Andre masih berkutat dengan ketikan-ketikan skripsinya. Dia bertekad, jika tahun ini harus selesai. Lulus. Kemudian melanjutkan mencari pekerjaan pada bagian sesuai ijazah dan keahliannya.
Membayangkan hal demikian, sebuah senyum terbit di wajah. Menambah ketampanan di wajah ovalnya. Terlebih lagi, saat Andre tersenyum seperti ini, dua cekungan terukir di indah di kedua pipinya.
Lulus kuliah, bekerja, menikah dengan gadis impian. Tiga rencana yang telah tersusun rapi dalam ingatan demi menyempurnakan hidupnya.
Sayangnya, sekelebat bayangan seorang wanita bertubuh tambun dengan pipi yang sangat-sangat tembam kini merusak memory indahnya.
Tiba-tiba, Andre menghentikan jari-jemari yang tengah asyik menari di atas keyboard. Jemari itu berpindah keahlian menarik menjambak rambutnya keras. Sangat keras ... sampai dia rasakan sakit di kepalanya.
"Arrggghhh!" Andre mengerang frustrasi.
Malam semakin larut, kost-nya kini telah sepi. Suara-suara bising yang tadi sempat terdengar, kini telah senyap. Mungkin tinggal dia saja yang masih terjaga sampai larut malam begini.
Andre teringat akan pertemuannya dengan sang kekasih siang tadi. 'Bagaimana caraku meyekinkan Anggita, ya?' Otaknya masih sibuk memikirkan cara meyakinkan kekasihnya. Jika dalam hatinya saat ini hanya ada Anggita seorang, dan tidak akan berubah walaupun sampai harus menikahi Dewi.
Kemudian, sebuah ide muncul di kepala Andre. Dia pun tidak sabar menunggu pagi untuk membicarakan ide cemerlangnya pada Anggita. Dia yakin, Anggita akan kembali luluh padanya.
***
Sebua motor ninja berwarna hitam telah terparkir di halaman kost Melati. Betapa tidak sabarnya lelaki itu menantikan sang pujaan hatinya keluar.
"Ah, akhirnya ..." Senyum semringah menyambut Anggita keluar menuju halaman. Sayangnya, wajah cantik itu masih cemberut dan tampak tidak bersemangat.
Kedua matanya bengkak, hidungnya merah dengan wajah yang tampak kusut. Walaupun telah di poles make-up.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Andre khawatir.
"Gak usah sok nanya, ini semua gara-gara kamu ...." sungut Anggita.
"Iya, maafkan aku. Sayangku ... aku berjanji akan selalu membahagiakan kamu." Andre berucap sungguh-sungguh dengan tangan ke atas, dua jarinya membentuk huruf V. "Suer ... tekewer ... kewer ...."
"Ish, gombal." Anggita mengulum senyum melihat aksi sang pacar.
"Aku serius. Peluk dulu dong." Kedua tangan Andre terulur ke depan, siap menerima pelukan.
"Ogah. Urus aja calon istri kamu." Mengingat itu, mata Anggita kembali dipenuhi kaca-kaca bening yang siap menumpahkan air telaga.
"Makanya itu ... aku semangat datang pagi-pagi begini, ke sini. Kita harus membicarakan masalah ini, segera. Ini darurat ...." Andre naik ke atas motornya. Menoleh ke arah Anggita. "Ayo!"
Anggita naik ke motor, duduk di belakang dan melingkarkan ke dua tangan di pinggang Andre dengan erat.
"Awas kalau kamu ngerjain aku." Anggita menyandarkan kepala di punggung lelaki itu.
"Enggak akan. Mana berani aku berurusan sama cewek idola kampus." Mereka pun tertawa bersama. Kemudian, Andre mengulurkan helm kepada Anggita untuk dipakainya.
Mereka berdua pun kini telah melesat membelah jalanan kota menuju tempat favorit keduanya selama menjalin kasih.
"Aku punya rencana atas pernikahanku nanti." Andre memulai obrolan seriusnya saat mereka telah duduk di bangku panjang area taman. "Jadi, aku hanya menikah dengan Dewi itu selama satu tahun aja. Setelah itu, kami akan bercerai. Lalu aku akan melamar kamu," lanjut Andre antusias.
"Lha, aku nikah sama duda dong. Bekasan ... lagi." Anggita membalas tidak terima.
"Ya enggak lah, duda ting-ting lebih tepatnya."
"Alah, kalau udah nikah apa kamu tahan enggak ngelakuin gituan ama istri kamu yang semok itu?"
"Enggak akan, Sayang. Aku cintanya cuma sama kamu. Aku enggak akan ngapa-ngapain dia. Suer ...."
