Mereka sampai. Rei menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang berkarat. Semuanya turun dari dalam mobil dan langsung mengarahkan lirikan mata mereka ke arah rumah tua besar yang berada di hadapannya.
Rumah besar yang terbengkalai di tengah-tengah kebon dan hutan kota. Jarang dikunjungi dan sangat misterius. Dulu pernah terjadi kebakaran hutan dan rumah itu ikut menjadi korban. Makanya rumah tua itu terlihat banyak bekas hitam gosong dan setengahnya hancur. Hanya setengahnya. Sebagian besar rumah itu masih berdiri kokoh.
“Banyak mitos yang dikeluarkan dari rumah ini,” Rei berujar untuk memberitahu suatu hal pada Dennis dan Cahya. Tepat di depan gerbang, Rei menyentuh beberapa tanaman merambat di sana. “Katanya rumah ini tidak bisa dihancurkan. Setiap ada pekerja yang ingin menghancurkannya, selalu jatuh sakit bahkan sampai meninggal. Rumah ini juga dihuni oleh hantu seorang anak kecil yang selalu membawa anjing peliharaanya berkeliaran di dalam rumah itu. Sepertinya rumah ini benar-benar terkutuk. Bahkan di depan gerbang saja… sudah ada tanda dan tulisan dilarang masuk.”
Rei memerhatikan papan dengan tulisan “dilarang masuk” yang tergantung di depan pagar. Setelah itu, Rei melirik sejanak ke arah rumah tua. Lalu menoleh ke belakang. Rei sedikit terkejut setelah melihat Dennis dan Cahya. Mereka berdua terlihat tegang begitu.
“Kalian kenapa?”
“Rei mah… dalam keadaan seperti ini malah cerita yang seram-seram. Plis, jangan dong!” Cahya menjawab. Dennis hanya menganggukkan kepalanya.
“Oalah, begitu. Tapi kalian tidak usah takut. Itu hanya mitos. Tidak perlu kita percayai. Sekarang ayo kita periksa tempat ini dan mencari Dian.”
“Oh iya, Kak Dian!” Karena ketakutan, Dennis sampai melupakan temannya yang menghilang itu. “Sebaiknya cepat kak! Sepuluh menit lagi, matahari akan terbenam dan kita bisa kesulitan mencari Kak Dian di sini jika gelap!”
“Oke kalau begitu, langsung saja ayo!”
Rei yang akan jalan di depan. Ia mulai membuka pintu gerbangnya yang hanya dikunci dengan grendel gerbang. Akan sangat mudah untuk membukanya. Jadi sekarang langsung saja masuk.
Keadaan di sekitar rumah benar-benar berantakan, kotor dan banyak rumput serta pepohonan kecil di sekitar. Akan berbahaya jika berlama-lama di sana. Karena bisa saja tempat seperti itu ditinggali oleh berbagai jenis serangga berbisa.
“Bisakah kita jalan lebih cepat lagi?” Cahya selalu mengumpat di belakang Dennis. Ia menggenggam tas belakang Dennis dan tangannya yang satu lagi menggenggam erat lengan Dennis. “Aku… aku punya firasat buruk tentang tempat ini.”
Dennis jadi khawatir pada Cahya. Tapi ia tidak menganggap kalau Cahya itu cewek penakut. Dennis akan selalu menyemangatinya agar berani. Saat ini ia mulai mengeluarkan senyumnya dan berkata dengan lembut pada Cahya.
“Kau jangan takut sekarang? Kan ada aku. Kita akan bersama-sama, walau bahaya menimpa kita. Saling melindungi, oke? Seperti dulu, hehe….”
Mata Cahya berbinar-binar menatap Dennis. Ia ikut mengeluarkan senyumnya, lalu keluar dari persembunyiannya dan berdiri tegak di samping Dennis. “Baiklah! Selama ada kamu di sampingku, aku tidak akan merasa takut. Terima kasih, Dennis! Kau yang terbaik!”
Dennis mengangguk. “Ya! Semua akan baik-baik saja. Setelah kita menemukan Kak Dian, kita pasti akan keluar dari tempat ini. Sekarang jangan takut lagi, ya?”
“Oke! Tidak akan!”
Cahya mengangguk dengan penuh semangat. Lalu setelah itu, ia berlari kecil menyusul Rei yang sudah jauh di depan. Tadinya Dennis juga ingin begitu. Sambil berjalan pelan, ia memerhatikan sekitar.
Bahkan bangunan-bangunan yang sudah runtuh di dekatnya itu juga ia perhatikan. Tepat di hadapannya, berdiri rumah kokoh yang besar. Rumah yang terlihat seperti istana menakutkan atau kalau orang modern sekarang bilang, besar harga rumah itu bisa sampai miliaran. Seperti rumahnya Dennis, tapi lebih besar rumah tua itu.
Sekarang lirikan mata Dennis sedang mengarah pada bangunan utama rumah tersebut. Banyak jendela yang tersusun. Dari tempatnya berdiri, ia hanya bisa melihat satu pintu utama saja. Yaitu pintu depan teras. Tempat lainnya… tidak ada pintu lagi. Kebanyakan jendela dan fentilasi. Benar-benar bentuk rumah yang aneh.
“Rumah sebesar ini hanya memiliki satu pintu? Yang benar saja!” Batin Dennis tak percaya. Matanya melirik ke arah jendela lain, dan jendela lainnya. Semuanya berdebu dari dalam seperti jendela yang tidak pernah dilap selama bertahun-tahun. Intinya semua bagian bangunan itu benar-benar kotor.
“Eh? Tunggu!” Dennis menghentikan lirikan matanya dan fokus menatap satu jendela di lantai tiga rumah itu. Sebelumnya, Dennis melihat ada seseorang yang berdiri di depan jendela. Wajahnya tidak jelas. Terlihat seperti manusia dengan rambut pendek.
“Apa… aku salah lihat?” Hanya sedetik saja Dennis sempat melihat sosok itu. Saat matanya terfokus pada jendela tersebut, ia tidak melihat orang yang berdiri di sana. Jadi untuk kali ini, ia beranggapan kalau dirinya benar-benar salah lihat. Ia ingin tetap berpikir positif saja. Sebenarnya kalau dianggap hantu, malah membuat Dennis semakin takut.
“KYAAAA!!”
Tiba-tiba Dennis mendengar suara Cahya yang berteriak. Seketika Dennis langsung berlari menghampiri Cahya dengan cepat untuk melihat keadaanya.
“Cahya! Cahya! Ada apa denganmu? Hei! Kau baik-baik saja, kan?” Dengan cepat, Dennis menyentuh pundak Cahya lalu membalikan tubuhnya.
Wajah Cahya terlihat ketakutan. Ia pun menjawab, “A–a–a–aku… aku tadi… merasakan sesuatu. Ada yang mengalus kakiku. Benar-benar mengerikaaaan!!”
“Eh? Eh? Siapaaaa? Siapa yang mengelus kakimu? Kok jadi seram, sih!” Dennis malah ikutan panik juga.
“Hei, hei, kalian tenanglah. Lihat dulu ke bawah. Ada tamu yang datang.” Rei mendekat untuk mencoba menenangkan Dennis dan Cahya yang berisik.
Mereka berdua pun diam. Lalu secara perlahan, matanya melirik ke bawah. Sekarang Dennis yang tersentak. Ia tiba-tiba merasakan apa yang Cahya rasakan tadi. Ternyata ada seekor kucing hitam muda yang suka mengelus-elus kaki manusia dengan kepalanya. Tanda bahwa kucing tersebut menyukai benda baru yang ia temukan.
“Eh? Ada kucing hitam di sini?” Dennis berjongkok di depan kucing itu. Lalu secara perlahan, ia mengelus kepala kucing tersebut.
“Wah! Lucu sekali dia….” Cahya juga ikut memainkan kucing itu sama seperti Dennis. Kucing itu juga menikmati semua sentuhan pada tubuhnya dari tangan Dennis dan Cahya.
Sampai akhirnya, kucing itu juga menyukai mereka. Dennis dan Cahya benar-benar sangat menyukai hewan bernama kucing. Tapi kalau Dennis tidak suka dengan hewan popular saingan si kucing, yaitu anjing. Kalau Cahya, dia membenci serangga terlihat aneh dan reptil.
Sementara Dennis dan Cahya sedang berbunga-bunga karena senang memainkan kucing hitam yang manja itu, Rei kembali dengan penyelidikannya. Mumpung ia masih ada di lokasi kejadian, Rei akan mencoba untuk mencari korban yang hilang lainnya, termasuk Akihiro juga.
“Kau kucing yang lucu. Walau bulumu hitam, tapi bukan berarti kotor.”
“Kau benar, Cahya. Dia imut sekali. Aku menyukainya… aw! Bagaimana kalau kita bawa pulang nanti?”
“Apa ibu akan mengizinkan kita memelihara dia?”
“Yah… habisnya dia kasihan. Tinggal di sini sendirian, di tempat kotor seperti ini. Kan lebih baik kita rawat saja dia.”
Cahya sepertinya setuju. Ia mengangguk untuk mengiyakan. Sekali lagi mereka mengelus perut kucing hitam yang sedang menja. Kucing tersebut juga selalu mengguling-gulingkan tubuhnya ke tanah.
Cahya jadi ingin mengangkat dan menggendongnya. Tapi saat ia ingin mengangkat kucing itu, tiba-tiba saja terdengar suara benda jatuh yang cukup keras. Tak lama kemudian, kucing hitam itu mendesis dan berlari dari Cahya dan Dennis. Kucingnya berlari cepat menghampiri Rei.
Cahya sangat terkejut saat kucingnya mendadak lompat dari tangannya. Dennis membantu Cahya berdiri kembali, lalu berlari mengejar kucing itu.
“Aduh, ada apa dengan kucing itu, sih?” Rei juga kaget saat tiba-tiba kucing hitam itu berlari melewati Rei dengan cepat.
Rei yang sedang memeriksa tanah dekat bangunan samping langsung kembali berdiri. Kemudian Dennis dan Cahya datang dan berdiri di sampingnya.
