa juga Martin sebenarnya tetap menawan, hanya saja hari ini terlihat berbeda. Rupanya karena Martin baru memotong rambutnya dengan model baru.
"Aku akan menutup jendela dulu," sambung Carol. Dia menutup seluruh jendela kamarnya dan mearik tirai kamarnya agar orang luar tidak dapat melihat ke dalam kamarnya.
Martin menggandeng Carol dan berjalan beriringan. Dia membawanya ke taman samping vila. Di sana sudah banyak orang berkumpul. Mereka ada yang sedang mengobrol dan ada juga yang sedang minum-minum. Pesta terbuka di taman memang ide terbaik. Kau bisa menikmati sekitar, dan memandangi langit yang penuh bintang, apalagi cuaca hari ini terlihat sangat cerah. Sebuah perpaduan yang pas untuk berpesta dan healing.
"Hai, Martin!" sapa seorang pria yang membawa secangkir minuman kepada Martin yang sedang berdiri bersama Carol.
Martin bersalam. "Hai, Bro! Apa kabar?"
"Kabar baik. Kau apa kabar?"
"Kabarku juga baik. Nikmati pestanya, Bro." Menepuk bahu teman di sebelahnya.
"Tentu! Ngomong-ngomong cewek kau cantik sekali." Matanya melihat Carol dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Ya dong. Cewekku," seru Martin, dia melirik Carol sambil tersenyum.
"Namanya siapa? Kenalkan lah." Pria berkumis itu kelihatan antusias menatap Carol.
Martin menarik Carol mendekat dan mengenalkan Carol kepada temannya.
"Kenalkan ini Carolina, pacarku. Carol, ini Bastian teman kerjaku."
Carolina tersenyum kepada Bastian dan mereka berdua bersalaman. Bastian menatap Carolina dengan tatapan yang kurang baik, seperti ada yang sedang disembunyikan.
"Bas! Ke sana dulu yah. Aku tinggal sebentar. Nikmati saja pestanya."
Bastian mengangguk dan kembali menyesap minuman yang ia bawa.
Martin menggandeng Carol dan mengajaknya bertemu dengan teman-temannya yang lain.
"Carol! Tolong jangan dekat-dekat dengan kolam itu, yah!" bujuk Martin, dia memperingatkan Carol tentang kolam renang.
"Kamu ini kenapa, Martin? Selalu melarangku mendekati kolam. Ada apa di sana? Apa di sana angker?"
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin kamu aman."
"Aku aman, Martin. Tenang saja! Aku bisa berenang. Aku perenang handal," ucapnya dengan yakin. Carol tersenyum kepada Martin agar Martin percaya kepada dirinya.
"Tetap saja. Pokoknya tidak boleh," tolak Martin.
"Ah, keras kepala!" Carol menyerah, usahanya untuk meyakikan Martin telah gagal total.
"Sama seperti kamu." Martin menjitak kepala Carol dengan pelan.
"Kak Martin, sini!" teriak Jams, adik paling kecil Martin. Dia nampak sangat lucu dengan jas dan dasi kupu-kupu.
Martin mengangguk. Dia ingin segera menemui adik kecilnya yang lucu.
"Carol, aku ingin menemui Jams. Apa kamu ingin ikut?" tanya Martin.
"Sepertinya tidak. Aku sudah bermain-main dengannya tadi. Dia nakal sekali. Nanti saja, aku ingin ketenangan, jadi aku memilih tetap di sini sebentar."
Martin meninggalkan Carol sendiri. Daripada bermain dengan adik Martin yang nakal dan cabul, Carol memilih melihat-lihat keadaan sekitar. Dia tidak suka dengan adik Martin. Walau dia sangat menggemaskan, tapi dia cukup mesum untuk anak seusianya. Saat bermain dengan Jams, pantat Carol mendadak diremas oleh Jams. Jams juga membuka-buka rok yang Carol pakai, entah ajaran dari siapa sampai dia bisa melakukan itu, padahal kakaknya sangat sopan.
"Ditinggal pacarmu?!" tanya Joseph, dengan santai dia menyeruput minumannya.
"Kamu lagi! Aku bosan bertemu denganmu." Carol melangkah menjauh, tangannya tiba-tiba di pegang Joseph.
"Lepaskan aku!" bentaknya.
"Tidak akan, Carol." Joseph tersenyum dingin. Malam ini Joseph terlihat berbeda. Mungkin gara-gara pakaiannya. Dia terlihat lebih berkharisma dari biasanya saat hanya memakai kaos atau seraga sekolah.
"Kamu sebenarnya mau apa? Kenapa selalu menggangguku?"
“Bukan aku yang mengikutimu, kamu sendiri yang mendekat ke arahku.” Kali ini Joseph benar, karena bukan dirinya yang mendekat, melainkan Carol. Carol sendiri tidak sadar bahwa dirinya melangkah mendekati Joseph saat hendak melihat-lihat sekitar.
“Tidak, aku tidak mendekatimu,” elaknya.
"Carol, aku ingin melindungimu," ucap Joseph tidak diduga-duga.
"Tidak perlu! Ada Martin. Dia yang akan selalu menjadi pelindungku," tolaknya dengan percaya diri.
Joseph menyeringai dan tertawa kecil. "Dia tidak akan bisa melindungimu. Kamu lebih aman dengan diriku."
