Saat Dennis, Cahya dan Akihiro sampai di rumah, ibu menyambut mereka dengan wajah terkejut bercampur amarah. Masih berdiri di depan pintu yang terbuka, mereka bertiga melihat ibunya Dennis menatap tajam.
“Kalian beru pulang jam segini? Ini telat sekali. Sudah lewat jauh dari waktu jam pulang kalian, loh! Ibu sangat mencemaskan kalian yang tidak pulang-pulang sedari tadi.” Ibunya Dennis mulai mengomel.
Dennis sendiri jadi merasa tidak enak. Ia ingin menjawab jujur. Ada beberapa kejadian yang ia alami hari ini. Kejadian itu telah menjadi alasan untuk Dennis pulang terlambat. Tapi ia tidak ingin menceritakan itu semua karena tidak ingin membuat ibunya cemas.
“Kami minta maaf, Bu!” Dennis mengucapkannya seorang diri. Cahya dan Akihiro hanya menunduk. “Sebenarnya tadi ada pelajaran tambahan dan… Kak Dian juga piket setelah pelajaran itu. Jadi aku dan Cahya menunggu Kak Dian piket. Makanya kami telat. Begitulah, bu!”
Akihiro dan Cahya mengangguk. “I–iya. Tapi kami hanya telat setengah jam, kan? Maaf, kami tidak akan mengulanginya lagi dengan sengaja. Tadi benar kata Dennis. Memang ada kelas tambahan, kok!” Cahya akan membantu Dennis untuk mencari alasan. Akihiro tetap diam.
Akhirnya alasan itu pun dipercaya. “Oh, jadi begitu. Tidak apa-apa. Syukurlah kalau kalian baik-baik saja. Sekarang masuk, mandi, lalu kita menunggu ayah pulang dan makan malam bersama, ya?”
“Baik.”
Wajar untuk seorang ibu merasa khwatir kalau anak-anak mereka akan pulang telat. Apalagi selama mereka pergi, ibu Dennis selalu sendirian di rumah.
Semuanya pergi. Termasuk Adel yang masih bersekolah dan tinggal di Beautiful. D. High School. Sekolah yang letaknya jauh dari rumah karena sekolah itu berada di pedesaan.
Namun tenang saja. Adel tidak sendirian di sana. Ia selalu bersama dengan sahabatnya yaitu Yuni.
****
Saat di kamar, Dennis baru saja selesai mandi. Sedangkan Cahya duduk di pinggiran tempat tidur Dennis sambil mengeringkan rambutnya yang basah.
Saat ini Cahya langsung saja memakai baju tidurnya yang berwarna pink. Kalau Dennis sendiri telah memakai baju gantinya dari kamar mandi. Saat ini ia juga sedang mengelap rambutnya dengan handuk.
Ia akan menggunakan hair dryer agar lebih cepat. Tapi setelah Cahya menggunakannya. Ia akan menyelimuti bagian kepala atasnya saja agar rambut yang masih sedikit basah itu tidak meneteskan air. Dennis duduk di samping Cahya untuk menunggunya menggunakan alat pengering rambut itu.
“Oh iya, Cahya! Soal kejadian yang tadi sore itu… kenapa kau mau ikut dengan dua orang berbahaya yang tidak kau kenal?” Dennis bertanya.
“Hah?” Cahya menoleh. Ia masih tetap sibuk dengan rambutnya, tapi mendengarkan Dennis juga. “Yang tadi sore itu? Saat aku beli ikan bakar?”
“Nah iya itu!”
“Oh… aku tidak tahu. Saat aku ingin membeli ikan, tiba-tiba saja kedua orang itu muncul. Mereka terlihat ketakutan gitu. Kata mereka ada seorang wanita yang terluka dan tidak tahu harus diapakan. Jadi mereka mengajakku untuk memeriksa si wanita yang mereka bilang itu. Tapi ya… ternyata aku ditipu.” Jelas Cahya.
“Seharusnya kau berpikir dulu, Cahya!” Dennis mulai menasihatinnya setelah ia menelaah penjelaskan Cahya. “Kau lihat mereka kan orang dewasa. Dua orang lagi. Seharusnya mereka mengerti dong apa yang harus mereka lakukan kalau ada yang terluka gitu. Kan bisa panggil ambulan gitu… atau bisa mereka membawa si wanita itu ke tempat aman dan mengobatinya. Tanpa bantuan darimu, kedua orang itu pasti bisa menolong si wanita itu. Seharusnya kau lebih berhati-hati lagi, Cahya.”
Cahya mengangguk pelan. “Iya kau benar, Dennis,” Ia mematikan Hair Dryer-nya lalu kembali melirik ke Dennis. “Lain kali aku akan lebih berhati-hati, kok!”
“Di luar sana banyak orang-orang yang berbahaya seperti itu, loh!”
“Oh iya! Maka dari itu, aku harus bisa melawan mereka!” Cahya tiba-tiba saja berdiri. Membuat Dennis sedikit terkejut. Kemudian, Cahya menghadap ke Dennis. Ia menatap Dennis dengan serius. “Dennis! Ajari aku caranya untuk melindungi diri. Tadi yang kau lakukan seperti memukul mereka-mereka itu sangat hebat! Aku ingin bisa sepertimu juga.”
