Andre merasa kesal, dia bingung bagaimana lagi harus menjelaskan kepada Anggita jika dia dan Dewi hanya sebatas hubungan pernikahan saja. Tidak lebih. Bahkan, Andre saja belum pernah menyentuh istrinya.
Andre menarik rambut frustrasi, selama menikah, dia dan Anggita sangat sering bertengkar. Dengan alasan, status pernikahan Andre dan Dewi.
Padahal, sebelum pernikahan itu berlangsung, Anggita telah setuju dengan kesepakatan yang dia buat.
Namun, ternyata ... jalan itu tidak mudah untuk dilalui.
Andre menganggap jika Anggita selalu memicu pertengkaran mereka.
Andre menghela napas kasar, kemudian meninggalkan kost-an Anggita. Pikirannya sudah cukup lelah hari ini.
Bimbingan yang belum mendapatkan ACC, padahal targetnya wisuda di tahun ini. Lalu segera mendapatkan pekerjaan.
Kali ini kepalanya terasa lebih berat dari biasanya, sampai Andre merasa sempoyongan saat berjalan.
Andre menendang ban motornya, saat telah sampai pada kendaraan roda dua kesayangannya tersebut.
Motor itu adalah hadiah dari sang kakak tahun lalu. Ya ... memang sesayang itulah saudaranya tersebut pada dirinya. Hingga, Andre merasa terbebani jika tahun ini dia sampai belum lulus juga.
"Awww!" Andre menjerit kesakitan. Sontak dia memegang kaki yang sakit.
Lalu mengerang kesal. Sekarang, pikirannya hanya memiliki satu tujuan ... yaitu pulang dan berbaring di kamar.
Andre menyesal karena mengikuti keinginan Anggita untuk datang menemuinya, jika ujung dari pertemuan mereka hanyalah sebuah pertengkaran yang bahkan telah dibahas sebelumnya.
Secepat kilat, Andre melajukan motornya. Membelah jalanan, menembus gelapnya malam. Tidak, malam ini tidak gelap, sebab bintang menghiasi langit, sedangkan jalanan diterangi lampu-lampu. Sebenarnya, hatinya yang seakan mulai gelap. Tak tahu ke mana rasa itu akan bermuara menemukan pemiliknya.
Sesampainya di depan pintu, Andre mendengar suara rintihan. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari sumber suara. Nihil. Tidak ada siapapun di sekitarnya.
Kontrakan mereka telah senyap, mungkin semua penghuni telah terbuai mimpi.
Andre membuka pintu, ingin abai pada suara itu. Sayangnya, semakin dia melangkah masuk, rintihannya terdengar jelas.
Andre menyalakan lampu ruangan, betapa terkejutnya Andre kala mendapati Dewi yang tengah menungging.
"Apa yang terjadi?" gumam Andre sembari melangkah mendekati Dewi.
"Dew ...."Andre memanggil lirih. Tangannya terulur menggoyang badan Dewi.
Dewi terkesiap, lantas dia langsung duduk. Wajahnya tampak merah dengan mata yang bengkak.
Sedari tadi Dewi hanya menangis, merasakan sakit di perut dan pinggangnya, juga merasakan sakit di hatinya.
"Lu, kenapa?" Tidak bisa dipungkiri, Andre merasa khawatir melihat keadaan Dewi yang sangat menyedihkan.
Dewi menggeleng. Mengingat video yang dikirimkan Amika tadi, membuat hatinya kembali sakit.
Padahal, saat ini Dewi berharap jika Andre tidak usah pulang saja. Dia sedang tidak ingin melihat Andre.
Dewi sangat kecewa lantaran Andre telah merencanakan pernikahan setahun mereka dengan Anggita.
Harga diri Dewi merasa dilucuti oleh sepasang kekasih tersebut.
Dewi merasa bodoh dan sangat menyesal karena telah menerima lamaran Andre saat itu. Rasa yang telah terpendam lama lah yang membuatnya menerima lamaran lelaki itu.
Sayangnya, Andre hanya menganggapnya sebagai makhluk yang memiliki status sebagai istri dalam buku catatan nikah. Tidak lebih.
Lagipula, mereka bisa menikah karena Andre kalah taruhan. Dewi menyadari hal itu. Tapi tetap saja, perasan bodohnya yang telah menerima Andre masuk dalam kehidupannya lebih dalam.
Sebab, hanya Andre lah yang telah merebut semua hati yang dimiliki Dewi.
"Lu kenapa? Apa yang sakit?" tanya Andre lagi, karena sedari tadi tidak ada jawaban yang diberikan Dewi atas pertanyaannya.
Dewi hanya menunduk dan menangis.
