Katanya, hati itu akan luluh saat terus disirami rasa tulus. Hati juga akan luluh kala diberi banyak kesabaran.
Bahkan, batu pun akan mengalami lekukan di bagiannya kala tersiram tetasan hujan setiap hari.
Namun, berlakukah itu untuk rasa cinta?
Betapapun Dewi selalu mencoba bersabar dalam rasa itu, tapi mampukah dia meluluhkan hati Andre yang telah dimiliki orang lain?
Mampukah dengan ketulusan Dewi melayani, cinta di hati Andre tumbuh di hatinya?
Berulang kali Dewi mencoba menerka-nerka. Kadang, Andre bersikap acuh padanya. Namun, tak bisa dipungkiri, jika lelaki itu mampu bersikap sangat peduli.
Senyum itu sebuah jalan yang Dewi pilih, guna menutupi kedukaan hati.
Apa yang bisa gadis itu lakukan untuk menerima kenyataan hidup, jika lelaki yang telah lama bersemayam di hatinya sama sekali tidak pernah meliriknya. Siapakah seorang Dewi dibandingkan Anggita dengan segala kesempurnaannya.
Dulu, dulu sekali. Saat seorang Dewi masih menjadi seorang atlit di sekolahnya, saat itulah dia merasakan hidup dalam kesempurnaan. Menyukai seorang atlit pria yang begitu mengagumkan di mata gadis itu, Andre Pratama.
Namun, kekaguman tersebut hanya mampu tersemat dalam hatinya. Nyatanya, dia hanya mampu menjadi pengagum rahasia saja. Tanpa berani tampil kepermukaan.
Jangankan untuk mengobrol dan berbagi kisah, untuk sekedar bertegur sapa saja Dewi tak punya nyali.
Semua kado ucapan selamat untuk sang juara , dia berikan lewat orang lain. Bisa jadi, Andre tidak pernah mengetahui kelakuannya kala remaja. Dewi hanya bersembunyi dan terus bersembunyi.
Hingga suatu hari, sang Dewi berhenti dari dunia atlit dan menjadi sosok yang berbeda.
Dia kubur dalam-dalam semua mimpinya di masa depan, beserta kenangan sang idola.
Siapa sangka, takdir mempertemukan mereka. Ternyata Dewi kuliah di kampus yang sama di mana Andre melanjutkan pendidikan. Melalui taruhan itu pula, Dewi bisa berstatus sebagai istri lelaki itu.
Walaupun, status hanya status. Andre tidak pernah memperlakukannya layaknya seorang istri.
Namun, Dewi telah bertekad. Dia akan mencurahkan segala rasa yang dia punya selama ini. Rasa yang terpendam bertahun lamanya, saat dia duduk di bangku SMP sampai sekarang. Rasa yang telah mengakar dan begitu sulit untuk dicabut dari dalam hatinya.
Nyatanya, semakin hari ... rasa cinta yang Dewi punya semakin tumbuh subur.
Biarlah, satu tahun ini Dewi manfaatkan untuk mencurahkan rasa cinta yang dia punya. Mencuci pakaian Andre, memasakkkan berbagai macam menu yang disukainya. Bahkan, jika dihitung tentulah uang belanja yang suaminya berikan tidak akan cukup sampai satu bulan.
Dewi harus merogoh tabungan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Dewi tidak pernah menuntut berapapun uang yang suaminya berikan. Dia tahu, Andre belumlah memiliki pekerjaan yang mapan.
Tanpa diketahui Andre, Dewi memiliki usaha toko pakaian yang dikembangkan bersama temannya.
Tidak berniat menceritakan tentang usahanya, tentu saja. Dewi merasa jika hal itu tidaklah perlu.
Seperti saat ini, dia dan temannya tengah sibuk mengurus penjualan di toko. Dewi bagian pemasangan iklan dan promosi via media sosial. Bisnis ini telah dirintis mereka semasa kuliah.
"Wi, gimana hubungan lo sama si Andre?" Amika memulai obrolan ditengah kesibukan mereka.
"Enggak gimana-gimana." Dewi menjawab singkat. Sejujurnya, dia tidak berniat membahas masalah ini dengan siapapun.
Dewi mendesah pelan. "Amika, hmmm." Dia sedikit ragu menanyakan masalah ini.
"Apaan? Bilang aja, kayak siapa aja, sih." Amika terkekeh pelan melihat reaksi Dewi saat ini.
Dewi menggembungkan kedua pipinya, mengerucutkan bibir dengan kedua mata yang menyipit. Wajahnya terlihat imut. Sangat menggemaskan.
"Hmm ... soal video yang Lo kasih ke gue waktu itu. Hmm, Lo dapat dari mana?" tanya Dewi lagi. Dia penasaran dari mana sahabatnya itu dapat video Andre dan Anggita. Apalagi percakapan keduanya yang cenderung sangat menyakitkan hatinya.
