Bab 17. Rindu

Hari ini setelah selesai ujian hari terakhir, Dewi tidak langsung pulang ke kontrakan seperti biasanya. Dia izin untuk menginap beberapa hari di rumah orangtuanya.

Tanpa banyak alasan untuk melarang, Andre langsung memberikan izin kepada Dewi. Lagian, tidak ada alasan yang memberatkan Andre untuk melarang istrinya tersebut.

Maka, setelah mengumpulkan berkas untuk pengajuan sidang, Andre pun langsung pulang ke rumah.

"Mau istirahat seharian di rumah." Begitu alasan Andre saat kedua temannya mengajak nongkrong.

Kontrakan kecil ini serasa lebih sunyi dari biasanya. Padahal, walaupun Andre hidup berdua dengan Dewi, dia seperti hidup sendiri. Pasalnya, sepasang suami istri itu jarang sekali bertegur sapa, apalagi untuk mengobrol. Yang ada, malah mereka terkesan saling menghindar satu sama lain.

Tidak, lebih tepatnya ... Andre yang sering menghindari Dewi. Hal terkonyol yang pernah dilakukannya pada Dewi adalah, memeluk wanita itu di saat banyak orang di rumah mereka.

Akhirnya, tak bisa dielakkan ... mereka menjadi bulan-bulanan candaan temannya karena kelamaan di kamar.

Herannya, pelukan Dewi malah begitu menenangkan hatinya. Rasanya, semua beban terlepas begitu saja.

Dering ponsel berbunyi, tanpa melihat siapa yang menelepon Andre langsung menjawabnya.

Matanya masih terpejam, enggan terbuka. Dia benar-benar lelah.

"Ha-lo ...." Suara Andre terdengar serak dengan khas malas-malasan.

"Ha-lo, Kak."

"Hmmm."

"Maaf ganggu ya. Kakak udah udah di rumah belum?"

"Hmmm."

"Oh, ya udah. Met istirahat, ya ... Aku udah sampai rumah mama. Mama titip salam."

"Hmmm."

Tut

"Eh, kok malah dimatiin, sih?" gerutu Andre.

Dia langsung duduk, melihat layar ponsel. Lantas tangannya kembali menekan nama yang baru saja menghubunginya. Tidak menunggu lama, panggilannya langsung dijawab.

"Ngapa langsung dimatiin? Belum juga selesai ngomong." Andre mengomel tanpa menunggu sapaan dari seberang sana.

"Eh, itu ... ma-af."

"Kapan pulang?"

"Eh, apa ... Kak?"

"Pulangnya tunggu aku jemput aja, yaa .... Gak usah pulang sendiri."

"Oh, itu. Iya ... iya."

"Udah makan belum?"

"Iya, udah Kak. Kak Andre udah makan?"

"Udah, makan masakanmu tadi. Hmm ...." Andre menggaruk kepala, merasa bingung kenapa harus merasa canggung saat berbicara lewat telepon dengan Dewi. "Udah dulu ya ...."

Setelah sambungan ditutup. Andre menghela napas panjang. Dia merasa kikuk juga canggung.

"Bisa-bisanya gua bilang mau jemput dia. Kesambet apaan, sih?" keluh Andre saat menyadari telah melakukan kebodohan.

***

Malam telah larut. Hening kini telah menyelimuti sekitar. Mungkin karena para penghuni telah terlelap, atau bisa jadi malah seperti Andre yang sedari tadi tidak dapat pergi ke alam mimpi.

Matanya terpejam, tapi pikirannya berkelana ke mana saja.

Lantas, Andre pun teringat dengan komunikasi terakhirnya dengan Anggita. Entah sebab alasan apa, dia merasa jika kekasihnya tersebut mencoba menghindarinya.

Kemudian, terbesit bayangan bagaimana Anggita tertawa lepas di dalam mobil dengan seseorang yang tidak diketahuinya.

Andre meraih ponsel, mengirim pesan kepada kekasihnya itu.