“Kak Rei apa kau menemukan sesuatu?” tanya Dennis.
“Tidak. Tapi aku sedikit mencurigai tempat ini. Bagian di sini tercium bau darah dan di dekat rumput-tumput panjang sana tercium bau bangkai. Mungkin tikus kali, ya? Makanya aku periksa di sekitar sini untuk mencari petunjuk. Sekalian ingin mencari seorang anak yang hilang.” Jelas Rei.
“Eh? Anak yang hilang? Dia memangnya berada di tempat ini?”
“Ngomong-ngomong siapa nama anak itu?”
Dennis dan Cahya bergantian mengeluarkan pertanyaan mereka pada Rei. Dengan senang hati, Rei akan menjelaskannya sekaligus menjawab semua pertanyaan Dennis dan Cahya.
“Jadi… belum lama ini, telah ditemukan seorang mayat anak laki-laki seumuran dengan kalian di tempat ini. Sebelumnya ia dikabarkan mengilang. Tapi dua hari kemudian, anak itu ditemukan tewas di sekitar sini. Aneh bukan? Masalahnya di tubuhnya tidak ditemukan luka karena kekerasan. Hanya terlihat lehernya memerah saja.”
Dennis sebenarnya telah terkejut mendengar soal umur dari anak yang dijelaskan Rei tadi. Sekali lagi ia bertanya dengan pertanyaan yang sama. “Ka–kak Rei… siapakah nama anak itu?”
“Oh, kalau tidak salah… siapa, ya? Aku lupa namanya. Tapi aku ingat dengan wajahnya. Hmm… sebentar,” Rei merogoh saku bajunya dan mengeluarkan selembar kertas yang dilipat kecil.
Ternyata kertas itu berisi tentang informasi korban yang meninggal. Tapi Rei hanya menunjukan foto anak yang ditanya Dennis saja. “Ya… kira-kira anaknya itu… dia. Apa kalian mengenalnya?”
Dennis dan Cahya memerhatikan jelas wajah dalam foto itu. Tak lama kemudian, mereka pun terkejut. Benar-benar terkejut. Karena orang di dalam foto itu adalah….
Teman sekelasnya sendiri. Ivan!
“Tidak mungkin itu dia....”
“Ja–jadi tadi… dia tidak masuk kelas karena….”
“Eh? Kalian kenal dengan anak ini?” tanya Rei heran.
Dennis sedikit takut menjawabnya. Karena sebelumnya dia tidak tau halau temannya telah tiada. Dennis sedikit menunduk dan akan menjawab. Tapi sebelum ia membuka mulut, tiba-tiba saja terdengar suara kucing mengeong yang sangat keras.
Langsung saja Dennis, Cahya dan Rei berlari menghampiri suara tersebut. Benar-benar suara yang nyaring. Suara seperti kucing yang kesakitan. Tapi tiba-tiba saja Cahya merasakan sesuatu yang aneh di dekatnya. Ia merinding dan perasaanya jadi tidak nyaman.
“Oh, itu dia si kucing hitam yang tadi!” Dennis menunjuk. Ia mempercepat langkahnya. Saat di dekat si kucing, Dennis berjongkok di depannya lalu mengangkat tubuh kucing itu. Tapi ternyata si kucing malah memberontak di tangan Dennis. Ia terlihat tidak nyaman.
“Hei, hei… tenanglah. Aku tidak akan melukaimu. Memangnya kau ini kenapa? Apa ada sesuatu?” Dennis bertanya pada kucing yang ia angkat sampai di hadapan wajahnya. Tentu saja kucing tidak bisa menjawab, berbahasa manusia, bahkan mengerti bahasa manusia. Jadi yang kucing itu lakukan tetap memberontak. Ia jadi terlihat semakin gelisah.
“Dennis, jika kau melihat apa yang kucing itu lihat, mungkin kau tidak akan bisa tenang sama seperti kucing itu juga.” Ucap Rei pelan di belakang Dennis.
Dennis tidak mengerti dengan perkataanya. Ia kembali menurunkan kucing hitam ke tanah, lalu berdiri kembali. Pandangannya tetap ke depan. Tapi tak lama, lirikan matanya mendapatkan sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat.
“U-UWAAAAA!! A–A–APA INI?!”
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
⎯⎯꯭ᷤ💕Sisk𝚊⃤𝐊𝐔ˢ⍣⃟ₛ꙳❂͜͡✯:≛꯭➛
karya pipit sllu bagus,,aku udah siapin mental bat baca rei n dennis again tapi pas udah baca tetep ajah merinding...tapi aku syukaaa... 🤭🤭🤦😉
2022-04-09
2
senja
kenapa gak ditelp? biar bisa liat hal2 di rumah itu lebih lama?
2022-04-04
1
Dewi Fadhil
padahal baca jm segini.ga malam banget.tpi koq dag dig dug ya?!
apa krna sendirian drmh?!hemm...ga dlanjut penasaran.
akhirnya...lanjut terusss...hee...
2021-01-14
1