Karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, Dennis akhirnya bisa mengantar Rei dan adiknya sampai di rumah dengan selamat. Setelah mereka berpamitan, Dennis kembali masuk ke dalam mobilnya dan mengendarainya ke arah yang berlawanan.
Jalanan di sekitar komplek rumah Rei benar-benar sangat sepi kalau malam hari. Apalagi lampu jalannya juga kedap-kedip seakan ingin mati dan tidak bercahaya lagi. Di pinggir jalan juga banyak rumah-rumah yang belum berpenghuni. Menambah kesan seram jika melewati jalan itu sendirian.
Dennis tidak ingin memikirkan sesuatu yang negatif saat ini agar dia tidak merasa takut. Apalagi saat ini ia sedang menyetir sendirian di kursi depan. Ditambah dengan keadaan sekitar jalan yang sepi dan sedikit gelap. Untung mobilnya Dennis masih memiliki lampu depan yang terang sehingga jalanan di depannya masih terlihat.
“Hoaaam,” Sambil memegang kemudi mobilnya, Dennis sedikit menguap karena lagi-lagi ia telah melewatkan waktu tidurnya. Otomatis sekarang dia merasa ngantuk. Tapi Dennis berusaha untuk menahannya karena dia tahu apa yang ia lakukan saat ini sangat berbahaya jika dia lengah sedikit saja.
Untung saja rumah Dennis hampir sampai. Tinggal melewati pertigaan dan belok ke kiri, lurus terus, sudah sampai. Ia harus bertahan sebentar lagi.
Tak lama kemudian, Dennis mendengar suara nada dering ponselnya yang berbunyi hanya sedetik. Mungkin ada pesan message yang masuk. Dennis tahu jika dia memegang ponsel saat menyetir itu tidak baik. Maka ia akan membiarkannya saja. Dennis hanya melirik sejenak ke ponsel yang tergeletak di kursi kosong di sampingnya.
Setelah nada dering itu berbunyi, otomatis layar ponselnya menyala sendiri. Dennis dapat melihat notifikasi lewat layar pembuka kuncinya. Di sana ia hanya sempat melihat nama Cahya. Dennis sudah tahu kalau Cahya akan menghubunginya. Pokoknya sekarang Dennis harus cepat.
Untuk sebentar saja, mumpung jalanan masih sepi, Dennis akan menyentuh notifikasi itu untuk menandakan kalau Dennis akan membaca pesannya nanti. Tapi saat ia kembali fokus ke jalanan, tiba-tiba saja dari sebuah pohon di pinggir jalan muncul seorang anak kecil yang menyeberang begitu saja.
Dennis sangat terkejut melihatnya. Dengan cepat ia menginjak rem dan secara mendadak mobilnya pun berhenti. Kepalanya sedikit membentur setir mobil, tapi Dennis baik-baik saja. Ia khawatir dengan keadaan anak kecil yang ia lihat tadi.
“Oh tidak! Di mana anak itu? Jangan-jangan aku menabraknya?”
Segera Dennis membuka pintu mobil dan turun dari dalamnya. Ia ingin memeriksa keadaan depan mobilnya dan mencari si anak kecil yang main menyeberang seperti tadi.
Namun saat dilihat, anak kecil itu tidak ada di depan mobil Dennis. Dia tidak tertabrak dan menghilang begitu saja. Seketika Dennis langsung merasa tubuhnya dingin. Entah dia merinding atau karena dinginnya angin malam.
“Ah sudahlah… intinya ga ada, kan? Mungkin dia sudah menyeberang sampai depan sana karena berlari.”
Dennis tidak berpikiran aneh. Ia tetap tenang dan positif thingking saja. Sekarang yang harus ia lakukan adalah buru-buru pulang ke rumah dengan selamat.
BRRMMM….
Dengan cepat, Dennis kembali mengendarai mobilnya. Setelah sampai di pertigaan, dia langsung berbelok ke kiri dan tancap gas lagi agar lebih cepat sampai. Hanya tinggal berjalan lurus saja.
Tak lama kemudian, Dennis pun sampai di rumahnya. Ia memarkirkan mobilnya di garasi yang masih terbuka, lalu mematikan mesin mobil. Ia keluar ingin segera keluar dari mobilnya. Dennis akan masuk lewat pintu garasi dalam untuk sampai di bagian dapur rumahnya. Tapi sebelum itu, Dennis ingin menutup pintu garasinya.