'Sayang, besok bisa ketemu enggak? Kangen.'

Andre tersenyum, karena pesan yang dia kirim langsung dibaca oleh Anggita.

Namun, senyumnya seketika pudar saat membaca balasan dari kekasihnya itu.

'Besok enggak bisa. Aku lagi ada acara.'

'Bisanya kapan?'

'Entahlah.'

Tanpa membalas lagi, Andre langsung beralih pada panggilan video. Sayangnya, sampai berkali-kali panggilan dilakukan tidak jua mendapat jawaban dari Anggita.

Andre mengerang frustrasi, merasa tidak sabar lagi menghadapi perilaku Anggita yang sering semaunya sendiri. Padahal, dia merasa telah melakukan segala cara untuk meluluhkan hati wanitanya itu.

Andre menyadari satu hal. Jika pacaran bertahun-tahun pun tidak menjamin seseorang mengenal karakter sang pacar. Malah sebaliknya, dia merasa jika selama ini hanya saling menunjukkan topeng belaka.

Bahkan perasaan tulus yang diberikannya selama ini seolah sia-sia. Hubungannya dengan Anggita semakin hari semakin terasa hambar. Wanita itu seakan semakin menjauh dan sulit untuk digapai.

Seringkali, Andre menguatkan diri. Jika Anggita mungkin saja belum melihat ketulusan yang dia berikan. Namun, akhir-akhir ini ... Andre merasa lelah untuk mempertahankan hubungan yang mereka jalani. Terlebih jika harus terus menerus bertahan pada rasa yang tidak yakin akan terbalaskan sepenuhnya.

Cepat atau lambat, bukankah Andre harus segera memantapkan hati pada siapa dia harus memilih?

Pikirannya kacau. Andre bangkit, lalu meraih jaket di gantungan. Tidak lupa pula, dia meraih kunci kendaraan kesayangan.

Tidak menunggu waktu lama, Andre segera memacu kendaraan roda duanya membelah jalanan yang lengang.

Andre mamacu motornya dengan kencang. Dapat dia rasakan angin malam menembus kulitnya. Padahal dia mengenakan jaket tebal.

Lampu jalan membantu Andre menerangi arah. Andai saja lampu-lampu itu mampu memberi penerangan pada kepalanya yang buntu, mungkin dia telah tau mau ke mana arah tujuannya malam ini. Sayang sekali, tiang-tiang itu membisu tak berniat sedikitpun untuk membisikkan apalagi jika harus berteriak ke mana arah yang harusnya Andre tuju saat ini. Mereka berdiri berderet di pinggir jalan, memiliki tugas lain. Menjadi penopang bagi penerang yang siap memberikan cahayanya memberi petunjuk kepada siapa yang mau menggunakannya.

Motor terus melaju, sesekali berhenti kala bertemu persimpangan lampu merah. Walaupun jalanan itu begitu lengang, tapi Andre tidak sedikitpun berniat menerobos lampu merah. Baginya peraturan lalulintas haruslah ditaati.

Sampai bertemu pada jalanan, tempat di mana dia melihat Dewi memberikan kotak kepada para pedagan kala itu. Laju motor Andre pun melambat. Rasanya, saat ini dia sedang melihat Dewi di sana. Membawa beberapa kotak, lalu berjalan-jalan memberikan kotak itu kepada pedagang yang ditemuinya. Senyum Dewi lebar, menyalurkan ketulusan itu kepada semua orang. Itulah yang Andre rasakan. Saat ini pun, lelaki itu ikut tersenyum membayangkan istrinya.

Andre menghentikan motornya di pinggir jalan. Mengedarkan pandangan menatap sekeliling. Tak jauh dari sana, tampak deretan ruko-ruko. Ada sebuah ruko yang menarik perhatian Andre.

"Demi Fashion."

Tulisan besar itu tercetak jelas di sebuah spanduk, dengan beberapa gambar pakaian di sana.

Andre membacanya berkali-kali. Kemudian, dia pun melakukan motornya kembali meninggalkan tempat itu.

