Sejenak Andre terpaku menatap wajah Dewi yang tertidur pulas. Wajahnya begitu alami, tanpa polesan apalagi riasan.
Selama ini, Andre cenderung tidak peduli akan kehadiran Dewi sebagai istrinya.
Namun, malam ini ... rasa penyesalan tiba-tiba hadir di hati atas semua perlakuan acuh yang dia berikan. Padahal Dewi selalu melayani keperluannya.
Andre menatap wajah Dewi, alis yang tipis, dua pipi yang tembam, hidung yang tampak mungil, dan bibir yang imut. Terlihat begitu pas di jawahnya.
Andre menjelajahi wajah Dewi dengan telunjuknya, walaupun tidak langsung menyentuh kulit wanita itu.
Jika dibandingkan dengan Anggita, tentulah Dewi lebih memiliki wajah yang pas-pasan. Namun, apalah arti sebuah wajah jika tidak diikuti dengan pribadi yang baik.
Saat kulit mulai keriput termakan oleh usia, kepribadian yang berkarakter tetap kokoh dalam dirinya. Tak ada kata tua, tak ada kata keriput untuk sebuah hati yang memiliki ketulusan.
Andre menghela napas dalam. Saat mengingat hubungannya dengan Anggita yang semakin hari semakin renggang saja.
Anggita memang cantik, memiliki tubuh ideal yang menjadi pujian para lelaki yang melihatnya. Termasuk dirinya yang selalu memuja sang Anggita.
Namun, makin ke sini Andre semakin tidak mengerti dengan gadis itu.
Berkali-kali mencoba untuk menjelaskan dan memperbaiki hubungan mereka, berkali-kali pula Anggita menolak.
Dan, di sinilah dia sekarang. Terpuruk pada rasa yang tidak menentu. Betapa dirinya kini menjadi pecundang. Saat memiliki masalah dengan pacar, malah lari menemui sang istri.
Saat ini, Andre merasa sangat kerdil di hadapan Dewi.
Mata Andre membola saat mendapati Dewi yang tersenyum di kala tidur. 'Ah, Dewi ... bahkan saat tidur pulas begini pun dia tetap tersenyum.' bisik Andre dalam hati.
Tak tahan melihat senyum yang merekah di bibir Dewi. Andre pun mendekatkan wajahnya, lalu mengecup bibir ranum itu.
Awalnya hanya sebuah kecupan ringan. Namun, Andre terbuai oleh rasa manis yang menyecap bibirnya. Hingga, dia pun terlupa pada niat awal yang hanya gemas ingin mengecup sekilas.
Andre mengambil napas Dewi secara dalam dan lama. Tanpa di sadari jika wanita itu telah membuka mata.
Andre tersentak kaget, saat mendapati kedua mata Dewi telah mendelik ke arahnya.
Sedetik kemudian, Dewi kembali memejamkan mata. Sesaat, Andre bingung dengan apa yang terjadi.
Tidak ada yang dia lakukan, hanya terdengar helaan napas berat dari keduanya.
Lantas, Dewi pun kembali membuka mata. Tanpa kata, dia mengecup bibir Andre sekilas.
Andre berbaring di samping Dewi, menangkup kedua pipi wanita itu. Mereka saling berpandangan.
Seolah paham apa yang Andre pikirkan, Dewi mengangguk sebagai tanda setuju.
Tidak menunggu waktu lama, Andre langsung menyergap bibir Dewi. Merampas semua napas yang dia miliki.
Tidak hanya sampai di situ saja. Sesuatu yang seharusnya terjadi sejak tiga bulan lalu, akhirnya terjadi juga.
Biarkan mereka saling mengurai rasa, berbagai peluh dan saling membuka diri satu sama lain.
Biarkan mereka saling menggenggam terbang ke kahyangan, menghitung bintang-bintang yang berkelip di dada mereka. Menciptakan deburan ombak yang mengalun indah.
Air mata Dewi mengalir, dia memejamkan mata merasakan gejolak yang tidak mampu ditahan. Semua itu tak luput dari perhatian Andre.
"Ada apa? Sakit?" Andre menjeda aktivitasnya, menanyakan keadaan Dewi dengan khawatir.
Dewi menggeleng pelan, lalu tersenyum malu. Tangannya membelai lembut kepala Andre. "Eng-gak, aku terlalu bahagia," ucapnya pelan dengan suara tersengal.
