Hari ini setelah selesai ujian hari terakhir, Dewi tidak langsung pulang ke kontrakan seperti biasanya. Dia izin untuk menginap beberapa hari di rumah orangtuanya.
Tanpa banyak alasan untuk melarang, Andre langsung memberikan izin kepada Dewi. Lagian, tidak ada alasan yang memberatkan Andre untuk melarang istrinya tersebut.
Maka, setelah mengumpulkan berkas untuk pengajuan sidang, Andre pun langsung pulang ke rumah.
"Mau istirahat seharian di rumah." Begitu alasan Andre saat kedua temannya mengajak nongkrong.
Kontrakan kecil ini serasa lebih sunyi dari biasanya. Padahal, walaupun Andre hidup berdua dengan Dewi, dia seperti hidup sendiri. Pasalnya, sepasang suami istri itu jarang sekali bertegur sapa, apalagi untuk mengobrol. Yang ada, malah mereka terkesan saling menghindar satu sama lain.
Tidak, lebih tepatnya ... Andre yang sering menghindari Dewi. Hal terkonyol yang pernah dilakukannya pada Dewi adalah, memeluk wanita itu di saat banyak orang di rumah mereka.
Akhirnya, tak bisa dielakkan ... mereka menjadi bulan-bulanan candaan temannya karena kelamaan di kamar.
Herannya, pelukan Dewi malah begitu menenangkan hatinya. Rasanya, semua beban terlepas begitu saja.
Dering ponsel berbunyi, tanpa melihat siapa yang menelepon Andre langsung menjawabnya.
Matanya masih terpejam, enggan terbuka. Dia benar-benar lelah.
"Ha-lo ...." Suara Andre terdengar serak dengan khas malas-malasan.
"Ha-lo, Kak."
"Hmmm."
"Maaf ganggu ya. Kakak udah udah di rumah belum?"
"Hmmm."
"Oh, ya udah. Met istirahat, ya ... Aku udah sampai rumah mama. Mama titip salam."
"Hmmm."
Tut
"Eh, kok malah dimatiin, sih?" gerutu Andre.
Dia langsung duduk, melihat layar ponsel. Lantas tangannya kembali menekan nama yang baru saja menghubunginya. Tidak menunggu lama, panggilannya langsung dijawab.
"Ngapa langsung dimatiin? Belum juga selesai ngomong." Andre mengomel tanpa menunggu sapaan dari seberang sana.
"Eh, itu ... ma-af."
"Kapan pulang?"
"Eh, apa ... Kak?"
"Pulangnya tunggu aku jemput aja, yaa .... Gak usah pulang sendiri."
"Oh, itu. Iya ... iya."
"Udah makan belum?"
"Iya, udah Kak. Kak Andre udah makan?"
"Udah, makan masakanmu tadi. Hmm ...." Andre menggaruk kepala, merasa bingung kenapa harus merasa canggung saat berbicara lewat telepon dengan Dewi. "Udah dulu ya ...."
Setelah sambungan ditutup. Andre menghela napas panjang. Dia merasa kikuk juga canggung.
"Bisa-bisanya gua bilang mau jemput dia. Kesambet apaan, sih?" keluh Andre saat menyadari telah melakukan kebodohan.
***
Malam telah larut. Hening kini telah menyelimuti sekitar. Mungkin karena para penghuni telah terlelap, atau bisa jadi malah seperti Andre yang sedari tadi tidak dapat pergi ke alam mimpi.
Matanya terpejam, tapi pikirannya berkelana ke mana saja.
Lantas, Andre pun teringat dengan komunikasi terakhirnya dengan Anggita. Entah sebab alasan apa, dia merasa jika kekasihnya tersebut mencoba menghindarinya.
Kemudian, terbesit bayangan bagaimana Anggita tertawa lepas di dalam mobil dengan seseorang yang tidak diketahuinya.
Andre meraih ponsel, mengirim pesan kepada kekasihnya itu.
'Sayang, besok bisa ketemu enggak? Kangen.'
Andre tersenyum, karena pesan yang dia kirim langsung dibaca oleh Anggita.
Namun, senyumnya seketika pudar saat membaca balasan dari kekasihnya itu.
'Besok enggak bisa. Aku lagi ada acara.'
'Bisanya kapan?'
'Entahlah.'
Tanpa membalas lagi, Andre langsung beralih pada panggilan video. Sayangnya, sampai berkali-kali panggilan dilakukan tidak jua mendapat jawaban dari Anggita.
Andre mengerang frustrasi, merasa tidak sabar lagi menghadapi perilaku Anggita yang sering semaunya sendiri. Padahal, dia merasa telah melakukan segala cara untuk meluluhkan hati wanitanya itu.
Andre menyadari satu hal. Jika pacaran bertahun-tahun pun tidak menjamin seseorang mengenal karakter sang pacar. Malah sebaliknya, dia merasa jika selama ini hanya saling menunjukkan topeng belaka.
Bahkan perasaan tulus yang diberikannya selama ini seolah sia-sia. Hubungannya dengan Anggita semakin hari semakin terasa hambar. Wanita itu seakan semakin menjauh dan sulit untuk digapai.