Sekitar satu jam perjalanan, laju motor Andre melambat. Memasuki sebuah kawasan hunian elite. Setelah memberi laporan kepada satpam yang jaga, dia pun kembali melajukan kendaraannya.

Sampai di gerbang tinggi rumah megah, Andre menekan bel pintu gerbang. Beberapa saat dia menunggu, seseorang datang tergopoh-gopoh untuk membukakan pintu.

Setelah mengucapkan terimakasih, Andre pun masuk lalu memarkirkan motornya.

Lelaki itu berjalan lambat, merasa ragu untuk masuk ke rumah.

"Ayo, Den!" ajak sang pembantu.

"Ah iya, baik ... Pak." Andre menjawab dengan gugup. Lantas dia pun mengekori lelaki tua itu melangkah masuk ke rumah.

"Langsung ke kamar saja ya, Den? Atau mau dibuatkan minum dulu?" tawar lelaki itu.

"Oh, langsung ke kamar saja, Pak. Makasih, ya ...."

Lelaki tua itu pun mengangguk, lalu berbalik meninggalkan Andre.

"Pengantin baru."

Mendengar perkataan lelaki tua itu, Andre seketika mengusap tengkuk. Lantas dia pun bingung harus melakukan apa.

Langkahnya tertuju pada lantai dua, tempat kamar Dewi berada. Menaiki tangga dengan sangat perlahan.

Tiba-tiba Andre terlonjak kaget saat mendengar suara berdehem di belakangnya.

Sontak Andr menoleh, tampak papa mertuanya sedang tersenyum melihatnya.

"Eh, Papa." Andre seperti maling yang terpergok hendak mencuri di malam hari.

"Ya ... lanjutkan. Dewi ada di kamarnya. Ini kunci cadangannya, kalau saja sudah di kunci pintu kamarnya."

Andre segera menangkap kunci kamar yang dilempar mertuanya. Kemudian segera berbalik arah, karena merasa malu.

Benar katanya, pintu kamar Dewi telah terkunci. Andre membuka pintu dengan kunci cadangan.

Setelah terbuka, Andre pun segera masuk. Matanya menatap sekeliling kamar.

Sesungguhnya dia masih merasa bingung, kenapa harus ke kamar ini tujuan kendaraannya melaju?

Apa benar kata orang, jika istri itu adalah rumah tempat seorang suami kembali.

Terpopuler

Comments

Ratna Martina

Ratna Martina

next bucin dah andre

2021-07-20

0

Imas Maslahah

Imas Maslahah

semakin kesini tambah seru,lanjut !

2020-12-27

3

Ike Frenhas

Ike Frenhas

Baca juga karyaku yang lain ya gaeess

"Suamiku Mencintai Adikku"

