Rion dan Nisa sengaja pulang larut malam ketika mamahnya sudah terlelap. Mereka tidak ingin mendapat ceramah dari adiknya Mamah Dedeh yaitu Mamah Dina.
Malam berganti pagi, Rion yang baru saja keluar dari kamar sudah dihadang oleh mamahnya.
"Mamah mau bicara." Hanya helaan nafas kasar yang terdengar dari mulut Rion.
Mereka duduk di meja makan. Baru saja mamahnya hendak bersuara, sudah dicekal oleh Rion.
"Cukup Mah. Aa capek dijodoh-jodohkan terus. Aa juga punya privasi yang tidak harus selalu Mamah campuri." Suara Rion tampak emosi.
"Aa bukan hanya mencari istri, tapi juga mencari ibu sambung untuk Echa. Yang mau sama Aa banyak, tapi yang mau nerima anak Aa belum tentu ada." Bu Dina yang hendak marah pun akhirnya hanya menutup rapat mulutnya. Ucapan dari putra sulungnya sangat menohok hatinya.
"Biarkan Aa seperti ini dulu. Kebahagiaan putri Aa lebih penting." Rion pun bangkit dari duduknya. Melangkahkan kakinya keluar.
"Mamah begini karena Mamah sayang sama Aa. Mamah gak mau melihat putra kesayangan Mamah terus-terusan terpuruk." Suara lirih Mamahnya membuat langkah Rion terhenti. Hatinya sakit, ketika melihat wanita yang telah melahirkannya menangis dihadapannya. Akan tetapi, dia juga punya ruang pribadi yang tidak boleh dicampuri oleh siapa pun termasuk Mamahnya.
"Jika Mamah sayang sama Aa, Mamah gak akan seperti ini. Menjerumuskan Aa ke dalam lubang yang sama."
"Aa bisa saja dengan mudah menerima perjodohan dari Mamah. Apakah rumah tangga yang dibangun tanpa dasar cinta dan kasih sayang akan bahagia? Bukankah nantinya Aa akan menyakiti istri yang tidak Aa cintai," lanjutnya.
"Mamah hanya ingin melihat Aa bahagia seperti si Teteh. Apa Mamah salah?" tanya Bu Dina sambil terisak.
"Mamah tidak salah, hanya saja tindakan Mamah tidak dibenarkan. Yanda bahagia karena Gio benar-benar mencintainya dengan tulus. Pertanyaan Aa, apakah wanita yang akan dijodohkan dengan Aa wanita yang tulus? Tidak hanya mencintai aa dan harta Aa saja, tapi juga mencintai Echa. Apakah Mamah bisa menjamin itu?" ucap Rion panjang lebar.
Bu Dina pun membisu. Dirinya belum bisa memastikan apakah anak temannya itu tulus mencintai Rion atau hanya mengincar harta anaknya.
"Aa, tolong turuti permintaan Mamah yang satu ini. Amanda wanita baik, pasti dia akan menyayangi Echa," pinta Bu Dina seraya memohon.
"Jika Echa tidak menyukainya, apakah Mamah akan memaksa Echa juga untuk menuruti semua kemauan Mamah?" Lagi-lagi Bu Dina terdiam. Dia tidak bisa menjawab ataupun menyanggah pertanyaan Rion.
"Jika Mamah masih memaksakan kehendak Mamah, lebih baik Aa pergi dari rumah ini." Hati Bu Dina bak disambar petir di siang bolong.
Nisa berlari ke arah Rion dan langsung memeluk tubuh kakaknya. Sedari tadi dia mendengarkan perdebatan antara Mamahnya dan kakaknya. Baru kali ini dia melihat kakaknya semurka ini.
"Jangan pergi, jangan tinggalin Nisa," pintanya pada Rion.
"Aa tidak akan pergi jika Mamah menghentikan perjodohan yang mustahil ini," ucapnya seraya menghapus air mata adiknya.
Di kantor, Sheza sudah duduk manis di mejanya. Dia tau, Bossnya pasti belum datang karena suasana ruangan masih hangat. Jika Bossnya sudah datang ruangan akan dingin mencekam seperti sedang diadakan uji nyali.
Sheza melihat jam di pergelangan tangannya. Dia tersenyum lebar karena waktu untuk mulai pekerjaannya masih tersisa dua puluh menit. Sheza memasangkan headset pada lubang di ponselnya. Dia pun mulai berdendang sambil memutar-mutar kursi.
Hingga satu lagu yang menjadi soundtrack hidupnya mulai diputar secara otomatis.
"Miris kalo dengerin lagu ini. Berasa lembek banget hati gua kayak tape," gumamnya.
Dengan nada oktaf tertinggi Sheza pun bernyanyi.
Ku menangis ... membayangkan
Betapa kejamnya dirimu atas diriku
Kau duakan cinta ini
Kau pergi bersamanya...
Sepasang mata menatap tajam ke arah Sheza yang masih asyik dengan tingkah absurd-nya. Rion hanya menggelengkan kepala.
