"Kita sampai di rumahmu." Martin keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Carol. Dia membantu Carol keluar.
"Terimakasih, Martin." Carol tersenyum, tiba-tiba dia berjinjit dan mencium pipi Martin.
Martin syok dengan tingkah Carol barusan, dia memegangi pipinya yang tadi dicium Carol.
"Kenapa?" tanya Carol melihat ekspresi Martin yang bengong.
"Em ... kaget. Tumben nyium aku. Ada apa gerangan? Kau tidak sedang sakit 'kan?" Martin memeriksa dahi Carol. Dia tidak demam karena suhunya normal.
Carol melepaskan tangan Martin dari dahinya. "Aku baik-baik saja, kok. Cuma pengen nyium aja. Tenang, aku baik-baik saja. Aku tidak sakit, aku sangat sehat, lebih sehat dari yang kemarin." Setelah mengatakan itu, Carol lari masuk. Sementara Martin masih berdiri di tempat tadi, berusaha mencerna tingkah Carol yang tidak seperti biasa.
“Nampaknya Carol sudah mulai luluh. Taktikku ternyata berhasil,” ucap Martin, dia tersenyum dengan puas.
Telpon Martin tiba-tiba berbunyi. Di layarnya tertera nama Marry Callista, nama panjang dari Marry.
Martin mengangkat telpon dari Marry. "Halo! Ada apa, Mar? Sudah kukatakan jangan hubungi aku lagi. Block nomorku! Aku tidak mau berurusan denganmu."
"Aku merindukanmu, martin. Cepat ke sini, aku menunggumu di hotel, aku sudah memesankan kamar untuk kita bermalam. Aku tidak bisa jauh darimu, Sayang."
"Marry, aku sudah bilang kepadamu, lupakan aku! Aku tidak mencintaimu lagi," ucap Martin, nada suaranya meninggi. Tapi dia memastikan tidak ada yang mendengarkan percakapannya tersebut.
"Ayolah, kamu pasti juga merindukan kebersamaan kita. Jangan menolak, kamu pasti akan suka. Aku sudah berdandan sangat cantik sehingga pandanganmu tidak akan beralih dariku, Martin. Kita akan bermain-main lagi, Martin."
Raut wajah Martin menunjukkan kemarahan. "APA KAU TIDAK MENGERTI YANG KUKATAKAN?! HUBUNGAN KITA SUDAH BERAKHIR, MARRY! BERAKHIR! " Martin membentak Marry di telepon.
"Kau tidak bisa berbuat ini kepadaku, Martin. Setelah malam-malam itu kamu mencampakan aku sekarang. Aku tahu kamu mengincar Carol yang masih gadis. Tapi percayalah padaku, masih lebih baik aku daripada dia. Dia tidak mencintaimu, Martin. Sadarlah!"
"Jaga bicaramu! Dia gadis baik-baik tidak sepertimu, aku tidak akan menodainya sebelum menikah. Marry, aku akan ke sana sekarang!" Martin tidak terima Carol dihina seperti itu karena Carol berbeda dengan Marry.
"Nah! Aku sudah tahu kamu tidak akan melewatkan kesempatan baik ini. Datanglah, Martin. Aku akan memuaskanmu, sehingga kau tidak akan lupa momen saat bersama denganku. Kamu pasti akan puas, Martin. Selama ini aku tidak pernah mengecewakanmu 'kan?" ucap Marry dengan suara dibuat-buat.
"Untuk yang itu, kau benar. Selama ini kau belum pernah mengecewakanku." Martin mengecilkan suaranya.
"Kemarilah cepat, Martin. Aku sudah tidak sabar bermain-main denganmu. Mari kita berpesta lagi, aku akan mengajak teman-teman yang lain. Kali ini aku pasti akan menang lagi, sudah 5 kali, dan aku pemenangnya. Martin, aku merindukanmu. Aku rindu bersamamu, dalam dekapanmu."
"Baiklah, baiklah! Kali ini kamu akan bertemu lagi dengan aku. Aku juga sudah tidak sabar mengalahkanmu. Undanglah teman-teman, kita berpesta dan jangan kecewakan aku, Marry."
"Tidak akan, Martin. Kau pasti akan sangat puas hingga muntah-muntah karena aku telah memesan minuman terbaik yang pernah ada. Kau pasti akan suka. Setelah kamu sampai di sini aku akan mengajakmu berdansa. Dan Martin, aku berjanji ini untuk yang terakhir kalinya kita bersama. Setelah ini kau boleh pergi dengan siapapun yang kau mau."
"Baiklah. Hentikan, Marry, jangan bicara lagi. Tunggu aku di sana. Aku akan membuat kenangan terakhir untukmu. Kali ini akan lebih indah sehingga kau akan sulit melupakanku." Martin mematikan telpon lalu masuk ke mobil dan bergegas menjalankan mobilnya menjauh dari rumah Carol.
...
