Di rumah Dennis–
“Haduh… aku cemas sekali.” Ibunya Dennis bergumam-gumam. Ia sedang duduk di sofa bersama dengan Mizuki yang berusaha untuk menenangkannya. “Ah, Mizuki. Apa kau telah menghubungi mereka?”
“Tadi aku coba telepon Dian, tapi tidak diangkat sama dia.” Jawab Mizuki. “Ibu tidak perlu cemas, ya? Mungkin mereka sedang di jalan.”
“Tapi sekarang… mataharinya telah terbenam. Di luar sana juga sudah gelap. Ibu khawatir sekali dengan keadaan mereka.”
“Ayolah, ibu jangan cemas dulu. Mereka kan anak-anak yang hebat. Mereka akan segera pulang, kok!” Mizuki tersenyum. Ia kembali melihat ponselnya dan memeriksa pesan yang ia berikan untuk Akihiro. Ternyata pesan itu belum dibuka sama sekali. Seketika Mizuki jadi kesal dan menggerutu dalam hati.
“Awas saja, Dian! Kau berani abaikan aku. Pulang-pulang siap-siap saja menyapa pukulanku.”
Namun tak lama setelah Mizuki bergumam seperti itu, tiba-tiba saja terdengar suara pintu yang didobrak dengan keras. Lalu terdengar beberapa suara tapak kaki yang mendekat. Karena terkejut, Mizuki dan ibunya Dennis berdiri dari sofa.
Kemudian Dennis muncul dari balik dinding yang menuju ke pintu depan. Dia tergesa-gesa membawa Cahya ke kamarnya. Saat melewati ibunya, Dennis hanya melirik dan menyapa kalau ia sudah pulang ke rumah. Setelah itu, Dennis kembali berjalan cepat menaiki tangga dan pergi ke kamar Cahya.
Setelah Dennis, Akihiro dan Rei pun muncul. Mereka terlihat sedang mengejar Dennis. Tapi saat melewati ruang tamu dan sofa, langkah Akihiro terhenti karena tangannya ditarik Mizuki. Kalau Rei tetap lewat begitu saja. Disusul dengan sang ibu yang melihat kecemasan di wajah anaknya.
“Dian, sebenarnya ada masalah apa? Kenapa kalian pulang-pulang malah lari-lari kayak habis dikejar setan?” tanya Mizuki cepat. Ia menarik tangan Akihiro lagi untuk dekat dan bicara dengannya.
Akihiro baru sadar kalau Mizuki lah yang telah menahannya. Ia juga terkejut dengan kemunculan wanita itu. “Mi–Mizukiiii? Sejak kapan kau datang?”
“Baru saja sampai, sih… tadi sore.”
“Kenapa kau tidak menghubungiku kalau kau akan datang?”
“Kan kemarin aku sudah bilang. Aku akan kembali. Kau ini bagaimana, sih? Dan tadi… aku juga sudah menelponmu beberapa kali ditambah aku spam pesan di ponsel. KENAPA KAU TIDAK MENJAWABKU, DIAN?!” Akhir kata, Mizuki membentaknya. Ia benar-benar kesal sekaligus khawatir karena Akihiro tidak pernah menjawab pesan yang ia kirimkan.
“Maafkan aku,” ucap Akihiro pelan. Ia terdiam sejenak dan menundukkan kepala. Tak lama, ia menjawab pertanyaan pertama Mizuki. “Kau benar. Kami memang habis dikejar setan tadi.”
“Eh?” Mizuki tidak terkejut. Ia hanya terheran saja. “Kau jangan bercanda padaku, ya? Kupukul kau!”
“E–eh, tidak, kok! I–itu tadi… Cahya pingsan karena… ah aku tidak tahu. Intinya hari ini aku… aku melihat teman-temanku terbunuh oleh setan itu.” Jelas Akihiro. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Mizuki langsung membantunya untuk duduk dengan tenang, lalu ikut duduk di sampingnya.
“Apa maksudmu? Memangnya kau habis dari mana?” tanya Mizuki.
“Ah… aku tidak mengerti semua ini. Ceritanya panjang!”
“Eh? Kalau begitu, jangan diceritakan.” Mizuki menggeleng pelan. Ia menggenggam erat lengan Akihiro lalu menyandarkan kepalanya di pundak. Sesekali ia juga mengelus punggung Akihiro dengan lembut. “Baiklah… untuk sekarang, kau tenangkan dirimu. Kau pasti lelah dengan semua ini, kan? Sekarang istirahatlah. Aku tidak akan memukulmu untuk hari ini.”
“Tapi Mizuki… boleh aku minta sekarang?”
“Dasar mesum!”