"Buatkan saya kopi," titahnya. Mulut Sheza masih komat-kamit mengikuti lirik lagu. Perintah Rion tidak ditanggapi. Dengan emosi, Rion menggebrak meja hingga yang sedang berdendang pun terlonjak kaget. Mata Sheza melebar ketika melihat boss judesnya sudah berada dihadapannya dengan tatapan sungguh tidak bersahabat.
"Bu-at-kan sa-ya ko-pi," ucapnya penuh dengan penekanan. Sheza hanya menganggukkan kepalanya, melihat wajah Bossnya yang sudah memerah membuat Sheza langsung berlari ke pantry.
"Astaghfirullah ... apa salah dan dosa gua?" geramnya. Rion menjenggut rambutnya sendiri karena emosinya sudah naik ke ubun-ubun.
Di pantry, Sheza sedang mengatur nafasnya. "capek banget dah, berasa kayak dikejar-kejar warga karena nyolong daleman," gerutunya.
Setelah nafasnya mulai teratur, Sheza langsung membuatkan kopi untuk Boss judesnya. "gua berasa kerja di kandang macan ini. Heningnya hanya sesaat, selebihnya menegangkan." Sheza terus saja mengumpat Bossnya itu. Sedangkan di pintu menuju pantry ada pria yang sedang cekikikan mendengar sumpah serapah yang diucapkan Sheza untuk Rion.
"Gimana kerja di sini? Enak, kan," tanya Arya tiba-tiba. Hampir saja kopi yang hendak ditaruh ke nampan tumpah.
"Kenapa ngagetin sih, Pak? Kalo jantung saya copot gimana?"
"Ya tinggal diambil terus pasang lagi, gitu aja kok repot," jawab santai Arya.
"Et dah, dia kira jantung saya kaya baterai remote apa?"
"Belum lima menit," sahutnya.
Astaghfirullah, kenapa gua bisa ditempatkan kerja di sini coba? Penghuninya makhluk astral semua, gerutunya dalam hati sambil membawa kopi ke ruangan Bossnya.
"Eh bentar, tadi si Ceca bawa kopi item kan." Monolognya. Senyum bahagia mengembang dari bibir Arya. Dia mengurungkan niatnya untuk membuat kopi, malah melangkahkan kaki menuju ruangan Rion.
Sheza masuk ke ruangan Rion, menaruh kopi di atas mejanya. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Rion. Untuk mengucapkan terimakasih pun tidak. Sheza semakin kesal, dan melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan Rion. Ketika Sheza hendak membuka pintu, pekikan dari Bossnya sangat jelas terdengar.
Langkah Sheza terhenti, dengan rasa takut dia pun membalikkan badannya. Wajah Rion sudah seperti macan yang hendak menerkam mangsanya.
"Kamu mau meracuni saya?" bentaknya. Sheza sangat terkejut dengan ucapan Bossnya ini. Sheza hanya menghela nafas kasar.
Ya kali gua masukin sianida ke ntu kopi, gerutunya dalam hati.
"Maaf Pak, saya tidak tau jika Bapak tidak bisa meminum kopi hitam," ucapnya sopan. Padahal hatinya sudah gondok pangkat tiga.
"Makanya kalo apa-apa itu tanya dulu. Gak guna banget kamu jadi asisten saya." Emosi Rion pun membuncah.
"Pak, itu tuh tinggal diganti aja kopinya. Gak usah pake emosi berapa sih? Udah kaya anak perawan yang lagi PMS aja," sahut Sheza.
Baru kali ini ada asistennya yang berani menimpali omongan Rion. Sheza pun berjalan ke arah meja Rion dan mengambil kopi yang baru saja dia letakkan.
"Akan saya ganti kopinya Pak, dengan kopi luwak. Sekalian saya bawa sama luwak-luwaknya biar Bapak puas," sungutnya. Sheza pun meninggalkan Rion yang berwajah sangat teramat kesal.
Dibalik pintu luar Arya tertawa sangat puas. Apalagi mendengar sahabatnya itu dimaki asistennya sendiri.
"Sekalian aja tadi kopinya gua kasih racun tikus. Biar diem selamanya," gerutunya.
"Buahahahaha ...."
Tertawa Arya mengagetkan Sheza. "kenapa Pak Arya gak bilang kalo Pak Boss gak bisa minum kopi item?" tanyanya dengan wajah penuh emosi.
"Sengaja, biar kamu ngerasain super duper pedesnya mulut Bang Duda," jawab Arya dan berlalu meninggalkan Sheza dengan wajah memerah menahan amarah.
"Lama-lama gua bisa gila ini!" pekiknya.
*****
Semoga terhibur ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 431 Episodes
Comments
guntur 1609
kkwkwkw arya jodohn ja sm sita. kalau pnya anak jadi gresek bin somplak
2023-08-30
0
♕FiiStory_
saya mampir Thor, salam kenal dari my Dream High dan Mencintai Tuan kulkas 😊 mampir juga ya Thor di karyaku 😊
Aku udah kasih like dan di tambah sebagai favorit😊
2021-07-29
2
Lusia Tania
Halo Bang Duda 😀😀😀😀😀😀
2021-07-22
0