Sebelum Carol sempat menjawab, Martin yang melihat tangan Carol dipegang oleh Joseph, dia bergegas kearahnya.
"Joseph, kamu di sini." Martin datang, dia melihat Joseph memegang tangan Carol. Dia juga melihat cara Joseph memandang Carol.
"Ada apa ini?" tanyanya lagi.
Joseph melepas tangannya dari Carol.
"Tidak ada apa-apa, Kak. Aku hanya ingin berbincang-bincang dengan calon kakak ipar."
Carol melongo melihat Martin dan Joseph nampak sangat akrab, bahkan memanggil Martin dengan sebutan kakak, ia kira Joseph di vila ini hanya karena dia membayar uang sewa.
"Hei, kenapa bengong, Sayang?" tanya Martin yang melihat Carol bengong menatap dia dan Joseph bergantian.
"Dia pasti terkejut melihat kakak akrab denganku," sela Joseph. Dia tertawa melihat ekspresi Carol.
"Kamu sudah kenal dengan Carol?"
"Tentu! Dia teman sekelasku."
Martin mengangguk. "Oh! Pantas. Baguslah."
Carol menarik-narik jas Martin. "Martin ikut aku!" pintanya, dia membawa Martin menjauh dari Joseph beberapa langkah.
"Ada apa, Sayang?"
"Jelaskan padaku, dia siapamu?" Menunjuk Joseph dengan pandangan matanya.
"Dia saudaraku. Kamu ingat waktu aku menceritakan tentang pesta ini? Pesta ini untuk menyambut kedatangan dia," jawab Martin.
"APA!" Carol menjerit, membuat semua tatapan mata melihat ke arahnya.
"Santai, Sayang! Kenapa kamu terlihat syok begini?" Martin sedikit malu dengan tingkah Carol barusan.
Carol tidak peduli dengan himbauan Martin, dia menunjuk kepada Joseph. "Kamu dan makhluk aneh ini saudara?!"
"Sungguh tidak dapat dipercaya," sambungnya, dia bergegas pergi dari mereka berdua. Carol masih tidak percaya dengan yang barusan terjadi.
"Sayang! Mau kemana?" Martin berusaha menghentikan Carol yang melangkah pergi.
"Mau menenangkan diri!" jawab Carol berteriak juga.
"Pacarmu aneh, Kak," seru Joseph yang mendekat kepada Martin.
Martin tertawa kecil. "Memang! Tapi aku mencintainya."
Martin mengajak Joseph, dia membawanya ke tengah-tengah pesta dan mulai berpidato.
...
Di sebuah kursi taman yang terletak cukup jauh dari pusat pesta. Carol berdiam duduk seorang diri. Dia terus mengomel. Mungkin kalau ada orang yang melihatnya mengomel sendiri, dia akan menganggap Carol sudah tidak waras.
"Bagaimana bisa mereka saudara?! Apa-apaan ini."
"Memang sih mereka punya kemiripan. Sama-sama mesum, sama-sama ganteng. Tapi yang satu aneh, sedangkan Martin dia sangat dewasa. Hm…, sepertinya aku tahu perilaku Jams seperti itu karena didikan siapa. Pasti si aneh yang mengajari Jams yang malang."
"Kamu membicarakanku?" Joseph muncul mendadak dari belakang, dia mengagetkan Carol.
Carol memegangi dadanya yang berdegup kencang karena kaget. "Kamu ini! Selalu muncul tiba-tiba," protes Carol.
"Aku tidak mendengar suara kaki melangkah. Lalu kamu datang kapan dan datang darimana?" Carol merasa aneh, sejak tadi sunyi, tidak ada suara orang berjalan, hanya ada suaranya sendiri yang sedang mengomel.
Joseph duduk di samping Carol. "Bagaimana kamu akan mendengar, kalau kamu sendiri sedang asik mengomel. Suara langkahku kalah dengan suara omelanmu," ucap Joseph, cara bicara Joseph santai, sangat santai tapi tepat sasaran. Dengan gaya bicaranya, dia terlihat seperti orang yang sangat terpelajar.
"Terserah kamu, aku malas berdebat denganmu." Carol memutar duduknya membelakangi Joseph.
"Kamu ini tidak sopan. Ada tamu malah membelakangi."
"Terserah aku! Siapa kamu mengatur-atur aku," ucap Carol ketus.
"Aku kesini ingin minta maaf karena telah melukai kedua telapak tanganmu."
"Memang! Memang sudah seharusnya kamu minta maaf padaku. Bahkan harusnya sejak dari dulu. Gara-gara kuku panjangmu itu, telapak tanganku jadi ada bekas goresannya, dan tidak kunjung hilang. Malangnya kulit mulusku ternodai," omel Carol.
"Kamu tetap terlihat cantik meski ada bekas goresan. Jangan dihiraukan, abaikan saja."
Carol menekuk wajahnya. Bisa-bisanya Joseph mengatakan seperti itu pada Carol saat dirinya sedang merasa kesal, dan dia tahu kalau Carol adalah kekasih Martin. Joseph meraih tangan Carol dan dia mengecup pelan kedua telapak tangan Carol. Carol terdiam melihat apa yang dilakukan Joseph. Tangan Joseph yang terasa dingin tidak terasa karena kecupan lembut yang Joseph lakukan di tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments