"Helena!" teriak Aberzio sekuatnya. Pria itu langsung terduduk di atas tempat tidur dengan keringat yang berkucur deras. Napas pria itu sampai tersengal seperti orang habis lari maraton.
"Anda mimpi buruk, Bos?" Strike yang saat itu ada di kamar Aberzio hanya bisa berdiri sembari menatap wajah Aberzio. Padahal baru saja 1 jam pria tangguh itu tertidur. Tapi dia sudah mengalami mimpi buruk.
"Aku melihat Helena. Tubuhnya dipenuhi luka. Dia berteriak minta tolong. Tapi aku tidak bisa menolongnya." Aberzio mengusap wajahnya dengan kasar. "Apa belum ada bukti-bukti? Aku yakin Helena sengaja dibunuh."
"Beberapa dokter dan perawat yang sempat menerima jasad Nona Helena sudah terbunuh, Bos. Kejadiannya juga ada di Meksiko. Bukan wilayah kita. Sepertinya pembunuhnya sudah merencanakan ini sejak lama. Dia memperhitungkan segalanya tanpa meninggalkan jejak sedikitpun." Strike berusaha menjelaskan. Bukannya dia tidak mau menyelidiki kasus kecelakaan Nonanya itu. Tapi memang penyelidikan ini terasa sangat sulit karena tidak di wilayah kekuasaan mereka.
"Helena pasti ketakutan. Dia tidak bisa bela diri dengan tangan kosong." Aberzio benar-benar frustasi saat membayangkan kejadian satu tahun yang lalu. Helena yang dia kenal sangat pintar menggunakan senjata. Entah itu senjata api maupun senjata tajam. Tapi, dia tidak bisa apa-apa jika di tangannya tidak ada senjata. Ilmu bela dirinya tidak terlalu hebat.
Bisa dipastikan sebelum tewas, Helena memanggil namanya. Memintanya untuk segera tiba. Terlihat jelas dari panggilan terakhir di ponsel Helena. Ada nama Aberzio di panggilan terakhir sebelum mobil wanita itu terjun ke laut.
"Bos, anda harus bisa merelakan kepergian Nona Helena." Strike kembali membujuk. Meskipun dia tahu ini tidak akan berhasil.
Aberzio menghempaskan selimutnya dan turun dari tempat tidur. Pria itu berjalan menuju ke kamar mandi.
"Ibu kandung Tuan Jason baru saja meninggal, Bos. Anda tidak ingin menemuinya?"
Aberzio menghentikan langkah kakinya sejenak. "Atur saja!" Pria itu segera masuk ke dalam kamar mandi.
Strike menghela nafasnya. Dia memiringkan kepalanya untuk memandang foto Helena yang ada di dalam kamar itu. "Nona, apa yang harus saya lakukan agar Bos Aberzio bisa bahagia lagi?"
***
Celine hanya bisa berdiri mematung saat melihat bangunan ROC Group yang ada di depannya. Hal yang pertama kali dia pikirkan adalah kenapa harus membangun gedung baru jika gedung yang lama saja sudah semegah ini?
"Keluarga Lionidas benar-benar orang kaya. Sudah habis berapa duit buat bangun gedung seluas ini?" batin Celine sambil menghitung-hitung berapa uang yang harus dikeluarkan Jason untuk gedung barunya.
"Apa yang kau pikirkan?" Celine tersentak kaget. Wanita itu tidak sadar kalau kini Jason sudah berdiri dihadapannya. "Kau memikirkan cara untuk kabur?"
Celine tersenyum. Wanita itu berjinjit agar bisa melihat wajah Jason dengan jelas. Setelah itu dia mencubit hidung Jason dengan gemas. "Tidak akan, Sayang. Aku akan menikah dengan pria kaya yang ada di Sisilia. Aku hanya sedang memikirkan cara untuk menghabiskan hartamu!" Wanita itu tersenyum meledek. Cukup berhasil membuat Jason kesal.
"Ikut aku!" Jason menarik tangan Celine dan membawanya masuk ke dalam. Ben yang saat itu ada di belakang mereka berdua hanya bisa menahan tawa. Pria itu semakin kagum dengan Celine. Wanita yang cukup berani dan tidak takut mati.
Semua karyawan menunduk hormat menyambut kedatangan Jason. Melihat ada Celine di samping pria itu, mereka semua seperti bertanya-tanya. Bahkan tidak jarang dari mereka terlihat saling berbisik untuk membahas soal Celine.
"Siapa wanita itu? Belum pernah ada wanita yang sedekat itu dengan Tuan Jason."
"Sepertinya itu tunangan Tuan Jason."
"Astaga. Wajahnya tidak terlalu cantik. Apa yang dia lakukan hingga Tuan Jason mau menjadikannya istri?"
Celine melirik tajam ke arah karyawan yang sedang membahas tentang dirinya. "Apa mereka sedang memandangku?"
"Nona, mari." Ben kembali memperingati Celine agar segera masuk ke dalam lift. Jason melirik ke arah Celine. Pria itu terlihat malas mengeluarkan kata. Masih terbayang jelas perlawanan dari Celine saat di mobil tadi. Pria itu menjadi jengkel setiap kali mengingatnya.
Celine memandang ke depan. Kebetulan ada cermin di depan mereka. Wanita itu memandang dirinya sendiri. Lagi-lagi Celine merasakan sakit yang luar biasa. Dia seperti pernah melewati kejadian seperti ini sebelumnya.
"Aku harus melupakannya. Aku nggak mau sampai jatuh pingsan," batin Celine. Wanita itu berusaha mengatur napasnya agar bisa kembali tenang. Saat pintu lift terbuka, mereka bertiga segera keluar.
Seorang wanita berpakaian rapi menyambut kedatangan Jason dan Ben. Ben dan wanita itu terlihat serius membahas sesuatu. Sedangkan Jason terus saja melangkah ke depan menuju ruang rapat. Celine hanya berdiri diam di dekat Ben. Wanita itu juga tidak tahu harus bagaimana setelah ini.
"Nona," sapa Ben. Dia memperhatikan keadaan sekitar. Pria itu penasaran dengan apa yang ada di dalam pikiran Celine. "Anda memikirkan sesuatu, Nona?"
"Aku ingin pulang. Untuk apa aku di sini?"
Ben tersenyum ramah. "Tuan Jason belum mengizinkan anda pulang, Nona. Mari ikut saya. Anda bisa menunggu Tuan Jason di ruang kerjanya."
Celine berdiri diam memandang pintu di depannya. Ben segera mendorong pintu dan mempersilahkan Celine masuk ke dalam. "Berapa lama?"
"Mungkin sekitar 30 menit, Nona."
Celine segera melangkah masuk ke dalam. Ben kembali menutup pintu dan segera pergi ke ruang rapat. Di dalam, Celine hanya berdiri diam memperhatikan ruang kerja Jason. Sebuah kursi tunggal yang menjadi icon utama diruangan itu menjadi pusat perhatian Celine. Dia berjalan ke kursi dan segera duduk di sana. Memegang meja kerja Jason sebelum memutar kursinya agar menghadap ke jendela.
Rasanya Celine tidak akan pernah berada di posisi sekarang jika tidak pernah bertemu dengan Nyonya Lyn. Sejenak wanita itu merasa bersyukur bisa diangkat derajatnya hingga seperti sekarang. Tetapi setiap kali mengingat kekejaman Jason membuatnya kembali ilfeel.
Celine membuka blazer yang menutupi bekas luka yang dia dapat akibat dari perbuatan Jason. Siku wanita itu terlihat perih jika disentuh. Jika kini dia tidak memakai dres panjang, mungkin luka di lututnya juga bisa terlihat jelas. Tiba-tiba saja Celine seperti ingin menangis melihat luka di tubuhnya.
Kedua matanya mulai terasa berat. Celine memejamkan mata karena merasa sangat mengantuk. Blazer yang sempat digenggam terjatuh begitu saja. Buliran air mata masih tertahan di antara sudut mata dan hidung.
Pintu kembali terbuka. Jason melangkah dengan tenang dan pasti. Dia mengernyitkan dahi melihat sarapan yang sudah tersedia belum disentuh oleh Celine.
"Kau tidak menyukai makanannya, Celine?" Jason berjalan mendekat.
Pria itu terdiam melihat Celine tertidur. Tatapannya beralih ke siku Celine yang lecet. Jason memalingkan wajahnya. Kini dia kembali mengutuk dirinya karena tidak bisa menahan emosinya kala itu. Bahkan tidak mau mendengarkan penjelasan Celine sedikitpun.
Perlahan tangan Jason mendekati wajah Celine. Mengusap air mata yang masih terlihat jelas. "Maafkan aku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
TiniE's AcHmaD💏
gimana nasib aberzio nanti.....
2025-03-08
0