“Apa si Dian itu masih mengobrol dengan teman ceweknya?” Cahya bergumam.
“Hah, kalau begitu aku akan menjemputnya saja. Menunggu di sini buang-buang waktu. Nanti hari keburu gelap.” Dennis memutuskan untuk kembali masuk ke gedung kampus.
Ia ingin mencari Akihiro yang diduga sedari tadi belum keluar dari tempat itu untuk pulang. Apalagi sampai sekarang Akihiro tidak ada kabar. Dennis takut telah terjadi sesuatu yang aneh di dalam kampus.
“Dennis, aku juga ikut. Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian.” Cahya berlari. Ia menggenggam tangan Dennis dengan erat.
Setelah itu Rei juga ikut menghampiri Dennis. “Sama aku juga. Lebih baik kita bersama-sama agar lebih aman. Kalau sesuatu terjadi aku akan melindungi kalian. Lagipula kampus ini kan… terlihat agak aneh dilihat saat hari menjelang malam begini.”
“Ka–kak Rei jangan yang seram-seram, dong!”
“Tidak. Aku bercanda. Sekarang ayolah! Aku juga harus pulang. Takut si Lino nyariin aku nanti.”
Lino adalah nama adik laki-lakinya Rei. Mereka hanya tinggal berdua di komplek perkotaan. Semenjak orang tua mereka meninggal, Rei memutuskan untuk tinggal di kota berdua saja dengan adiknya.
Rumah baru mereka hasil dari penjualan rumah lama di desa dan sawah milik keluarganya. Untuk tinggal di sana cukup mahal, jadi mereka mendapat sedikit bantuan dari keluarga Dennis.
Karena tidak ingin membebani banyak orang, Rei yang sudah dewasa ini akan berusaha untuk mencari pekerjaan dengan gaji tinggi sesuai dengan kemampuannya.
Maka dari itu, Rei memutuskan untuk menjadi seorang detektif yang suka memecahkan kasus misterius. Tapi ia tidak ingin identitasnya dan pekerjaannya itu diketahui banyak orang. Maka dari itu, Rei selalu berpenampilan seperti penduduk biasa saja untuk menghindari rahasianya akan terbongkar.
Baginya akan berbahaya jika banyak orang yang tau tentang pekerjaanya. Dia hanya dibutuhkan saat ada masalah yang sulit. Maka dari itu, Rei suka bekerja sama dengan kepolisian setempat jika ada masalah yang sulit. Dirinya juga selalu diandalkan oleh para polisi itu karena kerja Rei yang baik dan cepat.
Namun belum lama ini, Rei mendapat beberapa berita tentang kematian dan hilangnya orang-orang setempat secara misterius.
Sampai saat ini Rei akan berusaha untuk memecahkan masalah itu dan mencari pelaku yang terlibat. Makanya akhir-akhir ini dia selalu keluar rumah untuk memeriksa keadaan sekitar dan mencari perilaku beberapa orang yang mencurigakan.
“Perasaanku saja atau memang kampus ini lebih sepi dari sebelumnya?” Dennis bergumam sambil terus melangkah dan melirik ke sekitar.
“Mungkin begini jadinya jika kampus ini tidak ada orang sama sekali. Apalagi saat malam hari pasti sangat mengerikan.” Cahya menimpalinya.
“Maklum. Gedung 5 tingkat seperti ini memang terlihat seram. Apalagi lahan kampus ini memiliki ratusan hektar. Sungguh luas sekali pastinya.” Rei juga ikutan.
“Iya juga, sih,” Cahya mengangguk pelan. “Aku sebagai mahasiswi baru di sini, belum terlalu kenal dengan semua tempat dan ruangan yang ada. Apalagi dalam satu kampus, kita memiliki dua gedung dengan tingkatan yang sama. Jika sedang mencari sesuatu akan sangat sulit.”
“Yah… kalau begitu kita awali mencari Kak Dian dari mana dulu, ya?” Dennis menghentikan langkahnya. Begitu juga dengan Cahya dan Rei.
Cahya celingak-celinguk, lalu berujar pelan pada kedua orang di hadapannya. “Hmm… seharusnya masih ada orang di sini. Soalnya kan yang punya kelas malam bukannya harus ada di kampus ya sekarang?”
“Yang namanya kelas malam, mereka pasti datangnya malam, lah. Mungkin setelah matahari terbenam, mereka baru datang.” Jelas Rei.
“Kalau guru-guru yang lain?” tanya Dennis.
“Sebagian ada yang sudah pulang. Yang mengajar untuk kelas malam, pasti mereka pulang untuk istirahat sejenak. Kalau penjaga dan pembersih kampus lainnya… aku kurang tau, sih….”
“Oooh… iya, sebaiknya kita cepat. Jangan mengobrol dulu sekarang. Ayo kita berpencar mencari Kak Dian. Sesekali meneriaki namanya, ya?” usul Dennis.