“Ngh… mumpung sedang tidak ada orang.” Alihiro menghadapkan wajahnya dekat dengan Mizuki. Lalu ia menutup mata dan secara perlahan mendekatkan wajahnya pada Mizuki.
Untuk saat ini karena Akihiro yang memintanya, maka Mizuki akan menerimanya. Di ruang tamu yang sedang tidak ada orang itu, Mizuki dan Akihiro saling menempelkan bibir mereka dengan tenang. Lalu tak lama kemudian, mereka pun mengakhirinya dan Akihiro kembali menyandarkan pundaknya pada Mizuki.
“Kau jika ingin tidur, pergilah ke kamarmu. Jika seperti ini, pundakku jadi pegal, tahu!” Mizuki mendorong Akihiro dengan cepat.
Setelah itu ia pun berdiri dari sofa dan pergi menaiki tangga. Akihiro juga akan ikut karena ia masih takut jika sendirian. Sekalian ia juga ingin melihat keadaan Cahya.
****
“Cahya! Cahya! Kumohon bangunlah!”
Dennis yang masih cemas dengan keadaan pasangannya, terus meneriaki namanya dan berharap ia cepat sadar kembali. Tapi Rei yang ada di sampingnya merasa risih dengan sikap Dennis yang tidak mau diam.
Ia juga mencemaskan Cahya, tapi ia ingin Cahya beristirahat dengan tenang dan Dennis jangan mengganggu dengan teriakannya.
Rei menarik kerah belakang Dennis sampai membawanya ke tempat tidur Akihiro di samping. Sebenarnya Cahya dibawa ke kamar Dennis dan bukan kamar miliknya sendiri.
Dennis membiarkan kamarnya dipakai Cahya. Karena jika Cahya belum sadar sampai malam, maka Dennis tidak bisa menemaninya kalau Cahya berada di kamar pribadinya. Maka dari itu Dennis membawa Cahya ke kamarnya saja.
“Dennis, Dennis. Tenang dulu sebentar. Jika kau terus ribut di depannya, maka itu akan mengganggunya saja. Biarkan. Cahya baik-baik saja. Dia pingsan karena kelelahan mungkin. Tidak ada yang membahayakannya. Sekarang semua sudah aman.” Ucap Rei lirih padanya sambil mengelus kepalanya.
“Apakah… benar begitu Kak Rei?”
“Iya tenang saja. Dia… pasti akan baik-baik saja!” Rei menekan kepala Dennis dan kembali mengelusnya sampai rambutnya acak-acakkan.
Dennis sangat suka jika ada orang yang mengelus-elus kepala dan memainkan rambutnya. Untuk saat ini, Dennis sudah merasa lebih baik. Ia malah terlihat seperti kucing kecil yang suka dimanja hanya karena elusan tangan lembut dari Rei.
****
“Haaah… baru pulang dari kampus sudah ada sif malem buat kerja.”
Seorang remaja laki-laki dari kelas yang sama dengan Dennis menggerutu di tempatnya. Ia bernama Radith. Ia hanya lelaki biasa dengan kehidupan yang biasa juga. Tinggal sendiri di sebuah kos-kosan kecil. Mulai pindah dari orang tuanya sejak masuk kampus untuk mengejar S1 dan terus melanjutkan pendidikannya.
Namun saat ini, ia bekerja di minimarket di tengah kota untuk tambahan biaya kuliahnya. Ia harus bekerja jika tidak ingin membebankan orang tuanya.
Bekerja sebagai kasir dan pelayan saja. Tapi selama ini, pekerjaanya lumayan menguntungkan untuknya. Bisa membeli kebutuhan sehari-hari dan selama ini semuanya masih baik-baik saja.
Ia tidak sendiri malam ini. Ada satu teman kerjanya yang sedang berjaga toko juga selama bosnya pergi. Pukul 10 malam saat toko ditutup, ia juga akan pulang ke kosannya dengan naik motor.
Sekarang ini ia sedang berjaga di depan kasir sambil menunggu pembeli datang. Tapi karena kebosanan, alhasil ia malah melamun dan terus mengeluh tentang kejadian yang menimpanya hari ini.
“Yang tadi itu… apakah beneran nyata? Tapi kan… aku melihat mereka mati di sana. Ah, sial! Andai saja aku tidak ikut. Pasti aku akan merasa lebih aman sekarang. Sialan! Aku juga hampir saja mati di sana. Hah… oke! Fokus tenangkan dirimu, Dit! Semua pasti akan baik-baik saja.”