Seringkali, Andre menguatkan diri. Jika Anggita mungkin saja belum melihat ketulusan yang dia berikan. Namun, akhir-akhir ini ... Andre merasa lelah untuk mempertahankan hubungan yang mereka jalani. Terlebih jika harus terus menerus bertahan pada rasa yang tidak yakin akan terbalaskan sepenuhnya.
Cepat atau lambat, bukankah Andre harus segera memantapkan hati pada siapa dia harus memilih?
Pikirannya kacau. Andre bangkit, lalu meraih jaket di gantungan. Tidak lupa pula, dia meraih kunci kendaraan kesayangan.
Tidak menunggu waktu lama, Andre segera memacu kendaraan roda duanya membelah jalanan yang lengang.
Andre mamacu motornya dengan kencang. Dapat dia rasakan angin malam menembus kulitnya. Padahal dia mengenakan jaket tebal.
Lampu jalan membantu Andre menerangi arah. Andai saja lampu-lampu itu mampu memberi penerangan pada kepalanya yang buntu, mungkin dia telah tau mau ke mana arah tujuannya malam ini. Sayang sekali, tiang-tiang itu membisu tak berniat sedikitpun untuk membisikkan apalagi jika harus berteriak ke mana arah yang harusnya Andre tuju saat ini. Mereka berdiri berderet di pinggir jalan, memiliki tugas lain. Menjadi penopang bagi penerang yang siap memberikan cahayanya memberi petunjuk kepada siapa yang mau menggunakannya.
Motor terus melaju, sesekali berhenti kala bertemu persimpangan lampu merah. Walaupun jalanan itu begitu lengang, tapi Andre tidak sedikitpun berniat menerobos lampu merah. Baginya peraturan lalulintas haruslah ditaati.
Sampai bertemu pada jalanan, tempat di mana dia melihat Dewi memberikan kotak kepada para pedagan kala itu. Laju motor Andre pun melambat. Rasanya, saat ini dia sedang melihat Dewi di sana. Membawa beberapa kotak, lalu berjalan-jalan memberikan kotak itu kepada pedagang yang ditemuinya. Senyum Dewi lebar, menyalurkan ketulusan itu kepada semua orang. Itulah yang Andre rasakan. Saat ini pun, lelaki itu ikut tersenyum membayangkan istrinya.
Andre menghentikan motornya di pinggir jalan. Mengedarkan pandangan menatap sekeliling. Tak jauh dari sana, tampak deretan ruko-ruko. Ada sebuah ruko yang menarik perhatian Andre.
"Demi Fashion."
Tulisan besar itu tercetak jelas di sebuah spanduk, dengan beberapa gambar pakaian di sana.
Andre membacanya berkali-kali. Kemudian, dia pun melakukan motornya kembali meninggalkan tempat itu.
Sekitar satu jam perjalanan, laju motor Andre melambat. Memasuki sebuah kawasan hunian elite. Setelah memberi laporan kepada satpam yang jaga, dia pun kembali melajukan kendaraannya.
Sampai di gerbang tinggi rumah megah, Andre menekan bel pintu gerbang. Beberapa saat dia menunggu, seseorang datang tergopoh-gopoh untuk membukakan pintu.
Setelah mengucapkan terimakasih, Andre pun masuk lalu memarkirkan motornya.
Lelaki itu berjalan lambat, merasa ragu untuk masuk ke rumah.
"Ayo, Den!" ajak sang pembantu.
"Ah iya, baik ... Pak." Andre menjawab dengan gugup. Lantas dia pun mengekori lelaki tua itu melangkah masuk ke rumah.
"Langsung ke kamar saja ya, Den? Atau mau dibuatkan minum dulu?" tawar lelaki itu.
"Oh, langsung ke kamar saja, Pak. Makasih, ya ...."
Lelaki tua itu pun mengangguk, lalu berbalik meninggalkan Andre.
"Pengantin baru."
Mendengar perkataan lelaki tua itu, Andre seketika mengusap tengkuk. Lantas dia pun bingung harus melakukan apa.
Langkahnya tertuju pada lantai dua, tempat kamar Dewi berada. Menaiki tangga dengan sangat perlahan.
Tiba-tiba Andre terlonjak kaget saat mendengar suara berdehem di belakangnya.
Sontak Andr menoleh, tampak papa mertuanya sedang tersenyum melihatnya.
"Eh, Papa." Andre seperti maling yang terpergok hendak mencuri di malam hari.
"Ya ... lanjutkan. Dewi ada di kamarnya. Ini kunci cadangannya, kalau saja sudah di kunci pintu kamarnya."
Andre segera menangkap kunci kamar yang dilempar mertuanya. Kemudian segera berbalik arah, karena merasa malu.
Benar katanya, pintu kamar Dewi telah terkunci. Andre membuka pintu dengan kunci cadangan.
Setelah terbuka, Andre pun segera masuk. Matanya menatap sekeliling kamar.
Sesungguhnya dia masih merasa bingung, kenapa harus ke kamar ini tujuan kendaraannya melaju?
Apa benar kata orang, jika istri itu adalah rumah tempat seorang suami kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Ratna Martina
next bucin dah andre
2021-07-20
0
Imas Maslahah
semakin kesini tambah seru,lanjut !
2020-12-27
3
Ike Frenhas
Baca juga karyaku yang lain ya gaeess
"Suamiku Mencintai Adikku"
2020-10-01
5