“E–eh? Jadi kau mau bisa bela diri? Ta–tapi yang aku lakukan tadi itu–“
“Ah sudahlah! Intinya yang tadi itu hebat, loh!” Cahya terlihat bersemangat. Ia langsung menarik tangan Dennis untuk berdiri. “Sekarang ajari aku, ya?”
“Hah… palingan… gerakan dasar saja dulu, ya?” Dennis mengangguk. Ia tersenyum pada Cahya. Tapi di dalam hatinya, ia tidak tahu harus dimulai dari mana untuk mengajari Cahya itu.
Ia berharap kalau Rei ada di rumahnya, karena kekuatan bela diri Rei lebih unggul darinya. Jadi bisa menjadi guru untuk Cahya.
“Dennis kenapa bengong? Ayo cepat mulai!”
Dennis ternsentak. “Ah iya!”
Dennis memulai posisinya. Ia melebarkan kakinya. Sedikti lebih lebar dari bahu, lalu berjinjit sedikit pada kaki belakang. “Nah… mungkin seperti ini, deh. Coba awalan dulu sebelum meninju gitu, loh!”
Cahya mengangguk paham. Ia mengikuti posisi seperti yang Dennis ajarkan. Setelah semuanya benar, Dennis kembali bicara, “Oke seperti itulah. Sekarang cobalah untuk memukul. Seperti ini. Lalu usahakan memakai kekuatan punggung gitu agar tinjumu lebih kuat.”
“Oh… begitu, ya? Oke–“
“Eh, tunggu! Jauhan sedikit. Nanti aku yang kena.”
“Oh iya. Sebentar.” Cahya sedikit mundur ke belakang. Menjauh sedikit dari Dennis. Lalu memulai untuk meninju seperti yang Dennis lakukan. Tapi karena tidak terbiasa, tinju yang dikeluarkan Cahya malah mendorong badannya ke depan juga sampai ia hampir mau jatuh. Untung Dennis sempat menangkapnya.
“Pelan-pelan, dong, Cahya. Jangan terlalu memaksakan diri.” Dennis kembali membuat Cahya berdiri tegak kembali. “Jangan lemaskan badanmu juga. Pukulanmu bisa saja mendorong tubuhmu nanti. Makanya gunakanlah kaki yang kuat untuk menahan tubuhmu gitu.”
“Wah! Dennis kau tau banyak ya ternyata!”
Dennis hanya tertawa kecil. Setelah itu di dalam hatinya ia bergumam, “Sebenarnya aku pernah baca di internet. Caranya begitu, hehe….”
“Sekarang biar aku coba lagi, ya?”
“Oke. Sekarang biarkan aku yang berpura-pura menjadi penjahat. Coba kau pukul aku dan aku akan mencoba untuk menangkisnya, oke?”
“Baiklah! Siap-siap, ya?”
Cahya kembali berposisi seperti yang Dennis ajarkan. Setelah semuanya siap, Cahya baru mengayunkan tinjunya ke arah Dennis. Tapi karena jaraknya terlalu jauh, lagi-lagi Cahya terdorong sama badannya sendiri. Membuat ia kehilangan keseimbangan dan ingin terjatuh.
Dennis akan membantunya lagi. Tapi dia sendiri juga tersandung kakinya sendiri. Alhasil tubuh Dennis tertabrak dengan tubuhnya Cahya. Mereka berdua pun terjatuh ke atas kasur yang ada di belakang Dennis.
KRIEEEETTT….
“Huh! Mandi malam-malam itu dingin sekali. Dennis… tolong… eh?”
Pintu terbuka dan munculah Akihiro dari balik pintu. Ia sedikit terkejut melihat apa yang terjadi di atas kasur itu. Karena saat Akihiro lihat, posisi Dennis dan Cahya sedikit agak mencurigakan. Cahya berada di atas tubuh Dennis dan menibannya. Tepat sekali mereka sedang berada di atas kasur.
“Oh… jadi sekarang ceweknya yang mulai duluan, ya? Oke deh kalau begitu, maaf menganggu.”
“Tu–tunggu Kak Dian! Ini tidak seperti yang kau lihaaaaatt!!”
****
“Ayah pulang!”
“Selamat datang!”
Ayahnya Dennis baru pulang pada pukul delapan malam. Ibunya Dennis menyambut kepulangannya dari depan pintu. Saat mendengar suara mobil dari depan, ibunya Dennis langsung berdiri di depan pintu untuk menunggu.
Namun ternyata ayahnya Dennis tidak sendirian. Dia memiliki dua orang tamu yang tidak asing lagi di mata ibunya Dennis. Seketika setelah melihat kedua tamu itu, Ibu Dennis langsung berteriak memanggil Dennis dan yang lainnya untuk keluar kamar.