Setelah itu, Dennis menghampiri tiga anak tangga. Tapi saat di depan pintu masuk rumah, tiba-tiba saja dia teringat sesuatu. Yaitu ponselnya yang masih tertinggal di dalam. Tentu saja Dennis tidak bisa meninggalkan ponsel biru kesayangannya.
Terpaksa ia harus kembali ke mobil. Saat kembali membuka pintu mobil dengan kuncinya, Dennis sedikit membungkuk untuk mengambil ponselnya yang ada di kursi depan. Setelah itu, ia akan keluar. Tapi secara tak sengaja matanya melirik ke cermin kecil bagian atas depan mobil.
Ia sangat terkejut. Refleks Dennis langsung berteriak setelah ia melihat dari pantulan cermin, ada seorang anak kecil laki-laki dengan wajah pucat duduk di bangku belakang mobilnya.
Dengan cepat, Dennis langsung keluar dan menutup pintu mobilnya lalu menguncinya. Setelah itu ia bergegas masuk ke dalam rumahnya sendiri agar lebih aman.
Setelah melewati pintu garasi, Dennis akan terhubung dengan dapur. Di dapur itulah, ia mengambil segelas air lalu meneguknya dengan cepat. Mengatur napasnya sejenak dan jantungnya yang masih berdetak kencang karena kejutan dari sosok anak kecil tadi.
Ia meletakkan gelasnya di atas meja, lalu duduk di depan meja dapur. Ia ingin berdiam diri sejanak di sana. Karena sudah berada di rumah, ia pikir akan aman.
“Aduh… yang tadi itu apa? Apa aku salah lihat?” Dennis masih memikirkannya. Karena yang di cermin tadi wajah anak kecil itu benar-benar jelas sekali. Matanya hitam pekat dan wajahnya pucat. Banyak luka bakar di sekujur tubuhnya. Sosok itu masih memakai baju. Tapi baju itu sudah robek-robek.
“Hah… ya ampun! Mungkin hari ini aku hanya lelah saja. Makanya jadi terbayang yang begituan. Mungkin kalau tidur sekarang akan bisa menenangkan otakku.”
Dennis kembali berdiri. Tak lupa juga dengan ponselnya. Ia beranjak dari dapur. Berbelok ke ruangan lain, menuju tangga dan menaiki beberapa anak tangganya. Saat di tengah anak tangga, Dennis sedikit mendongak untuk melihat puncak tangga.
Seketika matanya melebar dengan cepat karena ia dikejutkan dengan sosok anak kecil itu lagi. Sosok itu semakin terlihat jelas. Sedang berdiri di atas tangga seperti sedang menghalangi jalan Dennis.
Karena terkejut, Dennis mundur secara mendadak ke belakang. Kakinya salah menyentuh anak tangga dan otomatis ia kehilangan keseimbangan.
Dennis terjatuh dari tangga. Teriakan panjang terdengar dan suara gedubrak yang keras. Membuat penghuni rumah di sana langsung muncul. Seperti ibunya Dennis yang keluar dari kamarnya.
Ia terkejut melihat Dennis sudah tergeletak di depan tangga. Dengan cepat beliau berlari menghampiri Dennis dan membantunya. Setelah bangun terduduk dengan bantuan ibunya, Dennis mengeluarkan banyak keluhan. Ia merasa semua tubuhnya sakit. Apalagi pada bagian leher dan kaki.
“Dennis! Kamu ngapain, sih? Apa kau baik-baik saja?” Ibunya Dennis menatapnya dengan wajah cemas. Dennis hanya bisa mengangguk. Tapi ia tidak bisa menggerakkan kakinya. Mungkin terkilir.
Ia kembali membuka mata setelah menahan rasa sakitnya. Lalu secara perlahan, matanya melirik ke arah puncak tangga. DI sana ia tidak melihat sosok anak kecil itu lagi. Melainkan sosok Cahya yang berteriak memanggil namanya sambil menuruni tangga dengan berlari kecil.
“Dennis! Dennis! Kau baik-baik saja?!” Cahya masih berteriak. Saat ia sampai di hadapan Dennis, Cahya langsung menyentuhnya. Saat ditanya tentang keadaannya untuk kedua kalinya dari Cahya, Dennis hanya menggangguk pelan untuk menjawabnya.
