"Dew ...." Andre mendekati Dewi yang tengah sibuk membersihkan sayuran.
Sekuat tenaga lelaki itu menahan diri agar tidak marah karena tidak diacuhkan. Menarik napas dalam, lalu menghembuskan dengan kasar.
Andre meraih kedua tangan Dewi. Menghadapkan tubuh itu ke padanya. Mereka berhadapan, tapi Dewi menunduk. Seolah enggan bertatapan wajah dengannya.
"Lu marah sama gue ya?" tanya Andre pelan.
Dewi masih membisu. Mengatupkan mulut rapat. 'Beneran patung ini orang,' gerutu Andre kesal.
"Lu diam sepanjang waktu, Dew. Gue harus gimana? Lu mau apa, coba bilang ma gue." Andre pasrah sekarang. Memasang wajah memelas seperti anak kucing yang kelaparan sedang meminta makan pada majikannya. Namun, sayangnya sang majikan tetap enggan memberikannya makan.
"Dew ...." panggil Andre lagi.
Dewi mendongak, tampak jelas binar di wajahnya sedang meredup. Pendar cahaya yang kemarin dilihat Andre kini menghilang entah ke mana. Wanita itu tampak terluka.
"Dew ...." Andre merasakan nyeri di dada. Dia sendiri bingung, kenapa melihat luka di mata Dewi justru membuatnya ikut terluka. Sebab rasa pedulikah, karena bagaimanapun juga wanita ini adalah istrinya. Atau ... ada sebab lain.
"Aku mau masak. Tolong biarkan aku sendiri." Suara Dewi lemah, seperti orang tak makan satu tahun. Benar-benar menyedihkan. Dengan gerakan yang lemah pula, Dewi menarik tangannya yang masih berada dalam genggaman Andre.
Melihat sikap Dewi yang tidak ingin diganggu, Andre melepaskan cekalan tangannya. Membiarkan Dewi sendiri, memberi waktu sebanyak yang dia mau.
Andre mengangguk, lantas meninggalkan dapur menuju kamar. Membaringkan diri di kasur, sekelebat bayangan senyum Dewi terpampang jelas di mata.
Saat tersenyum, gadis itu sangatlah manis. Wajahnya begitu menenangkan, memberi ketulusan dan kehangatan pada siapa saja yang dia temui.
Hari ini, ada satu hal yang Andre pahami dari Dewi. Jika dia memiliki beban pikiran, maka Dewi akan menyendiri sepanjang waktu. Menutup rapat mulutnya, melakukan semua hal tanpa bicara. Bahkan tidak menganggap orang lain ada di sekitarnya. Dewi bungkam entah sampai kapan. Sedangkan Andre sendiri tidak tahu bagaimana cara merayu wanita itu.
Andre melipat kedua tangan di bawah kepala, menatap langit-langit kamar. Mengingat-ingat, saat Anggita tengah merajuk. Apa yang dia lakukan pada kekasihnya itu?
Suatu hari, Anggita pernah merajuk saat Andre telat menjemputnya pulang dari kampus. Kebetulan Andre tidak memiliki mata kuliah hari itu. Karena keasyikan nongkrong bersama kedua sahabatnya, membuat Andre lupa akan janjinya menjemput sang pujaan.
Sesampainya di kampus, Andre disuguhkan dengan wajah cemberut Anggita sepanjang waktu. Bahkan, gadis itu meminta untuk membatalkan janjinya menonton. Padahal jauh-jauh hari mereka merencanakan nonton tersebut.
Berbagai cara dilakukan Andre agar Anggita kembali tersenyum dan tidak membatalkan janji mereka.
Membelikan Es krim, bunga bahkan menyanyi di depan kampus dan disaksikan oleh mahasiswa lain.
Untunglah, kemarahan Anggita tidak berlangsung lama. Gadis primadona kampus itu kembali tersenyum dan mau memaafkannya. Tidak membutuhkan waktu berjam-jam apalagi berhari-hari.
Mengingat kejadian tersebuta, tiba-tiba rasa rindu hinggap di hatinya untuk gadis pujaannya.
Andre meraih ponsel di meja, mencari kontak kesayangan lalu menghubungi nomor tersebut.
Tidak membutuhkan waktu lama sampai Anggita menerima panggilannya.
Suara ceria terdengar dari seberang sana, menerbitkan senyum di wajah Andre. Sejenak dia melupakan jika tengah mencari cara untuk meredam kebisuan Dewi, istrinya..
"Hallo, Andre. Aku kangen banget sama kamu ...."
"Iya, aku juga."