"Dari temen juga, sih." Amika tampak acuh menjawab pertanyaan Dewi.
"Temen ...." Dewi menghentikan aktifitasnya. Menatap Amika penuh selidik. Apa yang disembunyikan Amika darinya?
"Temen siapa? Gue kenal, gak?" lanjut Dewi, dengan mata fokus menatap Amika. Yang ditatap tampak salah tingkah.
"Itu, hmm ... Arman." Amika menjawab lirih dengan wajah tertunduk, tampak semburat merah merona di kedua pipinya.
"Arman ...." Dewi berpikir sejenak. Mengingat nama Arman yang mungkin dia kenali. "Kak Arman maksudnya?"
Amika mengangguk lemah. Dia semakin kikuk menghadapi Dewi.
"Aha. Sepertinya ada rahasia yang aku enggak ngerti." Dewi mengulum senyum. Mengerling sejenak dengan tatapan menggoda.
"Iihh, apaan sih?" Wajah Amika semakin merah merona. Senyum malu-malu tercetak jelas di wajahnya.
"Cieeee ... jadi ceritanya, kalian berdua punya misi begitu. Pantesan Kak Arman sering nolongin aku, ternyata. Ada udang dibalik bakwan. Rasanya enak, mantaabb." Cicit Dewi panjang lebar dengan wajah cerah.
"Enggak gitu juga, sih. Kak Arman enggak suka aja kalau si Andre itu mainin perempuan. Jadi, emang dia membela apa adanya sih," terang Amika.
"Membela apa adanya, gimana maksudnya?"
"Ya itu ... sebenernya, Kak Arman udah kenal kok sama lo dan Andre. Tahu juga lo dulu gimana." Amika tampak antusias menjelaskan.
"Ah iya, kayaknya emang gak asing sama kak Arman. Cuma gue malah asing sama hubungan kalian. Ada apa sih?"
"Lha, kok malah bahas kita, sih?"
"Ya ... iya. Masak belain kak Arman mulu sedari tadi." Dewi kembali tertawa melihat raut wajah Amika yang lucu. Seperti sedang kepergok melakukan sesuatu.
Terdengar suara lelaki di luar ruangan mereka. Sontak Amika berdiri menyambut kedatangan seseorang yang suaranya sangat dia kenal.
"Tuh, kan. Kayaknya udah kenal banget Ama suaranya. Sejak kapan dia ke sini?" Protes Dewi masih dengan nada menggoda.
"Apa sih?" Amika menuju pintu, wajahnya semringah saat mendapati seorang lelaki yang berdiri di sana.
"Hai Kak Arman. Udah ditungguin dari tadi lho." Dewi menyapa dengan ramah. Wajahnya berbinar-binar, sesekali melirik Amika yang mengerucutkan bibir ke arahnya.
"Apa, sih ... Wi? Siapa juga yang nungguin?" sungut Amika.
"Gue kok yang nungguin. Weee." Dewi menjulurkan lidah, merasa menang telah berhasil menggoda Amika.
Sedangkan Arman masih berdiri mematung. Tangannya mengusap tengkuk. Merasa telah dipermainkan Dewi.
"Masuk, Kak ... Mau duduk aja, atau bantuin kita? Eh, bantuin Amika aja deh. Biar aku kembali menyelesaikan pekerjaan yang tertunda tadi." Mereka bertiga masih berhadapan. Sejenak sebuah senyuman terbit di ketiganya. Lantas Dewi pun berbalik, tidak ingin mengganggu Amika.
"Eh, enggak ... sini aja." Tolak Arman canggung.
"Ih, Kak Arman. Masak aku jadi obat nyamuk. Ogah ...." Dewi mengedipkan sebelah mata kepada Amika. Yang dibalas kerucutan bibir.
"Bye ...." Dewi melambaikan tangan. Kemudian melangkah menuju mejanya. Mengingat sesuatu, seketika tubuhnya kembali berbalik. "Oh iya, Kak. Makasih bantuannya, ya. Dijamin, tetap jadi rahasia kita."
Arman mengangguk. Sedangkan Amika tersenyum tulus. Kemudian mereka kembali bergelut dengan pekerjaan masing-masing.
Sesekali Dewi melirik ke arah dua manusia yang tampak jelas sedang merasakan bunga-bunga cinta tengah bermekaran di hati mereka.
Lelakinya tampak menatap wanitanya dengan tatapan penuh hangat. Sedangkan sang wanita menunduk malu-malu dengan senyuman terkulum di bibir.
Begitulah cinta, dia bisa tumbuh di hati siapa saja yang dikehendakinya. Namun, hati tetaplah milik pemiliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Yunita T
bosen Thor baca alur ceritanya 🙏
2021-03-15
0
Ima Kalibaru
author kembalikan tubuh Dewi seperti dulu biar si Andre bucin enggak ketulungan
2021-03-09
1
Anisa Azahra
hah wiii bikib tuh si andre bucin
2021-01-24
0