Rei menggeleng pelan. Dia tidak terima usul Dennis. “Tidak, intinya kita tetap bersama-sama saja. Janganlah berpencar. Akan berbahaya kalau sendirian. Lebih baik kita cari di kelas saja. Kalian berdua sekelas, kan? Kalau begitu di mana kelas kalian?”
“Oh iya, kalau aku ingat-ingat… si Dian hari ini ada piket. Makanya dia agak terlambat keluarnya,” ujar Cahya. “Mungkin benar kata Rei. DIa masih ada di kelas.”
“Oke. Kalau begitu, sekarang kita ke kelas saja!”
****
Namun saat sampai di kelas, ternyata kosong. Tidak ada siapapun di sana. Mereka bertiga mengeluh berat karena Akihiro masih belum ditemukan.
“Hah… kalau begini bagaimana?” tanya Cahya.
Rei berpikir sejenak. Terdiam. Lalu tak lama kemudian, ia kembali bicara. “Umm… ngomong-ngomong… kalian pasti punya nomornya Dian, kan?”
Dennis dan Cahya mengangguk.
“Bagaimana kalau kita hubungi dia saja. Siapa tau saja dijawab dan kita bisa bertanya keberadaannya.”
“OH IYA BENAR JUGA!!” Dennis dan Cahya berujar bersama. Membuat Rei sedikit terkejut dengan suaranya yang keras.
Dennis tidak kepikiran untuk menelepon Akihiro. Langsung saja dia mengeluarkan ponselnya yang berwarna biru. Ia mengetik beberapa nomor, menunggu jawaban dan….
TUT!
[ Halo? Siapa? ]
Akhirnya dijawab. Dennis senang Akihiro menjawabnya. Cahya dan Rei menghela napas pelan.
“Ini aku Dennis masa kamu lupa nomor aku. Kak Dian! Kak Dian ada di mana, sih? Aku nungguin juga di depan gerbang, loh! Dari tadi Kak Dian tidak keluar-keluar.” Dennis mulai dengan ocehannya.
[ Oh. Aku sedang ada di… jalan pisang nomor 13. Aku sedang berdiri di pinggir jalan. ]
“Loh? Kakak ngapain di sana? Itu tempat apa memangnya?”
[ Coba saja kamu ke sini. ]
TUT!
“Eh? Dimatiin?”
Dennis kembali menurunkan tangnnya dan menjauhkan ponselnya dari telinga. Setelah itu, Cahya mulai mengeluarkan pertanyaanya. “Bagaimana? Sekarang di mana Dian?”
Dennis menggeleng pelan. “Emm… aku kurang tahu.”
“Apa maksudmu?”
“Saat aku tanya, katanya Kak Dian sedang ada di jalan pisang nomor 13. Itu di mana? Aku tidak pernah tau jalan itu.”
“Eh? Apa jangan-jangan….”
“Hah? Ada apa Kak Rei?”
Rei yang tiba-tiba terkejut setelah mendengar nama alamat yang dikatakan Dennis. Lalu dengan cepat, Rei langsung berlari keluar kelas. Dennis dan Cahya yang masih terheran hanya bisa mengikuti Rei dari belakang. Saat ini mereka belum berani untuk bertanya situasinya. Ada apa dan mengapa Rei berlari?
“Apa kak Rei tahu tempat yang dibilang kak Dian itu?” Dennis mencoba untuk bertanya karena ia sangat penasaran.
“Maaf aku tidak bisa menjelaskan jika sedang berlari. Intinya kita harus cepat saja!”
Dennis dan Cahya akan sabar menunggu jawaban dari Rei.
Setelah mereka bertiga kembali keluar dari gedung kampus, Rei berlari mengambil arah menuju ke rumahnya. Tapi ternyata dia ingin pergi ke kantor polisi dulu sejenak untuk melaporkan sesuatu.
****
Saat sampai di sana, Rei langsung masuk ke dalam kantor tersebut. Dennis dan Cahya berdiri di depan pintu dengan napas yang terengah-engah. Sementara Rei di dalam sana ia sedang berbicara dengan seorang wanita seumurannya yang sedang duduk di dekat meja.
Rei terlihat sedang meminta sesuatu dari wanita itu. Tapi Dennis tidak sepenuhnya mendengar pembicaraan mereka karena terlalu jauh.
Tak lama kemudian, Rei kembali menghampiri Dennis setelah ia mendapatkan apa yang ia minta pada wanita tersebut.
“Sekarang kita berangkat lagi, Dennis!” Rei terlihat tergesa-gesa melewati Dennis dan Cahya yang sedang bersandar di tembok dekat pintu.
“Kak Rei kita mau ke mana lagi?”
“Menjemput si Dian. Ayolah cepat! Aku akan menceritakannya di dalam mobil.”