Andre bingung harus melakukan apa. Bahkan dia telah lupa dengan pertengkaran yang baru saja terjadi antara dirinya dan Anggita.
Andre juga melupakan tentang sakit kepalanya.
Rasa khawatir kepada Dewilah yang telah melupakan segalanya.
Andre mendekat, duduk bersila di depan Dewi. Meraba dahi wanita itu, merasakan suhu badan yang mungkin saja berubah.
Tidak, suhu badan Dewi tidak berubah. Normal.
Lantas, Andre memindahkan tangannya ke leher Dewi. Meraba di sana, mendongakkan kepala melihat jauh ke atas, seolah tengah memikirkan bagaimana suhu tubuh Dewi yang lain. Normal.
Tanpa Andre sadari perlakuannya kali ini membuat bulu kuduk Dewi merinding. Tubuhnya yang telah panas dingin karena menahan sakit berubah menjadi menggigil.
"Kamu kedinginan. Ayo, baring!" Andre memberi perintah.
Andre dengan sigap membantu Dewi berbaring, lalu menyelimutinya. Sekejap kemudian, Andre berlari menuju kamarnya mengambil selimut tebal, lalu membawanya keluar untuk menyelimuti tubuh Dewi yang telah meringkuk dalam selimut.
"Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk bilang ke gua. Kitakan tinggal satu atap." Setelah mengatakan itu, Andre pun berdiri meninggalkan Dewi. Masuk ke dalam kamarnya.
Andre merebahkan diri, melipat tangannya untuk dijadikan bantal. Matanya menatap langit-langit kamar.
Tiba-tiba pikirannya teringat akan Dewi yang tengah kesakitan. Lantas, Andre pun keluar kamar menemui Dewi.
"Lu butuh apa, entar gua ambilin? Kalau enggak ada stoknya, entar gua beliin." Andre berkata lembut dan penuh perhatian. Menerbitkan senyum di wajah Dewi.
"Air ... hangat ...." Dewi menjawab lirih setengah berbisik. Andre mendekatkan wajahnya ke Dewi untuk mendengar apa yang dikatakan wanita itu.
Siapa sangka, napas hangatnya malah membuat suasana semakin panas. Wajah Dewi serasa terbakar.
Secepat kilat, Andre berlari menuju dapur. Ternyata air panas dalam thermos telah habis. Maka dia harus memasaknya terlebih dahulu.
Setelah memasak air dan mengisinya dalam thermos, Andre menuangkan ke cangkir. Lalu membawanya pada Dewi. Tidak lupa, dia menambahkan air dingin agar lidah Dewi tidak terbakar saat meminumnya.
"Ini, air hangatnya. Minum dulu."
Dewi menyibak selimut, lantas duduk dengan kaki lurus. Menerima uluran cangkir di tangan Andre, ternyata lelaki itu membantunya minum.
"Gimana, udah mendingan?" tanya Andre masih dengan raut khawatir.
Dewi mendongak, menangkap kekhawatiran yang menyelimuti wajah Andre.
Dewi mengangguk, lalu mengucapkan terima kasih.
"Aku udah enggak apa-apa, kok. Kakak kalau mau tidur, tidur aja " Dewi masih dengan posisi duduk, kepalanya bersandar pada dinding.
"Atau mau pindah kamar aja?"
Dewi menggeleng lemah, lalu tersenyum. "Enggak usah, nanti malah Kakak enggak nyaman."
Andre kaget mendengar jawaban Dewi. Dalam keadaan sakit begini, Dewi masih memikirkan kenyamanannya.
"Ya udah, gua temeni di sini aja kalau gitu." Tanpa berniat berdebat lagi, Andre membaringkan diri di kasur Dewi. Menghadap ke arah wanita itu.
"Ayo, baring!" ajaknya cuek.
"Tapi ...." Dewi ragu jika mereka harus tidur dalam satu tempat seperti ini.
"Udah, enggak apa-apa. Aku enggak bakalan gigit, kok. Lagian lu kamu juga lagi sakit. Emang mau diapain?"
Seketika Andre menjadi kikuk menyadari omongannya yang ngelantur ke mana-mana. Lantas dia pun pura-pura memejamkan mata, untuk menyembunyikan kegugupan sekaligus rasa malunya.
Dewi berbaring miring menghadap Andre. Mereka kini tidur dengan posisi saling berhadapan.
Saat Andre membuka mata, dia kaget ternyata Dewi tengah menatapnya intens. Lantas dia pun mengingat ucapannya tadi.
'Apakah Dewi menginginkan itu?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Sulati Cus
akibat cinta buta ya "Wi"
2022-09-13
0
Nitha Sulistia
Mampir
2021-12-28
0
jubbah_berdarah
ceritanya bohong banget gak ada realitasnya
2021-03-12
0