Namun ternyata Dennis sedang tidak baik-baik saja. Buktinya dia tidak bisa berdiri karena pergelangan kakinya yang sakit. Untung hanya kaki kiri. Sekarang Dennis bisa berdiri kembali dengan bantuan Cahya. Sepertinya tidak terlalu serius.
Setelah berdiri, Dennis masih bisa berjalan secara perlahan. Tapi tetap saja Cahya akan membantunya jika dia terjatuh lagi.
“Ibu, aku akan membawa Dennis ke kamarnya, ya?” tanya Cahya.
Ibunya mengangguk dengan wajah yang penuh kekhawatiran. “Iya. Tapi Dennis? Apa kamu bisa menaiki anak tangga?”
“I–iya, bu! Bisa kok, hehe… tenang saja.”
Dennis bilang ia bisa melakukannya. Tapi saat baru satu anak tangga saja, tiba-tiba dia malah terjatuh kembali. Terpaksa, Cahya akan membantunya sampai atas.
Saat di pertengahan anak tangga, Dennis berbisik pada Cahya dengan suara lirih. “Maaf telah merepotkanmu.”
“Bodoh. Kenapa bilang begitu, sih? Ini akibatnya kalau tidak menjawab pesanku.”
“Hadeh… maaf lah, aku kan sedang di mobil. Tidak bisa melihat ponselnya, dong.”
“Oke baiklah… sekarang ayo berusahalah! Kau harus istirahat.”
Dennis mengangguk pelan. Tapi di dalam hatinya ia teringat kalau penyebabnya jatuh itu adalah gara-gara sosok anak kecil yang sedari tadi mengikutinya. Bahkan Dennis masih berpikir, siapa anak itu?
Mau apa dia terus mengikuti Dennis?
“Apa anak itu hantu? Tidak bisa dibilang hanya halusinasiku karena kelelahan. Dia sudah tiga kali dalam malam ini menampakkan dirinya di depanku. Apa dia… ingin meminta bantuanku atau jangan-jangan dia–“
“Dennis! Kau mau aku hantar ke kamarmu apa di kamarku?” Cahya tiba-tiba bertanya. Membuat Dennis yang sedang berpikir itu pun terkejut. Ia bahkan tidak sadar kalau dirinya telah berada di depan pintu kamarnya sendiri.
“Eh, tentu saja di kamarku saja, dong!” Dennis menjawabnya.
Cahya mengangguk. Ia membuka pintu kamar Dennis. Terlihat di dalam sana ada Akihiro yang sudah tertidur di atas tempatnya. Dennis sendiri sepertinya sudah bisa berjalan sendiri, tapi masih pincang.
“Kau sudah merasa baikan, Dennis?” Cahya bertanya lagi di depan pintu Dennis. “Biasanya kaki yang keseleo itu harus dikompres air dingin untuk menghindari terjadinya pembengkakkan di pergelangan kaki.”
Dennis menggeleng pelan dan tersenyum. “Aku baik-baik saja. Hanya perlu mengistirahatkan kakiku. Palingan besok juga akan baikan. Terima kasih ya telah membantuku.”
“Baiklah kalau begitu, aku kembali ke kamarku, ya? Selamat malam!” Cahya melambai. Kamar mereka memang bersebelahan. Cahya menempati kamar Adel untuk sementara. Ia tidur tidak sendirian. Boneka-boneka Adel lah yang menemaninya.
“Malam!”
Setelah Cahya pergi, Dennis memerhatikan sekitar. Apalagi di dekat tangga. Sudah tidak ada apa-apa di sana. Dennis sudah merasa aman. Ia pun menutup pintu kamarnya kembali.
Langsung saja Dennis mengampiri kasurnya. Ia duduk di pinggiran, menarik selimut lalu secara perlahan mengangkat kakinya. Ia berhasil meletakan tubuhnya di kasur.
Setelah itu Dennis menarik selimutnya untuk menyelimuti setengah tubuhnya. Memeluk guling, menghadap ke samping, mematikan lampu dan menutup mata. Ia berharap bisa mimpi indah malam ini.
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Calvien Arby
Lanjut semangaat kak
2020-09-13
1
Ano-kun
Semoga mimpi buruk, Nis :vvv
2020-09-13
4
Ano-kun
Ngapain teriak sih, Nis? Gw aja langsung pingsan :'v
2020-09-13
1