4. Tatapan mata itu

Dua hari kemudian, di dalam kelas yang sama yaitu kelas 12 Mipa 2.

"Carol, Rosma, Meli dan Joseph. Kalian berempat kelompok empat." Ibu Nining membagi kelompok prakarya, mereka harus membuat sebuah prakarya berbahan dasar barang bekas.

Setelah membagi kelompok, Bu Nining memanggil masing-masing satu orang perwakilan kelompok. Bu Nining menunjuk Joseph dari kelompok empat dan menyuruhnya maju. Ibu guru yang terkenal sama killernya dengan guru matematika karena mereka suami istri.

Bu Nining memberi masing-masing sebuah lipatan kertas kecil gulung kepada perwakilan kelompok. "Kalian adalah ketua kelompok dan ini tema tugas yang harus kalian buat! Minggu depan presentasikan hasil kerja kelompok yang telah kalian buat. Ingat! Bila ada yang tidak mengerjakan, maka dia tidak akan mendapat nilai dan dia akan mendapat hukuman yang berat. Itu sudah konsekuensi, dan kalian tidak boleh protes," sambung Bu Nining, tatapan matanya membuat orang yang melihatnya menjadi ketakutan.

"Wah, beruntung sekali mereka dapat sekelompok dengan Joseph."

"Iya, beruntung banget. Harusnya aku yang di sana dampinginya dan bukan dia."

Para siswi membicarakan Joseph, Bu Nining yang menyadari itu langsung menatap mereka sinis, dan mereka seketika terdiam menunduk, takut dengan tatapan Bu Nining yang seakan ingin memangsa anak muridnya sendiri.

"Ibu tidak suka suasana seperti pasar yang ribut dan ramai. Jadi ..., kalian diam! JANGAN BERISIK!" Wanita beralis tebal itu Menggebrak meja, membuat Betty yang sedang tidur sontak terbangun karena kaget. Gadis berkacamata itu sudah biasa tertidur saat jam pelajaran, dan anehnya tidak ada guru yang menyadari dia sedang tertidur, dan yang lebih aneh dia tidak pernah ketinggalan informasi yang guru sampaikan, padahal dia tidak bertanya kepada teman-teman kelasnya. Seakan pendengaran dan memorinya tajam. Tapi dalam pelajaran dia cepat lupa, baru diajarkan dan saat guru keluar dia langsung lupa lagi.

"Ada yang ingin ditanyakan? Setelah ibu tanya dan tidak ada yang bertanya, maka tidak boleh bertanya lagi, karena ibu anggap kalian sudah mengerti."

Hening

"Ibu anggap itu berarti tidak ada yang ditanyakan. Kerjakan tugas kalian semaksimal mungkin. Paham?!"

Mereka menjawab dengan serempak. "Paham, Bu Nining yang cantik jelita tiada tara." Bu Nining tersenyum.

Bel pulang berbunyi, semua orang yang berada di kelas bersiap untuk pulang. Mereka berdoa sebentar dan mengucapkan terimakasih kepada guru yang telah mengajar, setelah itu Bu Nining pergi meninggalkan kelas.

Joseph memegang tangan Carol yang sedang merapikan buku di atas meja guru, Carol terkejut dengan tindakan Joseph. Carol dan Joseph saling berpandangan. Tangan Joseph dingin, sedingin es. Tangan dingin Joseph itu dengan jari kukunya yang panjang , menggores salah satu punggung telapak tangan Carol yang mulus, membuat punggung telapak tangannya sedikit berdarah.

Carol mengerang kesakitan, dan Joseph, laki-laki aneh itu berlalu pergi meninggalkan Carol tanpa sepatah kata, minta maaf juga tidak. Malah dia tersenyum kepada Carol sebelum pergi.

"Carol, tanganmu berdarah!" Betty panik dan bergegas mengambil kotak P3K dari laci guru. Dia mengobati Carol dengan sangat hati-hati, memastikannya Carol tidak terlalu merasa kesakitan. Betty lebih dari teman dekat untuk Carol, dia lebih ke sahabat karena Betty banyak membantu Carol, meski dia kadang menyebalkan.

"Apa yang kamu pikirkan, Carol? Dia menyakitimu, dan kamu diam saja." Betty protes, dia rupanya melihat apa yang dilakukan Joseph. Betty tampak kesal dengan tindakan Joseph kepada Carol. Sejenak dia cemburu melihat Joseph dan Carol saling berpandangan, tapi setelah kejadian itu dia malah kesal kepada Joseph dan merasa beruntung tidak dekat dengan Joseph.