“Keselamatanmu akan selalu aman selama kau berhati-hati saja. Eh… semoga saja kematianku masih lama.” Ia tidak berniat mengatakannya. Dengan cepat, Radith pun menggelengkan kepala. “Tidak! Tidak! Tidak! Kau mikirin apa, sih? Jangan seperti itu. Tidak. Aku tidak mau mati secepat ini. Ah, Dennis benar. Rumah itu memang berbahaya. Pokoknya aku tidak ingin kembali ke sana lagi! Walau aku akan dibayar jutaan, aku tetap tidak ingin ke sana!”
“Oy, Adit… jika kau tidak ada kerjaan, lebih baik bantu aku meletakan minuman-minuman baru ini ke kulkas. Daripada menghalu terus.” Seorang partner kerja menegurnya. Radith yang sedang memikirkan kejadian sebelumnya itu terkejut.
“Dih, siapa juga yang menghalu!” Ia membalasnya lalu mendekati teman kerjanya. Ia akan membantu sementara temannya itu ingin buang sampah sejenak ke luar toko. Jadi sekarang, Radith sendiri di dalam toko. Ia sibuk memindahkan botol-botol minuman dari kardus ke dalam kulkas.
Namun tak lama setelah temannya pergi, tiba-tiba saja lampu dalam toko berkedip beberapa kali dan akhirnya mati.
Radith sendiri sangat terkejut. Ia langsung kembali berdiri untuk mencari saklar lampunya. Karena ia anggap lampunya mati karena ada masalah pada saluran listriknya. Ia ingin mencari saklar lampu untuk mencoba menyalakannya kembali.
Radith berjalan secara perlahan sambil meraba-raba sekitarnya. Ia tidak bisa jalan dengan benar karena sekitarnya sangat gelap. Tapi ia masih bisa melihat pintu keluar. Karena di luar toko, ada beberapa kendaraan yang lewat dan cahaya dari lampu pinggir jalan.
“Ah, bakalan susah kalau nyari saklarnya langsung. Mending minta bantuan si Anto aja dulu, ah! Dia lagi di depan ini, kan?” Radith bergumam. Ia kembali berdiri tegak, lalu berjalan pelan menuju pintu keluar yang sudah terlihat di depan matanya itu.
Namun setelah dua langkah ke depan, Radith dikejutkan dengan suara aneh yang muncul. Suara yang terdengar kasar tapi tidak jelas. Bukan seperti suara manusia, namun mirip seperti suara kucing yang sedang menggeram. Hanya saja yang baru ia dengar itu suaranya lebih berat.
“Ah, tidak! Mungkin aku salah dengar. Ini halusinasiku lagi saat dalam gelap.” Radith memiliki fobia ruang gelap. Kadang suka ada hal aneh di pikirannya yang membuatnya jadi takut jika berada di dalam ruangan yang gelap. Tapi sekarang, ia merasa aman karena setelah ia keluar lewat pintu itu, semua akan baik-baik saja.
Radith hampir sampai di depan pintunya. Tapi saat ia ingin menyentuh pegangan pintu kaca itu, tiba-tiba saja Radith melihat sosok anak kecil laki-laki di depan pintu. Seketika ia berteriak ketakutan dan terjatuh ke belakang.
Tak lain, itu si hantu kecil dari rumah tua yang terkutuk. Ia lagi-lagi datang dengan sosok yang menyeramkan. Ditambah dengan pisau kecil yang menusuk lehernya. Ia berjalan pelan menghampiri Radith yang terus menghindarinya dengan wajah ketakutan.
Saat hantu anak kecil itu menarik pisau kecil dari lehernya, darah pun menetes. Radith semakin berteriak kencang dan berharap pertolongan datang untuk membantunya. Ia mundur ke belakang. Sesekali melempari anak kecil itu dengan makanan. Tapi tidak bisa membuatnya berhenti.
“Stop di sana! Ja–jangan dekati aku! Kumohon!! A–aku saja tidak tahu kau itu siapa! Pergilah!”
Radith terus berteriak ketakutan. Fobianya semakin parah. Apalagi ia didatangi oleh sosok hantu anak kecil yang ingin memebunuhnya.
“Kembalikan…. Kembalikan barang milik ibuku! Kembalikaaaann….”
“A–apa maksudmu kembalikan? Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Tidak! A–aku bahkan tidak pernah melihatmu. A–aku tidak mengambil apapun dari kamu, kok!”
“JANGAN BOHONG!”
SRAT!!
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Nene
woi!!! pencuri Puding ku masuk novel kak pipit!!! kembali kau!!!!
2020-10-10
3
Ano-kun
Ah kirain gagal kissunya
gak seru lu, padahal udah siap mau ngetawain 🗿🗿
2020-09-23
2
Ano-kun
Saya tengah membayangkan..... si juki mukul setan 🗿🗿🗿
2020-09-23
2