"La... la... la...." Carol bersenandung riang sambil merapikan tempat tidur. Dia bersiap untuk segera pergi tidur karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dan itu artinya waktu tidur untuk Carol. Carol memiliki jadwal kegiatan harian yang ia tempel di dinding kamarnya yang bercat biru. Biru dan pink warna kesukaan Carol, hampir seluruh isi kamar Carol berwarna biru dan pink. Carol sangat menghargai waktu dan jadwal harian yang ia buat. Dia berusaha mengikuti jadwal tersebut, namun sayang belakangan ini karena masalah perjodohan, jadwal Carol jadi agak sedikit berantakan.
Carol termenung sejenak, memikirkan sesuatu tentang Marry. Ekspresi wajah Marry saat pertemuan keluarga kemarin membuat hati Carol terasa ada yang mengganjal. Menurut Carol, Marry tidak seharusnya seperti itu. Ekspresi Marry seperti ekspresi kecemburuan terhadap pasangan. Carol yang menyadari telah berpikiran buruk kepada calon suaminya langsung membuang keraguan itu, dia mencoba tetap berpikir positif terhadap mereka berdua.
Carol buru-buru menaruh selimut yang ia pegang dan lari menuju jendela, dia hampir tersandung boneka teddy besar pemberian Martin kemarin yang berada di samping ranjangnya. "Siapa di sana?" teriak Carol saat melihat seseorang memakai masker hitam dari balik jendelanya. Sepertinya orang itu sedang menatap dan memperhatikan gerak-gerik Carol. Begitu Carol menyadari keberadaannya, orang itu langsung lari dan menghilang entah kemana. Nampaknya dia berusaha masuk dari balik jendela karena begitu Carol melihatnya, jendela langsung mengeluarkan bunyi bruk yang cukup keras. Nasehat Kate benar, sebaiknya dia segera menutup tirai jendela saat sudah gelap dan tidak membiarkan terbuka begitu saja atau monster akan masuk dan menculikmu. Lain kali Carol akan melaksanakan nasehat Kate untuk menghindari hal ini terjadi lagi.
"Hei, apa ini?!" Carol menemukan setangkai mawar hitam terjepit jendela. Sebuah mawar asli, bukan mawar mainan atau plastik.
Carol bertanya-tanya maksudnya apa orang itu memberi dia mawar hitam, dan siapa orang itu, kenapa dia lari begitu Carol melihatmya.
Carol memandangi mawar hitam yang ia pegang, otaknya dipenuhi pertanyaan. "Ini hadiah atau apa?"
"Carol, Nak! Belum tidur?" Suara lembut wanita yang begitu familiar mengagetkan Carol.
Carol berbalik dan mendapati wanita berpakaian putih panjang berdiri di depan pintu. "Ah, ibu. Ngagetin aja."
“Maafkan, Ibu. Kamar kamu tidak dikunci makanya ibu asal masuk saja,” jelas Kate yang nampak membawa nampan dengan segelas susu.
Kate mendekati Carol setelah menaruh nampan yang ia bawa di meja Carol. "Kenapa? Apa yang kau pikirkan? Kau memikirkan Martin?" Kate berusaha menggoda putri kecilnya.
"Apaan sih, Bu. Bukan Martin!" protes Carol. Semenjak dia berusaha menerima Martin, ibu Carol menjadi lebih sering menggodanya.
"Itu dari siapa?" tanya Kate setelah melihat setangkai mawar hitam yang Carol pegang.
"Aku tidak tahu, Bu. Tadi ada seseorang di balik jendela. Dia lari setelah aku melihatnya dan mendekat ke arahnya." Perempuan berbibir mungil itu menjelaskan hal yang baru ia alami tadi kepada Kate.
"Sudah jangan dipikirkan, mungkin itu Martin yang ingin memberimu kejutan."
Perkataan Kate ada benarnya, Martin mungkin ingin memberinya kejutan, karena orang itu biasanya suka muncul mendadak. Martin memang orang yang penuh kejutan. Malam rabu kemarin dia memberi Carol kejutan saat di taman, dan itu sangat romantis juga manis, Carol menjadi lebih dekat dengan dia sejak malam itu. Mungkin dia akan berubah pikiran dan menerima Martin, laki-laki itu sudah berusaha keras mendekati Carol beberapa hari ini, dan dia sangat baik pada Carol. Carol sendiri tidak terlalu tega membencinya lebih lama, terlebih Martin tidak ada salah apapun terhadap dirinya.
Kate mengecup dahi putrinya dan mengucapkan selamat tidur lalu berjalan menjauh dari Carol.
"Jangan lupa, besok Martin mengajakmu berlibur ke villa miliknya," ucap Kate sebelum menutup pintu kamar putrinya.
Carol menaruh bunga itu di lacinya, dan bergegas mengganti pakaiannya dengan baju piyama berwarna pink, kemudian dia naik ke atas ranjangnya untuk tidur. Kebetulan dia sedang libur sekolah setelah ujian tengah semester, dan dia tidak ada alasan untuk menolak ajakan Martin.
Carol menatap langit-langit kamarnya yang indah karena terdapat hamparan stiker bintang menyala yang ia pasang sendiri. Malam ini Carol sulit untuk menutup matanya, khawatir orang itu kembali untuk memata-matainya dan berusaha merenggut kehormatannya.