"Aku terkejut, Bet. Dia dengan cepat melukaiku, aku tidak dapat menghindarinya, dan sejenak aku sempat terpesona dengan tatapannya yang misterius. Aku seperti terhipnotis," terangnya.

"Dia aneh! Dia tampan tapi aneh. Sungguh sangat disayangkan. Jauhi dia! Jangan terhipnotis dengan tatapan matanya." ucap Betty, dia masih fokus mengoleskan obat merah ke pinggiran luka Carol.

"Kamu benar, Bet. Dia memang aneh. Lihatlah cara dia menatap, meski dapat membuat terpesona, Tapi tatapannya seperti terdapat banyak misteri yang dia sembunyikan, mengerikan. Sayangnya aku sekelompok dengan dia dan semeja dengan dia."

"Sudah kubilang, kamu jauhi dia saja, Cal. Aku tidak ingin dia melukaimu lagi."

"Tidak bisa, Bet. Aku sekelompok dengan dia. Mungkin setelah tugas, aku akan menjauhi dia. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

"Baiklah, jaga dirimu. Jangan sampai dia melukaimu, atau akan kulaporkan pada calon suamimu," goda Betty setelah selesai mengobati luka Carol.

"Jangan bilang apa-apa pada Martin. Dia akan khawatir." Carol keceplosan menyebutkan nama calon suaminya. Betty yang mengetahui informasi baru, senyum dia langsung mengembang.

"Baiklah nyonya Martin. Ayo aku bantu membawa buku ini."

Betty dan Carol pergi membawa buku dan menaruhnya di perpustakaan, setelah itu mereka menuju ke gerbang sekolah. Di sana sudah ada Martin yang menunggu Carol sejak tadi. Betty yang sudah beberapa kali melihat Martin masih dibuat terpesona oleh ketampanan Martin.

“Hayo liat apa!” Carol menyadarkan Betty yang sedang terhipnotis Martin.

Betty tersenyum lebar. “Cal, calon suamimu tampan banget. Kalau kamu keberatan, buatku saja tidak apa-apa,” ucapnya berbisik kepada Carol. Carol yang mendengar hal itu keluaran dari mulut Betty, dia langsung menarik Betty masuk ke dalam mobil Martin.

Carol dan Betty masuk ke dalam mobil Martin. Mobil yang berbeda dari kemarin. Rupanya Martin mengikuti saran Carol, dia mengganti mobilnya dengan yang baru, karena mobil yang kemarin terus bermasalah dengan mesin. Martin orang yang irit, mobil bermasalah juga masih dia pakai terus jika belum benar-benar rusak.

"Nah, gini dong mobil baru," celetuk Betty.

"Maaf untuk yang kemarin, kamu jadi terpaksa mendorong mobil," ucap Martin meminta maaf, dia merasa tidak enak dan sedikit bersalah karena sudah merepotkan Betty.

Martin akan mengantarkan Betty ke rumahnya, kebetulan rumah Betty searah dengan Martin dan Carol. Martin dan Betty sudah mulai akrab setelah Carol mengenalkan mereka berdua beberapa hari yang lalu, tepatnya hari ketika Joseph datang. Betty sudah dua kali ikut Carol pulang naik mobil Martin, dan pada kali kedua, dia terpaksa mendorong mobil karena mobil Martin mogok, Betty sangat kesal hari itu. Bukannya enak diantar, dia malah harus susah disuruh mendorong mobil.

Martin bersikap baik kepada Betty karena Carol menceritakan hal yang telah Betty lakukan kepada Carol selama ini. Betty yang selalu menjaga dan menolong Carol, maka dari itu Martin akan berusaha bersikap baik kepadanya juga, dan itu janji Martin kepada dirinya sendiri.

"Kali ini aku maafkan, lain kali tidak. Tapi jujur, kemarin aku lelah sekali," ucap Betty dengan nada bercanda.

"Hei, Bet. Pikirkan sisi positifnya, itu membuatmu sekarang terlihat lebih kurus."

Betty cemberut setelah Carol mengatakan itu.

Melihat Betty cemberut, Carol berusaha membujuknya agar tidak marah kepada dia lagi. "Ayolah, jangan cemberut. Akan kutraktir es krim nanti."

"Tolong maafkan aku, kalau candaanku menyakitimu." Carol merasa bersalah.