2020-10-01

5

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Awal Mula
2 Bab 2. Jawaban
3 Bab 3. Rencana
4 Bab 4. Pernikahan
5 Bab 5. Rasa Canggung
6 Bab 6. Kesepakatan
7 Bab 7. Status Baru
8 Bab 8. Perselisihan
9 Bab 9. Cewek Gendut
10 Bab 10. Diet
11 Bab 11. Menangis
12 Bab 12. Sebuah Fakta
13 Bab 13. Empati
14 Bab 14. Hati yang Mencintai
15 Bab 15. Hati yang Mencintai (2)
16 Bab 16. Kedatangan Teman-Teman
17 Bab 17. Rindu
18 Bab 18. Malam yang Indah
19 Bab 19. Godaan
20 Bab 20. Sekamar
21 Bab 21. Tragedi
22 Bab 22. Porak Poranda
23 Bab 23. Awal yang Baru
24 Bab 24. Awal yang Baru 2
25 Bab 25. Cinta atau Kesepakatan
26 Bab 26. Jangan Pergi
27 Bab 27. Dingin
28 Bab 28. Bahagia
29 Bab 29. Fakta Baru
30 Bab 30. Apa ini?
31 Bab 31. Terkejut
32 Bab 32. Kabar Apa Ini?
33 Bab 33. Terluka Lagi
34 Bab 34. Berubah
35 Bab 35. Keputusan
36 Bab 36. Keputusan (2)
37 Bab 37. Janji
38 Bab 38. Bertemu Dia
39 Bab 39. Terbuka
40 Bab 40. Kejujuran
41 Bab 41. Perseteruan
42 Bab 42. Sebuah Pilihan
43 Bab 43. Keputusan (2)
44 Bab 44. Kesedihan
45 Bab 45. Bertemu
46 Bab. 46
47 Bab 47. Anak Kita
48 Bab 48. Terimakasih
49 Bab. 49
50 Bab. 50
51 Bab. 51
52 Bab. 52
53 Bab. 53
54 Bab. 54
55 Bab. 55
56 Bab. 56
57 Bab. 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 6 4
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab. 67
68 Bab 68
69 Pengumuman
70 Bab 69 (Season 2)
71 Bab. 70
72 Bab. 71
73 Bab. 72
74 Bab. 73
75 Bab. 74
76 Bab 75
77 Bab. 76
78 Bab. 77
79 Bab 78
80 Bab. 79
81 Bab. 80
82 Bab. 81
83 Bab. 82
84 Bab. 83
85 Bab. 84
86 Bab. 85 (Tamat)
87 Halo!
88 Suami Lelangan
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Bab 1. Awal Mula
2
Bab 2. Jawaban
3
Bab 3. Rencana
4
Bab 4. Pernikahan
5
Bab 5. Rasa Canggung
6
Bab 6. Kesepakatan
7
Bab 7. Status Baru
8
Bab 8. Perselisihan
9
Bab 9. Cewek Gendut
10
Bab 10. Diet
11
Bab 11. Menangis
12
Bab 12. Sebuah Fakta
13
Bab 13. Empati
14
Bab 14. Hati yang Mencintai
15
Bab 15. Hati yang Mencintai (2)
16
Bab 16. Kedatangan Teman-Teman
17
Bab 17. Rindu
18
Bab 18. Malam yang Indah
19
Bab 19. Godaan
20
Bab 20. Sekamar
21
Bab 21. Tragedi
22
Bab 22. Porak Poranda
23
Bab 23. Awal yang Baru
24
Bab 24. Awal yang Baru 2
25
Bab 25. Cinta atau Kesepakatan
26
Bab 26. Jangan Pergi
27
Bab 27. Dingin
28
Bab 28. Bahagia
29
Bab 29. Fakta Baru
30
Bab 30. Apa ini?
31
Bab 31. Terkejut
32
Bab 32. Kabar Apa Ini?
33
Bab 33. Terluka Lagi
34
Bab 34. Berubah
35
Bab 35. Keputusan
36
Bab 36. Keputusan (2)
37
Bab 37. Janji
38
Bab 38. Bertemu Dia
39
Bab 39. Terbuka
40
Bab 40. Kejujuran
41
Bab 41. Perseteruan
42
Bab 42. Sebuah Pilihan
43
Bab 43. Keputusan (2)
44
Bab 44. Kesedihan
45
Bab 45. Bertemu
46
Bab. 46
47
Bab 47. Anak Kita
48
Bab 48. Terimakasih
49
Bab. 49
50
Bab. 50
51
Bab. 51
52
Bab. 52
53
Bab. 53
54
Bab. 54
55
Bab. 55
56
Bab. 56
57
Bab. 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 6 4
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab. 67
68
Bab 68
69
Pengumuman
70
Bab 69 (Season 2)
71
Bab. 70
72
Bab. 71
73
Bab. 72
74
Bab. 73
75
Bab. 74
76
Bab 75
77
Bab. 76
78
Bab. 77
79
Bab 78
80
Bab. 79
81
Bab. 80
82
Bab. 81
83
Bab. 82
84
Bab. 83
85
Bab. 84
86
Bab. 85 (Tamat)
87
Halo!
88
Suami Lelangan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!