Dennis dan Cahya hanya mengangguk heran. Ia kembali mengikuti Rei. Mereka pergi ke samping bangunan kantor itu. Mereka berdua melihat Rei mendekati sebuah mobil polisi yang terparkir di sana.
“Rei… apa kita akan… naik ini? Apa ini punyamu?” tanya Cahya heran.
“Aku meminjamnya. Kita naik ini agar lebih cepat. Karena lokasinya jauh.” Rei membuka pintu mobil lalu kembali melirik ke Dennis dan Cahya. “Apa kalian mau jalan kaki?”
“Ah tentu saja tidak!” Dennis dan Cahya menggeleng cepat. Mereka berdua langsung ikut Rei masuk ke dalam mobil dan duduk di pintu belakang.
Setelah semuanya masuk, Rei menginjak gas dan mengemudikan mobilnya dengan cepat untuk pergi ke tempat yang ingin ia tuju. Karena hari sudah gelap, jalanan tidak terlalu ramai. Jadi Rei bisa mengemudikan mobilnya sekencang mungkin.
Walau begitu, ia tetap tidak akan melanggar peraturan jalan. Apalagi saat ini ia sedang meminjam mobil milik kepolisian.
Di dalam mobil terasaa hening. Mereka bertiga hanya terdiam. Dennis menatap keluar jendela. Ia sengaja memandang jalanan di luar sana karena jika ia menatap kaca depan mobil, ia merasa sedikit mual karena Rei mengemudikan mobilnya terlalu cepat. Dennis tidak terlalu menyukainya.
“Ka–kak Rei. Bisa kau beritahu aku sekarang? Apa yang terjadi dan kita ini mau ke mana sekarang?” Dennis masih bertanya dengan pertanyaan yang sama sebelumnya. Ia akan terus bertanya seperti itu sampai Rei ingin menjawabnya.
“Ya… begini,” Akhirnya Rei ingin menjawabnya. Pandangannya masih tetap ke depan karena memerhatikan jalan, tangannya tetap memegang kemudi, kedua kakinya tetap berada di tempat di mana ia harus menginjak gas dan rem. Yang bergerak hanya mulutnya saja untuk bicara. “Kau tau rumor tentang rumah tua yang hangus itu? Kita akan ke sana sekarang!”
“Eh, rumah tua?” Cahya bergumam.
“Oh! Aku tahu! Aku pernah membaca beritanya di internet!”
“Nah itu Dennis tahu!”
“Eh? Lalu kenapa kita mau ke sana sekarang?” Cahya bertanya.
“Alamat yang diberikan Dian tadi adalah lokasi rumah itu berada.”
Dennis sedikit terkejut mendengarnya. Ia menyentuh rambutnya dan mulai berpikir, “Eh benarkah? Suaranya terdengar aneh tadi. Tidak seperti biasanya. Itu bukan seperti suara kak Dian. Ditambah suaranya terdengar berbayang gitu. Dia terdengar kayak anak pendiam dan tidak seperti sifatnya. Apa… terjadi seuatu pada Kak Dian? Apa dia marah pada kita karena kita telah meninggalkannya? Lagipula saat ini dia… ngapain ke sana?”
“Sepertinya bukan kemauannya untuk pergi ke sana.”
Dennis yang sedang berpikir itu tersentak karena ucapan Rei. “Eh? Apa?”
“Maksudnya… apa ada yang mengajaknya ke sana?” Cahya bertanya kembali.
“Aku juga belum tau pasti, sih. Tapi akhir-akhir ini banyak kasus orang hilang. Beberapa dari mereka yang hilang selalu ditemukan di depan rumah tua itu. Sebagian besarnya dari mereka… ditemukan dengan keadaan yang mengenaskan. Mereka semua mati secara misterius di depan rumah tua itu.”
“Makanya sampai sekarang aku masih belum mengetahui siapa pelaku dari semua pembunuhan… ah tidak! Kasus kematian ini. Tapi karena sekarang yang menjadi korban orang hilang itu adalah si Dian, maka aku akan menanyakan banyak hal padanya untuk meringankan tugasku sedikit.”
Rei menghela napas. Tangannya mencengkram kuat setir mobil dan ekspresinya saat ini tidak bisa dilihat oleh Dennis dan Cahya yang duduk di belakang.
“Ugh, semoga saja Dian akan baik-baik saja di sana.”
*
*
*
To be continued–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
⎯⎯꯭ᷤ💕Sisk𝚊⃤𝐊𝐔ˢ⍣⃟ₛ꙳❂͜͡✯:≛꯭➛
mulai teka teki nya,,,, and pasti bakal muncul part part menegangkanny...
2022-04-09
2
senja
wahhh
2022-04-04
0
atmaranii
lah ko ksannya karakter pmerannya PD lemott..cm Rei doang yg sigap.knp GK tlp Dian drtd..Dian jg knp GK tlp nanyain denisss
2021-09-18
0