Andre merasa lega, dia pun membalas senyum Dewi.
***
Untuk pertama kalinya, Dewi terlelap dalam selimut yang sama dengan Andre, suaminya.
Hal yang membuat senyumnya tak ingin pudar adalah saat dia menyadari, bahwa kali ini mereka tidur bersama dalam selimut yang sama dengan kulit yang saling bersentuhan.
Dewi memainkan jemarinya di dada bidang Andre. Rasanya, dia ingin menghitung banyaknya bulu-bulu halus di dada itu. Namun, rasa itu masih terhalang oleh perasaan malu juga takjub.
Mengingat apa yang telah mereka lakukan, membuat dada Dewi kembali bergejolak, panas yang mengalirkan rona merah di kedua pipi, dan menarik senyum di kedua bibir.
Andre memeluknya erat, lalu mengecup pucuk kepala Dewi singkat. Tangan lelaki itu mengelus punggungnya yang malah membuatnya merasa geli.
"Tidurlah ... udah malam." Andre berucap dengan suara pelan.
"Hmmm." Dewi menenggelamkan kepalanya di dada bidang lelakinya.
Kali ini, Dewi tidak ingin terpejam. Dia tidak ingin, saat bangun nanti semua yang dia rasakan saat ini hanya mimpi belaka.
Dewi tidak ingin, malam yang indah ini hanya sebatas bunga tidur belaka.
Dewi tidak ingin memejamkan mata, dia ingin tetap terjaga sampai pagi. Dan menyambut awal hari dengan hati penuh bunga seperti saat ini.
Dewi sama sekali tidak berniat untuk tidur, tapi tubuhnya begitu terasa letih. Sampai kantuk itu menyerang tiada mampu ditahan lagi.
Mereka pun melewati malam dengan tubuh yang saling memeluk. Sampai suara ketukan di pintu mengagetkan.
"Bagaimana ini?" Andre dan Dewi tidak ada yang berani bergerak lebih dulu. Mereka saling bertatapan dengan wajah penuh malu.
"Dewi! Andre! Sudah siang, ayo sarapan." Suara mama terdengar nyaring di depan pintu kamar.
"Iya, Ma!!!" Andre dan Dewi menjawab secara bersamaan.
Setelah menunggu beberapa menit, tidak ada lagi sahutan dari luar. Barulah mereka fokus pada apa yang terjadi.
Sedari tadi, mereka berdua masih berada pada posisi yang saling memeluk. Saling menutupi tubuh.
"Kak, aku ... tidak-tidak. Kakak duluan yang jalan ke kamar mandi." Dewi mencoba memberi saran agar bisa keluar dari jebakan ini.
"Gimana kalau kita bareng, aja?" Andre bertanya dengan senyum menggoda.
"Kakak, ih. Malu." Dewi menutupi wajahnya, dia benar-benar malu saat ini. Bisa-bisanya, Andre menggoda dalam keadaan seperti ini.
"Aku udah lihat semua, kok."
"Ya ampun, Kak Andre." Wajah Dewi telah merah padam.
"Oke ... oke. Beneran enggak ngintip?"
"Iya, iihh." Dewi memejamkan mata erat. Tidak berani membukanya walau sedikit pun.
"Udah."
Dewi membuka mata, seketika itu juga dia menimpuk Andre dengan bantal.
"Tapi boong."
Andre tertawa lepas, rasanya menyenangkan sekali mengerjai Dewi.
"Kakak ...!"
"Oke. Kali ini serius."
Dewi menggeleng, merasa lucu juga gemas mendapati Andre yang mau bercanda padanya.
Setelah selesai berpakaian, Andre dan Dewi pun keluar kamar.
Rasa canggung kini mereka rasakan. Mengingat jika mamanya tadi berteriak kencang, kemungkinan entah sudah lebih dari satu kali sang mama membangunkan mereka.
Mereka menuruni tangga, lalu mendekati ruang makan. Gerakan mereka tidak luput dari empat pasang mata yang sedari tadi telah menunggu kehadiran mereka di meja makan.
Tak kalah pula, beberapa pembantu rumah tangga berdiri di ruangan tersebut turut menyambut kedatangan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
yulie
Terharu thor...
2021-03-10
0
Sugiah
hahaaaaa hanya mampu bertahan 3 bulan deh, akhirnya nafsu megalahkan gengsi, smangat thor
2021-03-09
8
Dries
Suami mana suami
2021-01-02
1