Di rumah, ibu Dennis sedang menunggu kepulangan anaknya. Ia sedang menonton TV di sofa sambil memakan kue buatannya. Lalu tak lama kemudian, terdengar suara bel rumah berbunyi.
“Eh? Apa mereka sudah pulang?” Ibunya Dennis mengecilkan volume TV lalu berdiri dari tempatnya. Tapi belum beranjak dari sana. “Tapi… kalau pulang, Dennis dan yang lainnya tidak pernah membunyikan bel. Berarti ada tamu.”
Ibu Dennis melangkah mendekati pintu depan. Setelah di depan teras, ibu membukakan pintu. Dapat terlihat dibalik pintu ada seorang wanita cantik yang berdiri membawa koper. Ibu tentu saja tidak asing dengan wajahnya. Karena ia tahu kalau yang datang itu adalah…
Mizuki Hanashita!
“Wah… kamu Zuki, ya? Sudah kembali?” tanya Ibu dengan senangnya.
Mizuki tersenyum. Ia menjawab, “Ya. Aku sudah janji dengan Dian kalau aku akan pulang hari ini. Tapi sepertinya aku terlambat, hehe… ini udah terlalu sore.”
“Ah, tidak apa-apa. Mereka juga belum pulang. Entah tidak seperti biasanya. Saya jadi khawatir.”
“Mereka yang dimaksud ibu itu Dennis dan Cahya? Termasuk si Dian juga? Kenapa mereka masih belum pulang dari kampus?”
“Iya. Mereka belum kembali sama sekali. Entah kenapa akhir-akhir ini mereka selalu terlambat pulang.”
“Oh, ibu jangan khawatir! Aku akan coba untuk menghubungi Dian, ya?”
“I–iya. Oh! Ayo masuk dulu. Kau pasti capek, kan?”
“Ah, iya, bu! Makasih!”
****
Di lain tempat, Dennis dan teman-teman sekelasnya telah sampai di depan jalan masuk hutan di pinggir jalan. Untuk masuk ke sana terdapat jalan sepetak yang akan menuntun sampai di rumah tua besar.
Sebelum masuk, Dennis memberitahu, “Dari sini tinggal masuk saja ke dalam. Jalannya masih bisa dimasuki mobil. Tapi karena kita sedang tidak naik mobil, jadi langsung saja. Ayo!”
Semuanya mengangguk. Dennis kembali menggerakkan langkahnya. Diikuti oleh semua temannya yang ingin mengetahui lokasi rumah tua tersebut.
Saat sampai di sana, mereka dapat melihat rumah besar yang terbengkalai itu. Tapi dari kejauhan. Karena sebelum sampai di lingkungan berbahaya tersebut, tempat itu telah dikelilingi banyak garis kuning polisi yang diikat di setiap pohon di sana.
“Kan? Sudah aku bilang. Tempat ini ditutup. Kita tidak bisa masuk ke lebih dalam lagi.” Ujar Dennis di depan garis polisi.
Ia berbicara pada semua temannya yang masih penasaran. Tapi ternyata, mereka semua belum puas hanya dengan melihat rumah itu dari kejauhan. Mereka ingin melihat, bahkan sampai ada yang ingin menyentuh bangunannya.
Salah satu dari mereka ada yang bernama Azi ingin nekat melewati garis polisi tersebut. “Ayolah, Dennis! Ini hanya garis biasa. Kita bisa melangkahi dan melompatinya.”
“Nah, iya itu!”
“Hehe… ayolah! Gaskeun!”
“Hei! Kalian lihat, dong!” Dennis tidak suka dengan kelakuan teman-temannya yang tidak bisa dibilangin. Sekali lagi, Dennis memperingati mereka semua. “Di sini adalah batasnya. Kita tidak boleh nekat masuk ke sana. Jika garis seperti ini sudah dipasang, berarti sangat dilarang. Tempat itu benar-benar berbahaya!”