"Kapan kamu kembali ke kampus. Sebentar lagi sidang, kan? Kamu udah pulang dari bulan madu kan? Enggak ada yang terjadi, kan, Sayang?"
Pertanyaan bertubi-tubi yang Andre terima semakin membuatnya tersenyum. Dia membayangkan bagaimana wajah Anggita yang cantik tengah merasa cemas karena memikirkan dirinya.
Anggita akan berubah menjadi sangat imut jika dalam keadaan khawatir seperti ini.
Tidka bisa menahan diri, Andre tertawa terbahak sampai terdengar di telinga Dewi yang berada di dapur mereka.
"Enggak ... enggak ... emang kejadian apa yang kamu harapkan, Sayang? Enggak terjadi apa-apa, kami hanya tidur aja. Besok aku ke kampus. Mau ketemu di tempat biasa?"
"Iya ... mau .... Mau, banget ...." Anggita membalas riang.
Tanpa Andre sadari, Dewi berdiri di pintu kamar menyaksikan interkasi nya dengan Anggita via ponsel telepon genggam tersebut.
Wajah Dewi merah padam. Niatnya ingin memberi tahu jika makanan telah siap, urung dilakukan. Karena tampaknya Andre sedang bahagia bersama Anggita, pacarnya.
Lelaki itu tampak tidak peduli pada suasana hatinya yang sedang kacau karena bentakannya sewaktu di hotel. Ya ... Dewi merasa Andre tidak peduli dengannya.
"Sayang, udah dulu ya ... nanti aku hubungi lagi. Bye."
Setelah sambungan telepon diputus. Andre segera menuju dapur mencari Dewi. Dia yakin, istrinya tadi berada di kamar saat dia telponan.
Sesampainya di dapur, Andr mendapati Dewi yang sedang asyik menyantap makanan di lantai bergelar karpet.
Seolah tidak peduli akan kehadirannya, Dewi sangat menikmati makanan tersebut.
Andre menelan ludah, melihat Dewi menyantap hidangan di hadapan membuat rasa laparnya semakin menjadi-jadi.
Tanpa suara, Andre duduk di karpet. Mengambil piring. Saat akan mengambil nasi, centong nasi telah diambil Dewi lebih dulu. Istrinya mengambilkan nasi untuknya. Tidak lupa sayur dan lauknya.
Mereka makan dalam diam. Andre akui jika masakan Dewi sangat lezat. Dia sampai menambah tiga kali. 'Wah, bisa-bisa aku gendut mendadak ini,' batinnya senang.
Andre terbelalak, saat melihat Dewi tersenyum. 'Mudah sekali ternyata membuatmu tersenyum Dew. Hanya makan masakanmu sebanyak ini, kau udah tersenyum bahagia.'
Padahal sedari tadi Andre memutar otak bagaimana caranya agar Dewi mau tersenyum lagi. Ternyata hanya dengan makan yang banyak seperti ini, senyuman itu telah terbit di wajah sang Dewi.
"Masakanmu enak banget. Aku suka." Andre memuji Dewi dengan tulus.
Dewi tersenyum bahagia mendengar pujian Andre padanya. Ras ya tidak sia-sia dia menyiapkan hidangan untuk mereka. Akhirnya Dewi merasa dihargai oleh suaminya untuk yang pertama kali.
"Makasih, ya ...."
Mereka saling bertatapan lama. Menyalurkan rasa bahagia yang berbeda. Kedua hati merasa tenang hanya dengan melihat senyum di wajah masing-masing.
Untuk kesekian kalinya, Andre terpana dengan senyuman Dewi yang menenangkan hatinya. Seolah segala gundah telah sirna hanya dengan melihat senyuaman di wajah tembam itu.
Mungkin Dewi tidak secantik Anggita. Namun, Dewi punya satu hal yang membuatnya berbeda. Senyuman tulus yang dia berikan mampu Andre rasakan sampai ke hatinya.
Selain senyuman Dewi yang membuat Andre terpesona, kini masakan Dewi menjadi hal istimewa yang dimiliki oleh gadis bertubuh tambun tersebut.
Dewi bahagia karena Andre menikmati masakannya dengan lahap.
Dewi hanya berharap, agar pernikahan mereka baik-baik saja sampai batas kesepakatan itu berkahir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Lia Indriasari
vvxj😍
2021-03-12
0
Sugiah
iya kalau marahngak usah ngomong, biar tau rasa tuhcowok
2021-03-09
2
Nur Isnawati
kok aq gk sudi mentolo tk uncalno ng kali ae
2021-01-04
1