Sambil memeluk boneka kesayangannya, Carol memikirkan Martin. "Andai Martin ada di sini dan menemaniku tidur. Aku pasti akan merasa sangat aman." Dia berharap Martin akan menjaganya.
"Hei, apa ini?! Aku merindukan Martin?" Carol menepuk kepalanya sendiri karena memikirkan Martin.
"Uhhh! Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Aku plin-plan sekali. Ayah dan ibu pasti akan menertawaiku kalau aku jatuh cinta pada Martin, karena aku selalu berusaha membatalkan perjodohan ini." Carol berguling-guling di kasurnya dan sesekali membenamkan dirinya ke bantal. Dia malu kepada dirinya sendiri yang terlalu plin plan.
...
"Martin, kamu mau membawaku kemana? Aku takut." Carol sejak tadi tidak melepaskan gantengannya dari lengan kokoh Martin. Dia terus memeganginya dengan erat.
Martin menuntun Carol yang sedang ditutup matanya oleh sebuah kain hitam yang Martin ikatkan. Rambut lurus Carol yang terkena hembusan angin malam menyentuh wajah Martin, Martin dapat merasakan aroma dari shampoo yang Carol pakai. Harum yang menenangkan dan menyegarkan, entah Carol memakai shampoo merk apa, Martin berencana membeli shampoo dengan merk yang sama karena dia menyukai aromanya.
Salah satu tangan Carol meraba-raba jalanan. "Pelan-pelan, Martin. Nanti aku jatuh. Ini dimana? Kenapa banyak batu?"
"Tenang saja! Aku tidak akan membiarkanmu jatuh ke tanah, aku hanya ingin kamu jatuh ke pelukanku. Percayalah padaku." Martin mengatakannya dengan penuh keyakinan. Tentu saja dia tidak akan menbiarkan orang yang ia incar tersakiti atau disakiti oleh siapapun.
"Baiklah aku percaya."
Setelah beberapa menit, Martin berhenti berjalan. Dia duduk di sebuah kursi. Martin memegang samping pinggang Carol dan meminta Carol untuk duduk bersamanya.
"Kemari! Duduk di pangkuanku."
"Tap-tapi, apa kau yakin? Aku berat, kau akan keberatan."
Martin tidak memperdulikan omongan Carol. Dia tetap membuat Carol duduk di pangkuannya.
"Sebelum aku minta, tolong jangan dulu dibuka, ok!" perintah Martin.
Carol mengangguk.
Martin menyuruh orang-orang yang berada di dekat sana untuk masuk. Dia mengatur posisi mereka dengan jari tangan, tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Setelah persiapan selesai, Martin meminta Carol membuka penutup matanya sendir. "Sekarang buka penutup matamu! Tapi pelan-pelan."
Sesaat setelah Carol membuka penutup mata, orang-orang band langsung memainkan musik indah mereka.
Carol terkesima melihat pemandangan yang ada, matanya berkaca-kaca melihat semua ini. Martin sangat romantis, dia membawa Carol ke taman dan menghias taman dengan sangat indah. Dia juga memberi Carol bunga. Rasanya seperti mimpi saja.
"Kau suka dengan kejutanku, Sayang?" tanya Martin yang sekarang berdiri di hadapannya. Dia terlihat sangat cool malam ini. Pakaian yang dia pakai membuatnya tampak lebih tampan dari biasanya, belum lagi potongan rambut barunya yang nampak sangat keren dan cocok untuk dirinya.
Carol memeluk laki-laki berjas hitam di sampingnya. Dia memeluknya dengan erat seperti enggan untuk melepaskan. "Aku sangat suka. Terimakasih, Martin. Kamu luar biasa. Aku mencintaimu!" Dia tersenyum bahagia pada Martin, sebuah senyum yang selama ini Martin tunggu-tunggu. Tidak lupa, Carol juga mengecup kilat Martin yang membuat Martin tersentak karena kaget. Martin dan Carol saling berpelukan, pelukan yang menghangatkan. Martin memainkan rambut Carol. Dia mengelus lembut rambut Carol. Carol juga berusaha mengelus rambut dan leher belakang Martin. Mereka larut dalam asmara, tidak peduli pada orang-orang di sekitarnya yang sedang memainkan sebuah lagu. Mereka tetap berpelukan seakan dunia hanya milik mereka berdua dan yang lain hanya ngontrak.
Martin berbisik pada Carol. "Carol! Kau harus tau, aku sudah lama sangat mencintaimu, aku tidak bisa berpaling darimu. Aku akan selalu ada untukmu dan aku akan berusaha melindungimu. Aku berjanji untuk itu. Jangan pernah meninggalkan aku, Carol. Aku tidak bisa hidup tanpamu, sungguh! Aku tidak bisa. Kau belahan jiwaku, kau pasanganku, kau tercipta hanya untukku. Kita ditakdirkan bersama, memiliki satu sama lain, dan tidak akan ada yang bisa memisahkan kita berdua. Lebih baik kita berdua mati bila ada yang berusaha merebutmu dariku."
*Bab 6-21 sedang diperbaiki*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments