“U-UWAAAAA!! A–A–APA INI?!”
Dennis yang terkejut dengan apa yang ia lihat langsung mundur ke belakang dengan cepat. Karena tepat di depan kakinya dan berdirinya si kucing hitam, terdapat sebuah tubuh manusia yang tergeletak tak bernyawa. Keadaanya benar-benar mengerikan. Dennis tidak kuat melihatnya.
Melihat darah yang tersebar di sekeliling mayat ditambah dengan keadaan mayat yang terlihat tidak utuh pada bagian atas badan. Kepalanya hancur menjadi serpihan tulang kepala, rambut dan kerongkongan dalam yang terlihat serta organ dalam kepala berceceran di sekitar tubuh.
Di dekat mayat itu juga terdapat batu berukuran besar yang sudah dilumuri darah.
“Sebenarnya a–apa yang terjadi di sini, kak Rei!” Dennis benar-benar ketakutan melihat mayat itu. Ia terus bersembunyi dibalik Rei dengan tubuh yang gemetar. Sementara Rei sendiri tidak berekspresi sama sekali. Ia tetap terlihat tenang menatapi mayat yang ditemukan si kucing hitam.
“Dia… terjun dari atap rumah tingkat empat ini.” Rei menjelaskannya untuk memberitahu Dennis. “Suara sesuatu yang jatuh tadi itu ternyata dari mayat ini. Dia keadaannya masih baru dan darahnya juga masih basah dan hangat. Kepalanya jadi begini karena… saat mendarat ya kepalanya malah mengenai batu itu. Otomatis ya jadi begini.”
“Kumohon… walau aku sudah terbiasa melihat yang seperti ini, tetap saja aku merasa takut.” Batin Dennis.
Ia tidak ingin menatap mayat di hadapannya itu. Sementara kalau Rei malah memeriksa kondisi mayatnya untuk mencari identitas tentang mayat itu.
Rei tidak bisa mengetahui siapa yang meninggal tersebut karena wajanya saja sudah tidak bisa dikenali. Jadi untuk mengetahuinya, Rei akan mencari bukti lain seperti KTP atau kartu pelajar.
Rei tetap memeriksanya. Sambil berpikir dalam hati mengenai deskripsi yang ia dapatkan tentang mayat itu.
“Dia… memakai pakaian biasa. Dari tubuhnya dapat dikenali kalau dia laki-laki. Kalau perkiraan umur… dia seperti Dennis. Seperti remaja pelajar juga. Oh, ini ada tasnya ternyata. Aku bisa mendapatkan beberapa informasi tentangnya dari sini.” Langsung saja Rei mengambil tas milik mayat itu dan membuka resletingnya.
Di dalam terdapat beberapa buku tulis dan buku paket, tempat pensil dan tempat kacamata. Tapi di sana Rei tidak menemukan identitas penting yang biasanya dimiliki oleh seorang pelajar, yaitu kartu pelajarnya.
“Tapi aku bisa mencari tahu namanya dari tulisan di bukunya.” Rei membuka salah satu buku tulis yang ia ambil dari dalam tas. Biasanya terdapat tanda kepemilikan di buku seorang pelajar. Ternyata benar. Tertulis di sana dan dapat diketahui kalau nama mayat ini adalah Saiful Hakiki.
“Saiful Hakiki… dari sekolah… eh tidak. Dia anak kampus ternyata? Ajaran tahun pertama.” Rei bergumam. Dennis yang ada di belakangnya dapat mendengar Rei bergumam seperti itu. Karena penasaran, Dennis ingin melihat penyelidikan Rei juga.
Namun sebelum itu, tiba-tiba saja ada yang menarik tangan Dennis ke belakang dengan cepat ditambah munculnya suara teriakan di belakangnya. Lagi-lagi suara Cahya berteriak dan yang menarik tangan Dennis itu juga dia sendiri.
“Uwaaaa… Cahya ada masalah apa?” Dennis bertanya.
Cahya terlihat panik. Ia menunjuk ke atas sambil berkata dengan nada tegas. “I–itu si Dian! Dennis! Rei! Itu Dian ada di atas sana!!”
“Eh?!”
Mendengar perkataan Cahya, Dennis dan Rei langsung mendongak. Ternyata benar, di atap rumah tingkat empat itu terdapat sosok Akihiro yang sedang berdiri di pinggiran genting. Tak lama kemudian, Akihiro tiba-tiba saja menjatuhkan tubuhnya ke bawah. Dia ingin terjun begitu saja tanpa alat pengaman.
Tentu saja Rei dan Dennis terkejut melihatnya. Dengan cepat, mereka akan menghampiri tanah yang akan menjadi tempat pendaratan Akihiro yang terjatuh tanpa sebab. Di bawah sana, Rei dan Dennis akan berusaha untuk mendapatkan tubuh Akihiro sebelum kepalanya menyentuh tanah.
HAP!!
Untung tepat waktu. Akihiro terselamatkan. Dennis dan Rei berhasil mendapatkan tubuhnya. Karena agak berat, jadi Dennis dan Rei akan membaringkan tubuh Akihiro di tanah secara perlahan.
Terlihat Akihiro dalam keadaan tak sadarkan diri. Tapi ia masih hidup saat Rei memeriksanya.
Lalu tak lama kemudian, Akihiro tiba-tiba membuka matanya dan langsung bangun terduduk. Ia terlihat seperti orang yang kebingungan. Saat matanya menatap Rei, Dennis dan Cahya yang ada di hadapannya, ia meneleng dan bertanya, “Loh? Kok tiba-tiba ada kalian di sini, sih?”
“Aku tanya padamu, kok kamu ada di tempat seperti ini. Memangnya kau sedang apa?” Rei bertanya balik dengan nada bicara yang dingin.
“Iya! Kak Dian ngapain lompat dari atas sana tadi? Kami jadi khawatir dan ketakutan tahu!” Dennis menimpali.
Mendengar perkataan temannya, telah membuat Akihiro semakin bingung saja. Ia tidak menjawab. Tapi setelah ia melihat tempat sekitarnya, seketika ia terkejut. “Loh? Loh? Kok… aku ada di sini? Kalian bawa aku ke sini mau ngapain emang?”
“Eh? Justru kami yang menemukanmu di sini, Kak Dian!” Dennis membalasnya.
“Coba sebentar. Dennis diam dulu, ya? Dian! Sebelumnya… tempat terakhir kali kau kunjungi hari ini itu di mana? Bisa kau ceritakan padaku?” tanya Rei.
“Hmm… awalnya kan aku pikir kalian berdua pergi pulang meninggalkan aku. Jadi aku pulang sendiri. Tapi saat di jalan, aku bertemu dengan si… Oh iya si Kiki. Teman sekelas kita, Dennis.”
“Eh? Apa namanya…Saiful Hakiki?” Rei bertanya.
“Oh? Rei tahu dia ternyata?”
“Emm… itu… sebenarnya apa yang sudah kau lakukan bersamanya tadi?”
“Eh? Dia hanya minta pulang bareng sama aku. Lalu kami membuat kesepakatan. Katanya kalau aku mau ngantarin dia pulang sampai rumah, aku akan diberi es krim. Ya sudah aku kalau begitu ga bisa nolak. Jadi aku ikut saja mau pulang bareng dia. Rumah dia kan kayak masuk melewati lapangan dengan hutan bambu gitu… tapi… eh entah kenapa aku tiba-tiba berada di tempat ini sekarang.” Akihiro menjelaskan semua yang ia alami. Hanya itu saja yang ia ingat. Penjelasannya penuh dengan misteri. Membuat Rei ingin berpikir keras untuk memecahkannya.
“Loh? Tadi Kak Dian sama Kiki, ya?” Dennis bertanya. Akihiro hanya mengangguk. “Lalu sekarang di mana si Kiki?”
“Oh, iya. Kok dia hilang, ya? Sebelumnya dia berjalan di sampingku.”
Rei berhenti bicara. Ia kembali berdiri lalu mengeluarkan ponselnya. Ia ingin menghubungi seseorang. Yang lainnya akan membiarkan Rei. Tapi Akihiro masih bingung dengan hilangnya temanya yang bernama Kiki itu.
Tak lama kemudian, Rei kembali menutup ponselnya. Ia memasukannya kembali ke dalam saku, lalu berjalan mendekati ketiga temannya. Ia menghadap ke arah Akihiro. Menatapnya serius untuk beberapa detik, lalu mulai membuka mulut.
“Dian… dengar, ya? Apa sebelumnya teman yang bersamamu itu bernama Kiki?”
Akihiro mengangguk ragu. Dennis dan Cahya tidak mengerti dengan masalahnya. Mereka tetap menyimak.
“Maaf, temanmu itu… baru saja aku temukan. Dia… sudah meninggal.”
Seketika setelah Rei berkata seperti itu, Akihiro, Dennis dan Cahya langsung terkejut mendengarnya. Pada awalnya mereka tidak percaya dengan perkataan Rei. Tapi setelah Rei menunjukkan mayatnya pada teman-temannya, mereka baru percaya.
Akihiro terasa terpukul sekali. Karena kematiannya begitu mengenaskan. Dennis dan Cahya ikut merasakan apa yang Akihiro rasakan walau mereka berdua tidak terlalu akrab dengan teman Akihiro itu.
Tak lama kemudian, terdengar suara beberapa sirine polisi. Tiga mobil polisi datang dan berhenti di depan rumah tua. Beberapa pengemudinya turun dan langsung memeriksa tempat sekitar dan mayat yang mereka temukan. Sementara Dennis, Rei, Cahya dan Akihiro diminta untuk pulang duluan karena matahari telah terbenam. Kejadian itu biar polisi yang menanganinya.
****
“Jadi tadi kak Rei menelpon polisi untuk datang, ya?” tanya Dennis.
“Iya. Mereka termasuk temanku. Aku yang termuda dalam kepolisian kota. Kita semua harus pulang karena anak-anak seperti kita sudah seharusnya ada di rumah saat matahari terbenam seperti ini.”
Semuanya mengangguk. Mereka sedang berjalan di trotoar sampai mereka tiba di tempat tujuan. Dennis, Cahya dan Akihiro akan pulang ke rumah Dennis karena mereka tinggal di sana. Kalau Rei memisahkan diri saat di pertigaan tak jauh dari rumah Dennis.
Sebelumnya, ia ingin mampir di rumah Dennis, tapi karena ia khawatir dengan adiknya yang sendirian di rumah, maka Rei akan pulang ke rumahnya sendiri.
Saat sampai di rumahnya, Rei mengetuk pintu dan seketika adiknya membukakan pintu dari dalam. Adiknya yang bernama Lino itu terlihat sangat senang kakaknya pulang ke rumah. Rei langsung masuk ke dalam dan menutup pintunya. Agar lebih aman, lansung saja ia menunci pintu rumah.
Setelah membuka sepatu di depan pintu, Rei melangkah masuk. Untuk sebentar saja, Rei ingin beristirahat di sofa. Ia benar-benar kelelahan karena seharian terus jalan kaki mencari petunjuk untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ditambah ia terus berpikir soal kematian yang tadi. Bahkan saat duduk di sofa, Rei masih memikirkan soal kejadian hari ini.
“Si Dian tidak sadar kalau dirinya telah memasuki tempat terlarang itu. Lalu… siapa yang telah membawanya sampai ke sana. Apalagi… kalau misalnya kami tidak datang tadi, mungkin Dian akan bernasib sama seperti anak yang meninggal itu. Kasus akhir-akhir ini… kebanyakan orang yang menjadi korban itu dikabarkan hilang, lalu kembali ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Tempat kejadiannya selalu sama. Yaitu di rumah besar yang hangus itu! Hah… sebenarnya ada hal aneh apa yang terjadi pada rumah itu?”
“Apakah… kejadian ini adalah kejadian supranatural? Bisa saja… penghuni dari rumah tua itu memancing korbannya untuk mengunjungi tempatnya. Tapi mereka yang menjadi korban, selalu berakhir tragis seperti itu? Kira-kira… tujuannya apa, ya? Hmm… aku semakin pusing memikirkan ini semua.”
“Apa besok… aku coba hampiri rumah itu secara langsung untuk mengetahuinya?”
“Kak Rei! Kak Rei jangan bengong, dong!”
Rei kembali menegakkan tubuhnya. Ia sedikit terkejut saat adiknya tiba-tiba muncul di hadapannya tanpa tanda. “Maaf, Lino, kakak sedang memikirkan sesuatu.”
“Kakak terlihat capek sekali? Kenapa tidak mandi dulu lalu makan malam bersamaku, ayo! Setelah itu baru istirahat.”
Rei mengeluarkan senyumannya. Ia mengelus kepala Lino lalu mengangguk. “Okelah kalau begitu, nanti aku akan buatkan sesuatu untuk makan malam. Sekarang kamu nonton TV saja sana. Aku ingin bersih-bersih dulu sebentar.”
“Oke siap, kak!!”
Malam ini malam yang damai untuk Rei dan Lino. Seperti biasa. Mereka memang kedua adik kakak yang hebat. Walau Lino sendiri tidak tahu kalau pekerjaan kakaknya yang sekarang sedikit berbahaya.
Rei sendiri tidak ingin membuat adiknya khawatir. Jadi ia selalu menyimpan banyak rahasia yang ia sembunyikan dari adiknya.
Mungkin Rei akan memberitahu beberapa rahasia itu pada waktu yang tepat. Hanya saja tidak sekarang.
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
senja
wah apa itu?
2022-04-04
0
senja
katanya mmg dia suka jalan kaki?
2022-04-04
0
atmaranii
hmmmm....Dian kan cwo udh kuliah d rayu pk es krim ajh mau yaa
2021-09-18
0