Betty tertawa. "Kena kau! tenang Cal, aku tidak marah denganmu. Aku tau kamu hanya bercanda." Betty memeluk Carol yang duduk di sebelahnya.

Martin meminggirkan mobilnya setelah tiba di dekat rumah Betty. Dia membukakan pintu untuk Betty dan mengajak Carol pindah ke depan.

"Sekarang kau duduk di depan. Aku sudah jadi supirmu tadi."

“Baiklah, baiklah.”

"Terima kasih, Carol dan Martin. Hati-hati di jalan!" Betty melambaikan tangan setelah turun dari mobil. Kemudian dia berjalan ke rumahnya yang cukup untuk dihuni keluarga kecil.

Di sana sudah ada ibu Betty yang sedang duduk di kursi roda dan disuapi oleh adiknya yang pertama.

"Bu, aku pulang!" sapa Betty kepada ibunya, dia memeluk dan mencium ibunya. Betty mengambil alih tugas adiknya untuk menyuapi sang ibu, sementara adiknya akan pergi bekerja di toko Pak Mamat yang berada di dekat kuburan.

Ibu Betty sudah tidak bisa berbuat apa-apa, dia menderita lumpuh karena kecelakaan yang ia alami lima tahun lalu. Kecelakaan mobil yang merenggut nyawa ayah dan suaminya juga. Sekaligus membuat Betty harus hidup di rumah yang lebih kecil dari rumahnya yang dulu karena setelah ayahnya tiada, maka perusahaan ayahnya juga ikut bangkrut dikarenakan tidak ada yang bisa mengelolanya. Betty saat itu kelas 2 SMP, dan sang adik kelas 6 SD. Sekarang ibu Betty hanya bisa duduk di kursi roda, tidak ada harapan untuk sembuh.

...

Di dalam ruangan gelap yang hanya terdapat beberapa lilin sebagai penerang, nampak dua orang sedang membicarakan sesuatu.

"Aku sudah berhasil menandainya," ucap seorang laki-laki di dalam kegelapan.

"Bagus, kaum kita akan membutuhkannya."

"Apa kau yakin itu dia? Bagaimana kalau kita salah orang, dan bukan dia yang kita cari?"

Memegang tangan laki-laki itu dan menariknya, membuat telapak tangannya terkena sedikit cahaya matahari yang masuk, di sana terdapat tanda lahir berbentuk bulan sabit. "Aku sangat yakin itu memang dia. Dia akan berguna untuk kaum kita. Sangat-sangat berguna di masa depan nanti."

"Apa akan berbahaya untuk dia? Apa dia bisa mati?"

Membelai lembut rambut laki-laki bertanda lahir bulan sabit. "Tentu! Semua ada efek sampingnya, Sayang, dan efek samping dari hal itu adalah efek samping yang paling berbahaya. Efek sampingnya yaitu paling tidak dia akan tidak sadarkan diri selama beberapa puluh tahun, atau dia akan menua tanpa menikmati dunia."

"Mati kurasa lebih baik untuknya," sambungnya lagi.

"Bisakah kita tidak menyakitinya? Dia tidak bersalah. Kasian dia," mohon laki-laki itu, dia merasa sedikit iba kepada calon korbannya.

"Dia bersalah! Takdirnya yang salah. Dia ditakdirkan untuk itu, dia sudah dipilih, dan dia harus menanggungnya. Kenapa kau?! Fokus saja pada tugasmu! Atau kau ingin aku laporkan pada Raja Jay," ancam Wanita yang sudah hidup selama 100 tahun itu, nampaknya dia marah pada pertanyaan laki-laki bulan sabit yang seakan terdapat keraguan di dalamnya. Wanita berjubah merah itu tiba-tiba mengecup bibir laki-laki dengan tanda lahir bulan sabit dan pergi meninggalkannya sendiri. Dia menghilang begitu saja tanpa menggunakan pintu.

Begitu orang kepercayaan Raja Jay pergi. Dia kini hanya di ruangan sendirian. Dia terlihat mondar-mandir tidak menentu. Setelah beberapa menit, dia berhenti mondar-mandir dan tiba-tiba mengepalkan tangannya sendiri. "Entah kenapa, tapi maafkan aku! Aku rasa aku tidak bisa melakukan itu. Aku tidak akan membiarkanmu menyakitinya hanya demi kepentingan kaum kita. Terlebih lagi dia tidak salah apa-apa, tidak adil bagi dia. Tidak masalah kaum kita harus menunggu lagi."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!