17

Angin berhembus kencang. Ranting-ranting saling bergesekan satu sama lain. Suasana jalanan sepi, tetangga tidak nampak satu pun. Di sana, di hadapan sebuah rumah bercat putih dengan ukuran bangunan sedang, berdiri seorang laki-laki sendirian. Dia menunggu kekasih hatinya membukakan pintu untuk dirinya.

Suara pintu terbuka, berdiri di sana seorang wanita memakai daster merah. Dia memandang laki-laki itu.

"Bagaimana kandunganmu?" Laki-laki berpakaian rapi itu mengelus pelan perut wanita di depannya.

"Sama seperti waktu Kau tinggalkan aku di hotel, dan lepaskan tanganmu dari perutku!" jawabnya ketus.

Marry memalingkan pandangannya dari Martin. "Untuk apa Kau kemari? Kau belum puas menyakitiku? Pergilah!" usir Marry dari rumahnya.

Marry berjalan, tangan Martin mencegatnya menjauh, dia menggenggam erat tangan Marry.

"Tolong jangan pergi dulu. Aku masih rindu padamu."

"Rindukan saja Carolmu itu," ucap sinis wanita yang sedang mengandung beberapa hari itu.

Martin, dia melangkah mendekati Marry. Laki-laki itu memeluk Marry dari belakang yang membuat Marry merasakan sensasi kenyamanan. Dengan perlahan Martin menciumi leher Marry. Martin berbisik pada Marry. "Aku ingin memperbaiki hubungan kita."

Sesaat, Marry hanyut dalam belaian lembut Martin. "Lepaskan pelukanmu dariku. Kali ini Kau tidak akan bisa menyakitiku lagi, Martin."

Martin menaruh dagunya di bahu Marry. "Ayolah, aku mohon! Aku ingin bersamamu lagi. Hanya Kau yang aku cintai, Marry."

"Aku tidak percaya padamu, Martin."

"Apa yang harus kulakukan agar kau percaya padaku, Marry?"

"Kalau kau serius, kau harus meninggalkan Carol. Tinggalkan dia! Jangan menikah dengannya."

"Baiklah. Akan ku tinggalkan Dia." Martin menyanggupi persyaratan Marry.

"Sungguh!" Marry memandang Martin tidak percaya.

Laki-laki berbadan kekar itu membopong Marry. "Sungguh," ucapnya dengan penuh keyakinan. Martin membawa Marry ke dalam kamar Marry.

"Martin! Kau ingin apa?" tanya Marry sedikit cemas saat Martin menaruhnya di tempat tidur. Martin, dia membuka jas dan kemejanya, membuat tubuhnya kini hanya memakai pakaian dalam.

"Kenapa kau melihatku seperti itu, Marry?" goda Martin. Dia memainkan rambutnya. Marry yang melihat hanya bisa menelan ludah. Martin terlihat sangat jantan saat itu.

"Ak–aku." Marry terbata-bata.

"Kenapa? Biasanya kau liar untuk ini." Martin menggoda Marry lagi. Martin merangkak ke tempat tidur mendekat kepada Marry. Sekarang dia berada di atas tubuh Marry.

"Martin! Tapi aku 'kan sedang ham–"

Martin menciumi Marry dengan buas, tidak membiarkannya berbicara sepatah kata pun. Wanita itu memengangi punggung Martin, menahan kebuasan laki-laki yang nampaknya sedang sangat nafsu ini.

Setelah permainan singkat, Martin tumbang, dia tidur di samping Marry sebentar, dia lemas. Martin mencium Marry. Kemudian dia memakai seluruh pakaiannya dan meninggalkan Marry yang belum mencapai puncak. Sebelum pergi, Martin di depan pintu mengucapkan, "Terimakasih, Marry. Kau memang hebat. Tapi maaf, aku tidak akan meninggalkan Carol demi Kau," ucap Martin sambil tertawa keras.

Bruk!

Martin menutup pintu dengan keras, meninggalkan Marry sendiri yang masih telanjang bulat di dalam kamarnya dengan perasaan yang tidak enak karena belum mencapai puncak.

Marry hanya diam menatap Martin yang pergi meninggalkannya begitu saja. Matanya berkaca-kaca.

...

Martin berlari ke arah mobilnya yang ia parkir di samping halaman rumah Marry.

"Dasar wanita bodoh!" ucap Martin, dia melemparkan jasnya ke dalam mobil. Dia mengemudikan mobilnya menjauh dari rumah Marry yang sepi itu.

Martin menekan-nekan tombol ponselnya, dia sedang mencoba menelpon Carol.

"Halo! Carol," ucap Martin saat Carol sudah mengangkat telponnya.

"Ada apa? Bukannya Kau marah padaku."

"Tidak, Sayang. Aku sudah tidak marah kepadamu. Bagaimana aku bisa marah pada orang yang sangat kucintai."

"Baguslah. Terimakasih, Martin, dan maafkan aku untuk hal itu."

"Sudah nanti saja Kau minta maafnya. Aku ingin bertemu denganmu di kafe kita pernah berdua. Aku tunggu di sana malam nanti."

"Apa Kau tidak akan menjemputku?"

"Tidak, Sayang. Malam nanti Kau berangkat ke tempat itu sendiri saja."

"Loh, kenapa?"

"Tidak apa-apa."

"Apa sebenarnya Kau masih marah?"

"Tidak. Jangan berfikir seperti itu."

"Ok!" Carol menutup telponnya. Martin mengemudi pulang ke arah rumahnya sendiri.

...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!