“Kau sangat penakut sekali, Dennis!” Seorang manusia nakal bernama Deff meledeknya. “Payah, kau! Aku suka sekali adrenalin. Bagiku hanya untuk mengunjungi rumah lama itu saja mah kecil sekali. Tidak ada yang harus dikhawatirkan!”
“Nah, ayolah! Hanya rumah doang. Kan benda mati tidak bisa menakut-nakuti kita. Sekarang ayo coba masuk saja, lah!”
“Yeay! Kelihatannya menyenangkan! Tolong bantu angkat aku melewati garis-garis ini, ya?”
“Ah, payah kau!”
Ternyata tidak hanya para laki-laki saja yang masih berniat untuk mengunjungi rumah tua itu. Para perempuan lainnya juga ada yang ingin ikut. Mereka semua.
Ingin ikut bersama. Mereka meremehkan peringatan Dennis. Sementara Dennis sendiri tidak tahu harus apa untuk menghentikan teman-temannya. Mereka tidak tahu kalau setelah mendekati rumah itu, kematian mereka semakin dekat.
“Teman-teman! Tunggu dulu! Hei! Hei! Kalian tidak boleh masuk, loh!”
Dennis merasa suaranya yang keluar untuk memperingati teman-temannya tidak akan berguna. Mereka semua sangat susah untuk diberitahukan. Apalagi mereka terlihat sangat penasaran dengan tempat itu. Walau hanya sebentar saja, tapi bisa berdampak buruk.
Tempat terkutuk seperti itu tidak suka dengan kedatangan banyak orang. Bagaimana kalau penghuninya tidak menerima mereka semua? Apalagi beberapa anak suka ada yang berkata kasar. Akan sangat berbahaya.
Dennis sendiri sudah melihat secara langsung si penghuni rumah itu. Ia sangat ketakutan. Tapi ia belum pernah melihat teman-teman sekelasnya ketakutan. Walau begitu, Dennis tetap tidak ingin membuat teman-temannya dalam masalah.
“Ah, mau bagaimanapun, aku harus menghentikan mereka!”
Dennis akan bertindak lagi, walau teman-temannya akan memperlakukan dirinya dengan kasar. Tapi sebelum itu, tiba-tiba terdengar suara teguran seseorang dari belakang Dennis.
Yang pertama menoleh adalah Akihiro dan Cahya. Lalu Dennis. Kemudian teman-teman Dennis yang lain. Mereka semua terkejut mendengar suara teguran tadi.
“Eh? Kak… kak Rei?” Dennis bergumam dalam hati. Ia tidak percaya dengan kehadiran Rei di sana. Dennis juga merasa takut karena dirinya telah ketahuan oleh Rei sedang berada di tempat yang dilarang. Padahal Dennis sudah berjanji padanya untuk tidak mendekati tempat ini.
Rei berdiri di samping Dennis. Ia kembali menegur beberapa orang yang telah melewati garis kuning tersebut. “Hei! Apa yang kalian lakukan di sini, hah? Kalian tidak boleh ada di sini!”
“Eh? Memangnya kau ini siapa?” tanya ketua kelas, Dedi. “Dan kau sendiri juga mau apa?”
“Aku datang ke sini karena ingin memeriksa tempat yang katanya berbahaya ini.” Jawab Rei jujur.
Dari tadi siang, dia memang berniat ingin mengunjungi rumah tua itu sendirian. Makanya dia datang sekarang. Tapi saat sampai di tujuannya, ia sudah melihat beberapa orang yang berkumpul dekat rumah tersebut. Saat ia melihat ada Dennis juga di sana, maka Rei akan mencoba untuk menghampiri mereka.
“Lah? Memangnya kau siapa? Masa kau boleh, kami semua tidak boleh masuk?!”
Rei menghembuskan napas panjang, lalu merogoh kantung jaketnya. Ia mengeluarkan kartu nama miliknya. “Aku adalah polisi yang bertugas di sekitar sini. Aku perintahkan kalian untuk pergi dari tempat ini.”
“Po–polisi ternyata!” Salah satu anak cewek di sana pun terkejut. Ia tidak ingin terkena jalur hukum hanya karena mendekati sebuah rumah tua. Tapi mereka semua masih belum mengetahui identitas Rei yang sebenarnya.
