Katakanlah Andre adalah orang yang sangat aneh. Sejak mengetahui jika Dewi menyimpan rasa sakitnya sendiri, lelaki itu sering tidak berkonsentrasi.
Seperti saat ini, di depannya ada sebuah laptop yang sedang menyala. Jari-jemarinya tengah menari di keyboard, mencetak banyak kata yang harusnya telah terencana dalam kepala.
Namun, kenyataan berbeda dengan apa yang dia pikirkan. Huruf-huruf itu menjelma menjadi banyak kata yang tidak beraturan. Sangat berbeda dari isi kepalanya.
Sialnya, seluruh halaman yang dieditnya pun ikut berantakan. Sampai Andre menyadari ulah konyol yang dia hasilkan, saat merasakan pahanya menghangat sebab panas yang ditimbulkan benda persegi itu.
Andre merutuki diri, bisa-bisanya dia mengacaukan revisi skripsinya kali ini.
Dengan gerakan cepat, jarinya menekan tombol Ctrl+Z pada keyboard. Berharap kekacauan yang telah ditimbulkan kembali pada posisi semula sebelum direvisi.
Setelah beberapa saat, Andre bernapas lega saat mendapati lembaran putih yang ditampilkan laptopnya. Namun, seketika matanya terbelalak menyadari jika demikian lebih baik dia langsung membuka lembaran baru tanpa harus repot.
Andre menggeleng dengan senyum lebar. Betapa sosok Dewi telah mengacaukan rencana otaknya hari ini.
Lantas, bukannya kembali mengetik. Andre malah mengingat kejadian malam itu. Saat Dewi sedang kesakitan. Betapa cemasnya dia melihat reaksi tubuh yang ditampilkan wanita itu.
Andre juga baru tahu, jika tamu bulanan yang datang setiap bulannya sangat menyiksa perempuan.
Karena, ini kali pertama Andre melihat betapa kesakitannya Dewi saat itu.
Hal konyol lain adalah saat Andre harus membelikan pembalut di warung. Betapa malunya dia saat itu.
"Untuk istrinya, yaa?" tanya pemilik warung dengan senyum terkulum.
"I-iya, Bu." Andre menjawab gugup. Betapa malunya dia menghadapi ini.
"Pengantin baru yaa, wah ... masih mesra-mesranya ini." Wanita paruh baya itu terkekeh geli. Sedangkan, Andre hanya bisa menunduk.
Setelah apa yang dibutuhkan didapatkan, segera dia kembali pulang.
Dalam perjalanan, Andre teringat apa yang ibu warung tadi katakan. "Pengantin baru, masih mesra-mesranya."
Lantas Andre berdecih, mengingat jika pernikahan ini bukanlah sebuah pernikahan impian yang dia harapkan.
Kalau saja yang menjadi istrinya saat ini adalah Anggita, sudah tentulah mereka menjadi pengantin yang selalu bermesraan.
Sayangnya, Dewilah yang kini menjadi istrinya. Membuat pernikahan yang terasa hambar dan masam.
Namun, sebuah tanya terbesit dalam hatinya. Kenapa saat melihat Dewi kesakitan seperti itu, muncul rasa cemas yang Andre anggap sangat berlebihan? Sampai-sampai, dia mau membeli barang yang sangat memalukan seperti ini.
Rasanya, Anggita tidak pernah mengalami sakit seperti yang dialami Dewi saat ini.
Atau mungkin karena Anggita tidak pernah bercerita padanya. 'Ah, sudahlah. Kenapa aku harus memikirkan persoalan wanita, sih?'
Sebuah pesan masuk mengalihkan perhatian Andre saat ini. Diletakkannya laptop ke lantai. Lantas dia segera meraih ponsel yang tergeletak di kasur.
'Yang, kamu jahat banget sama aku. Setelah pertengkaran kita semalam. Kamu enggak hubungi aku sampai sekarang. Kamu jahat.'
Andre menghela napas panjang, memikirkan kebodohannya. Sakitnya Dewi telah mengalihkan Anggita dari perhatiannya.
'Maaf ya ... aku lagi sibuk banget. Lagi revisi ini.'
Anggita tampaknya online, tidak menunggu berdetik-detik lamanya untuk menerima balasan dari wanita itu.
'Biasanya juga sesibuk apapun kamu, pasti sempat menghubungi aku. Tapi sekarang, apa?'
Sepertinya kali ini, Andre membutuhkan pasokan udara yang sangat banyak. Berkali-kali dia mendesah untuk melonggarkan paru-parunya.
'iya, kemarin memang Dewi lagi sakit. Jadi aku lebih fokus padanya. Kami sehat, kan?'