Tak lama kemudian, terlihat Dennis, Cahya dan Akihiro sedang menuruni beberapa anak tangga lalu menghampiri ibu mereka. “Kalian lihatlah siapa yang datang malam ini?”
“Eh?” Dennis, Cahya dan Akihiro juga terkejut melihat kedua tamu yang datang itu. Seketika mereka langsung tersenyum senang dan menyapanya. “Kak Rei dan Lino! Selamat datang!”
****
“Oh jadi Kak Rei bertemu dengan ayah di jalan, ya?” tanya Dennis. Saat ini mereka semua sedang duduk di sofa ruang tamu. Sementara ibu di dapur sedang menyiapkan makanan yang dibawa pulang ayah.
“Iya… kebetulan sekali. Aku dengan adikku ingin membeli makanan di supermarket. Tapi saat di perjalanan, kami bertemu dengan ayahmu.” Jawab Rei.
Ayah Dennis menepuk punggung Rei, lalu tertawa kecil. “Iya, haha… kan kebetulan ketemu di jalan, jadi ayah ajak saja untuk mampir ke sini. Kita makan bersama.”
“Oh baguslah kalau kita akan makan malam bersama!” Dennis kembali melirik ke arah Rei. “Kak Rei, nanti aku yang hantar pulang, ya?”
Rei hanya mengangguk.
Tak lama kemudian, ibu Dennis datang membawakan sesuatu. Dua piring besar ia bawa secara perlahan. Melihat ibunya yang sedikit kesulitan, Cahya beranjak dari sofa untuk membantu ibunya Dennis membawa makanan.
Piring yang sebesar nampan. Karena masing-masing piring itu berisi beberapa potong pizza dengan ukuran jumbo yang baru saja ayahnya Dennis beli setelah pulang kerja.
Setelah meletakan kedua piring itu di atas meja, ibunya Dennis meminta Cahya untuk mengambil minumannya yang sudah disediakan di atas meja dapur.
Melihat makanan enak di atas meja, seketika perut Akihiro dan Lino jadi berbunyi. Mereka mungkin kelaparan. Apalagi dengan Akihiro. Ia tidak sabar ingiin memakannya.
“Yah… maaf, ya? Kalau ayah tahu di jalan nanti bisa ketemu sama Rei, mungkin ayah akan membeli satu box pizza lagi.”
“Ah, tidak usah ayahnya Dennis! Segini juga udah banyak, loh! Jangan repot-repot.” Rei menyelanya dengan perasaan tidak enak.
Makanan yang saat ini ada di depan matanya memang bukan makanan sehari-harinya. Rei sangat bersyukur dia bisa memakannya sekarang. Apalagi dengan adiknya yang jarang memakan makanan enak.
Setelah Cahya kembali dengan membawa jus melon ke atas meja, semuanya baru mulai menyantap makanan mereka. Apalagi Akihiro yang belum sampai dua menit saja sudah mengambil potongan pizza yang kedua.
“Kan… baru dua potong saja sudah merasa kenyang, hehe….” Cahya tertawa kecil. Perutnya sudah kenyang, tapi pizza itu enak sekali. Cahya mungkin akan memakan sepotong lagi.
“Kan… baru makan sedikit saja sudah kenyang. Apalagi kalau pizza nya ada banyak? Jadi sayang makanan ini.” Kata Rei.
“Tenang saja, Kak Rei. Kan kita punya si Kak Dian hehe…” Dennis berbisik kemudian tertawa kecil. Rei yang mendengarnya hanya tersenyum kecil dan menggeleng pelan.
Mungkin jika makanannya tidak habis, harapan mereka semua adalah Akihiro. Karena hanya dia yang bisa menampung banyak makanan di dalam perutnya. Bahkan saat ini, Akihiro sudah memakan empat potong dan ia masih belum berhenti juga.
Benar-benar tukang makan.
Malam ini, mereka semua bercanda, mengobrol bersama sampai tak sadar waktu cepat berlalu. Sekarang sudah hampir pukul 10 malam. Rei dan Lino harus kembali ke rumah mereka.
“Ayo kak Rei! Aku akan mengantarmu!” Dennis berdiri dari sofa. Ia mengajak Rei dan Lino. Mereka ingin pulang karena entah kenapa Lino merasa ingin kembali ke rumahnya.
Dennis mengambil kunci mobil milik ayahnya yang tergeletak di atas meja. “Ayah! Aku akan mengantar mereka, ya? Pinjam mobilnya, hehe….”
“iya, hati-hati di jalan, ya?”
“Oke! Ayo kak Rei!”
“Ya, sebentar.”
Sekarang langsung saja Dennis, Rei dan Lino keluar rumah. Mereka memasuki mobil dan seperti biasa, Dennis yang akan mengemudikan mobilnya untuk mengantar Rei dan adiknya kembali ke rumah.
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
its me boy
Adel dan Yuni
di sekolah beautiful high school ya?
Hem,keknya aku pernah baca novelnya xixixi
2021-03-31
1
Kue Keju
kenapa ya Dennis selalu ketangkap basah saat posisi nya gitu?
2020-12-13
1
Queen
😭semangat
2020-10-23
1