Kartu nama polisi itu hanya tipuan. Ia bukan benar-benar anggota kepolisian. Hanya bekerja sama saja untuk beberapa waktu.
“Sebaiknya… kalian cepat pergi dari sini.” Rei memperingatkan lagi. “Ini untuk yang terakhir kali, cepat pergi dari tempat ini!”
“Pak!” Salah satu temannya Dennis yang bernama Heri mengangkat tangannya untuk bertanya sesuatu.
Seketika setelah mendengar kata “Pak” yang dikeluarkan anak itu untuk memanggil Rei, Akihiro langsung tertawa secara diam-diam. Padahal umur Rei dengan mereka semua hanya beda satu tahun atau beberapa bulan saja.
“Pak! Kalau boleh tahu… kenapa tempat ini bisa ditutup?” Itulah pertanyaanya.
“Karena rumah besar itu. Rumah itu terbilang angker dan terkutuk. Akhir-akhir ini banyak yang meninggal karena bunuh diri di sana. Penyebabnya masih belum diketahui. Makanya aku ingin pergi untuk memeriksa.” Jelas Rei. Ekspresinya kembali datar lalu melanjutkan dengan bergumam, “Kumohon, jangan panggil aku ‘Pak’.”
“Oh iya, kalau aku perhatikan, dia terlalu muda untuk dipanggil ‘Pak’, sih!” Bisik salah satu anak cewek di paling belakang kepada teman sampingnya. Kemudian temannya itu kembali menjawab bisikannya. “Tapi ganteng juga, tau.”
“Tapi kumohon! Kami ingin melihat rumah itu dari dekat. Hanya sebentar saja, ya? Ya?” Annisa, salah satu dari teman sekelas Dennis malah memaksa. “Sebentar lagi akan gelap, kami tidak mungkin berani berlama-lama di sana. Kami akan segera pulang, kok!”
“Hmm… bagaimana, ya?” Rei akan memikirkannya. Seketika semua temannya Dennis langsung memaksa Rei untuk mengizinkan mereka. Sementara Dennis, Akihiro dan Cahya hanya diam saja melihat perlakuan mereka.
Namun tak lama kemudian, setelah lama terdiam, Rei melirik ke arah Dennis. Ia mendekatkan wajahnya pada Dennis untuk berbisik.
Dennis terdiam dan mendengarkannya. Seketika semua orang langsung diam dan merasa terheran dengan Rei yang benar-benar mereka anggap sebagai polisi itu bisa kenal dekat dengan Dennis.
“Dennis, apa kau ke sini gara-gara mereka?” bisik Rei.
“Ya begitulah. Maaf, mereka memaksaku untuk menunjukkan jalannya.” Jawab Dennis. “Aku sudah melarang mereka, tapi mereka tidak mau dengar.”
“Oh, begitu, ya?” Rei bergumam lalu kembali menjauhkan wajahnya. Ia berdiri tegak, lalu kembali melirik ke arah teman-temannya Dennis yang sedari tadi terus memandangnya dengan penuh harap agar mereka bisa diizinkan untuk mendeakti rumah tua itu.
“Ayolah, jawab! Keburu malam ini. Kami boleh pergi atau tidak?” tanya Dedi yang semakin memaksa.
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
✳️Nåtåßÿå_ßÿå✳️🐣
Bandel banget sih temannya si Dennis😐
Kalo aku mah ku biarin aja mereka ke rumah misterius itu biar tau bahaya yng mengancam nyawa mereka yng gk peka sama omongannya dennis😎
Entah diparagraf brp aku tiba² ketawa sendiri pas temannya Dennis panggil Rei "Pak" sama diketawain si Dian🤣🤣🤣🤣
2021-06-22
1
#Riski JR
Kagak punya kuping ngapa ?
2021-01-30
2
Gisella Revalyna
rasanya pengen ku potong telinga mereka nga mau dengerin denis,dian,ama cahaya.😬
2020-09-21
8