'Kamu bilang enggak ada hubungan di antara kalian. Nyatanya apa?'
Andre tidak membalas pesan Anggita lagi, dia tutup aplikasi hijau itu. Lalu memilih menghubungi kekasihnya langsung.
Panggilan pertama, tidak dijawab. Sampai ke panggilan selanjutnya. Andre meringis saat mendapati Anggita menolak telponnya tersebut.
"Arrggghhh." Andre mengerang frustrasi. Kedua tangannya menjambak rambutnya kuat.
Rasanya kepalanya akan pecah memikirkan dua wanita yang hadir dalam kehidupannya.
Andre segera berdiri, menyambar jaket di gantungan baju. Lalu meraih kunci, dengan berlari kecil dia menuju motor yang terparkir di teras depan. Tidak butuh waktu lama, setelah yakin rumah telah terkunci rapat. Dia pun menjalankan motor kesayangan menuju satu tempat yang terpikir di kepala nya. Apa lagi kalau bukan kost-an sang kekasih.
Macetnya jalanan tentu tidak mengendurkan niat Andre agar segera sampai tujuan.
Mata Andre menatap fokus ke jalan, tapi tiba-tiba sosok wanita yang dikenalnya tampak sedang membawa satu kotak kardus.
Wanita tersebut tampak kepayahan. Andre meminggir. Lantas dia pun mengentikan laju motornya demi melihat apa yang wanita itu lakukan.
Sesaat, Dewi meletakkan kardus tersebut ke trotoar. Lalu mengeluarkan satu kotak dari sana. Entah apa isinya, tapi Andre taksir jika dalam kotak kecil itu berisi kue atau menu makan siang.
Dewi berjalan beberapa langkah, lalu tersenyum ramah pada anak-anak penjual asongan. Kemudian, wanita itu pun memberikan kotak yang dibawanya tadi kepada anak tersebut.
Tentu saja, si anak penjual itu tampak sangat bahagia. Bahkan, rasanya kerlip bintang di malam hari kalah oleh binar yang ada di mata anak tersebut.
Tanpa bisa ditahan, kedua bibir Andre ikut terangkat. Menampilkan senyuman yang merekah.
Hanya melihat senyum kedua orang di sana, Andre ikut bahagia.
Tunggu dulu, benarkah hanya senyum itu yang menyalurkan bahagia di hati lelaki itu.
Bukankah Andre sekarang tengah merasakan perasaan takjub sekaligus terharu atas apa yang telah dilihatnya.
Satu hal lagi yang dia ketahui tentang Dewi. Selain senyum tulus yang selalu ditampilkannya. Wanita itu juga memiliki hati yang tulus untuk berbagi kepada sesama.
Andre buru-buru menutup kaca helm yang tadi dibuka, lalu kembali melajukan motornya sebelum Dewi menyadari keberadaannya.
Dua puluh menit kemudian, Andre telah sampai di depan gerbang kost Anggita.
Menelpon wanita itu, tetap seperti tadi saat di kontrakan. Sepertinya, Anggita memang tidak berniat mengangkat panggilan Andre.
Andre memutuskan pulang. Dengan langkah lesu dia menuju motornya, saat siap menaiki kendaraan roda dua itu. Matanya menangkap bayangan wanita yang dicari berada dalam sebuah mobil.
Anggita tampak tertawa lepas, sangat berbeda dengan persepsi Andre yang beranggapan jika wanita itu saat ini sedang menangis atau merajuk.
Anggita di dalam mobil itu malah menunjukkan jika dia sedang sangat bahagia. 'Dengan siapa dia?' tanya Andre dalam hati.
Tanpa ingin berlarut-larut, Andre segera memacu kendaraan roda duanya menuju jalanan. Sepertinya, ada hal lain yang harus dia selesaikan.
Ketikan di kamarnya mungkin telah menunggu untuk diselesaikan. Ya, dia lebih baik memilih kembali berkonsentrasi menyelesaikan skripsi yang tertunda. Sesuai janjinya, tahun ini harus wisuda dan mendapat pekerjaan.
Andre yakin, saat dia telah lulus dan bekerja nanti. Kehidupannya pasti akan lebih baik.
Sejenak, melupakan dua wanita yang terus mengusik hidupnya akan lebih baik.
"Yaa ... lupakan mereka," gumam Andre di balik kaca helm
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
🍀 chichi illa 🍒
seperti nya Anggita punya cadangan 🤭🤭
2022-03-16
0
alvalest
anggita punya cowok tajir..
2021-07-04
0
Satria Satria
yeeeee Anggita selingkuh
2021-04-25
1