"Suer ... suer .... Awas aja kalau ngingkari janji."
"Janji. Enggak akan ingkar janji. Percaya sama aku." Andre berkata dengan tatapan serius. Tatapan yang sangat tajam, sehingga menusuk sampai ke hati Anggita.
Ah, siapa yang akan tahan menerima tatapan itu?
Anggita yakin, hati Andre hanya miliknya seorang.
***
Setelah hari lamaran di kantin waktu itu. Tidak membutuhkan waktu lama, keluarga Andre datang melamar Dewi pada orang tuanya.
Betapa terkejutnya Andre saat menyadari, jika Dewi ternyata dari keluarga terpandang dan kaya raya.
Rasa ciut mulai merongrong hatinya. Bagaimana jika rencananya bersama Anggita gagal? Bagaimana dia akan menghadapi keluarga Dewi dikemudian hari?
Saat prosesi lamaran, Andre hanya diam terpaku di tempatnya.
"Nah, Ndre ... Dewi ... kalian boleh istirahat dulu sekalian mengobrol di bangku taman. Dewi, ajak calon suamimu ke taman dulu ya." ujar Pak Bambang. "Sekarang saatnya pembicaraan orang tua mengenai tanggal pernikahan kalian."
Kedua anak muda itu menurut. Andre mengikuti Dewi menuju taman di samping rumah, yang menghadap ke kolam ikan dengan jembatan kecil di atasnya. Pemandangan yang sangat elok menyenangkan mata.
Andre dan Dewi hanya diam, tidak ada perbincangan di antara keduanya sampai beberapa saat lamanya.
"Silakan Non." Seorang pembantu rumah tangga datang membawakan minuman dan camilan untuk mereka.
"Makasih, Bik." Dewi tersenyum ramah.
Saat pembantu itu pergi, meninggalkan mereka. Kebekuan itu kembali terjadi.
Sampai mereka dipanggil untuk masuk ke dalam rumah. Tetap tidak ada pembicaraan apapun.
****
"Hei, gimana, Bro?" tanya Arman. Saat ini tiga bujang mahasiswa yang telah akrab sejak awal bangku perkuliahan itu, sedang berbaring di kasur milik Andre.
Mereka bertiga sepakat tidur di kost-an Andre, demi menghabiskan waktu menunggu habisnya masa lajang sang sahabat.
"Apanya?" jawab Andre malas. Dia yang sedang menyelesaikan ketikan merasa terganggu atas pertanyaan Arman yang terkesan menggoda.
"Ya ... perasaan lu, lah. Masa gua ... yang mau nikah kan elu. Ye gak Bro." Arman dan Bobi ber tos ria seolah ketidaksukaan Andre menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka.
Dua sejoli itu tertawa terbahak kala mendapati wajah Andre yang telah merah padam.
"Seneng lu bedua, seneng banget ...."
"Ya seneng banget, lah." jawab kompak mereka dengan tawa terbahak.
Andre hanya mendengus sebal. Kemudian melanjutkan ketikannya yang sempat tertunda.
"Eh, Ndre. Kabarnya ... kabarnya nih, ya ...." Arman merubah posisi duduk bersila menghadap Andre. Tatapannya serius menghadap Andre.
Andre menghentikan pekerjaannya, demi mendengar apa yang akan diucapkan Arman.
"Si Dewi itu dulunya kurus, langsing dan cantik banget lho, Bro. Beneran dah ... lu bakalan langsung jatuh cinta sama dia kalau pas lihat kurusnya dia."
Andre mengernyit bingung. Meletakkan laptop ke meja. Dia tampak tertarik mendengar berita Arman. Rasanya tidak mungkin, cewek seaneh itu pernah cantik dan ... langsung.
"Seriusan, lu? Dapat berita dari mana? Kapan dia pernah langsing?"
Bobi juga tampak antusias mendengar penuturan Arman. Sepertinya, ini juga berita baru baginya.
Arman mengangguk yakin. Sedetik kemudian, tawanya meledak melihat ekspresi kedua temannya.
"Waktu lahir, kali ... hahahaha." Arman tertawa puas sampai memegangi perutnya yang terasa kram.
"Sialan, Lu."
Andre dan Bobi tidak pernah tahu, jika berita yang dibawa Arman adalah sebuah kebenaran. Karena, lelaki itu mengunci rapat mulutnya atas kebenaran itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Tulip
nah lo andrr makanya jgn lihat org dr tampang doang, blm tentu org yg baju lusuh org tak punya
2022-08-24
1
maura shi
dasar teman2 laknat
2021-12-19
0
NaNa
nanti pasti dewi cantik n lngsing
2021-10-30
0