Pagi hari, Echa mampu menutupi rasa sedihnya. Senyuman khasnya mewarnai pagi ini. Echa pun menyapa onty dan neneknya yang sudah berada di meja makan. Hanya Nisa yang menjawab, namun Bu Dina hanya memasang wajah kesal. Dengan santai Echa tak menghiraukan neneknya, dia tau neneknya masih marah karena kejadian semalam. Baru saja Echa hendak melahap sarapannya, suara neneknya terdengar jelas di telinganya.
"Kamu tuh kalo ada orang yang bertamu harus sopan. Tidak diajarkan sopan santun kah sama Mamahmu?" Mendengar nama mamahnya disebut, tangannya yang hendak menyuapkan makanan terhenti saat itu juga. Hingga suara dentingan pukulan sendok di atas piring terdengar.
"Jangan pernah bawa-bawa Mamah. Jika Nenek tidak suka dengan Echa cukup Echa aja yang Nenek benci." Baru kali ini Echa membalas ucapan Neneknya. Hatinya sakit jika ada yang menjelekkan nama Mamahnya. Wanita yang sangat dia sayangi dan rela mengorbankan harta dan nyawanya untuk Echa.
"Kamu tuh sama Mamahmu sama aja. Tidak tahu terimakasih," sungutnya.
"Cukup, Mah," bentak Nisa yang sudah melihat Echa menitikan air matanya.
Rion yang mendengar keributan di meja makan langsung berlari, dilihatnya putrinya sudah berurai air mata. Dan wajah Mamahnya penuh dengan emosi. Rion pun memeluk tubuh Echa mencoba untuk menenangkannya. Hanya tatapan tajam dari Rion kepada Mamahnya. Tatapan yang penuh amarah.
"Kita pergi dari sini," ucapnya.
Echa dan Rion pun meninggalkan rumah, diiringi air mata Nisa yang sudah tak tertahan melihat kakak dan keponakannya pergi. "sekarang Mamah puas?" teriak Nisa.
Bu Dina hanya terdiam, tidak ada jawaban dari mulutnya. "itu cucu Mamah tapi dengan teganya Mamah maki seperti itu. Mamah keterlaluan, hanya karena ingin menjodohkan Aa Mamah sampe begini?" Nisa pun meninggalkan Mamahnya yang masih membeku. Kecewa sangat terlihat jelas di wajah Nisa.
Selama diperjalanan, Echa hanya diam dengan wajah sangat sendu. Rion sangat tau jika putrinya sedang tidak baik-baik saja. Rion pun membekali Echa dengan makanan dari restoran cepat saji yang tadi mereka singgahi.
"Pulang sekolah Ayah jemput. Untuk beberapa hari ke depan kita tinggal di hotel dulu." Echa hanya menganggukkan kepalanya.
Dengan langkah gontai Echa menuju kelasnya. Matanya sangat terlihat sendu dan sembab. Mima dan Sasa yang sedari tadi memperhatikan sahabatnya hanya saling senggol siku tangan, mereka enggan untuk menanyakan. Biarlah Echa sendiri yang menceritakan semuanya.
Di kantor, Rion mencari tau semuanya kepada Nisa. Wajah Rion nampak memerah menahan emosi. Dia tidak habis pikir, kenapa mamahnya sekarang bisa sangat berubah seperti ini. Selalu memaksakan kehendaknya, hingga Echa menangis seperti itu.
Wajah khawatir Rion sangat terlihat jelas. Dirinya takut jika terjadi apa-apa dengan Echa. Jam seolah lambat sekali berputar. Dia sama sekali tidak fokus dengan pekerjaannya.
Bel istirahat pun berbunyi, Echa masih betah di bangkunya. Dengan hati-hati, Sasa menyentuh pundak Echa. Echa melihat ke arah Sasa dan Mima, air matanya pun tak tertahan.
Mima dan Sasa membiarkan Echa menumpahkan semuanya dalam tangisan. Mereka tahu, Echa bukanlah tipe anak yang mudah untuk mengungkapkan semuanya.
Ayanda baru saja tiba di kantor Rion. Dia ingin memberikan kejutan kepada putrinya. Baru saja ia ingin membuka pintu ruangan Rion, suara seorang wanita menghentikannya.
"Ibu siapa ya? Jika ada perlu yang sopan dong. Jangan main masuk-masuk aja," cerocos Sheza.
"Maaf Mbak, saya mau ketemu Pak Boss."
"Pak Boss sedang keluar, biasanya jam segini jemput anaknya. Silahkan Ibu duduk di sofa itu," ujar Sheza yang menunjuk ke arah sofa tamu. Ayanda hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
Asisten baru kayaknya, batinnya.
Ayanda mengikuti perintah Sheza, dia mengeluarkan benda pipih miliknya untuk mengusir rasa bosan. Di meja asisten, Sheza bertanya-tanya siapa wanita yang berada di depannya ini? Wajahnya cantik dan bahasanya juga lembut. Sheza mampu melihat jika wanita di depannya ini bukan wanita biasa. Sheza memperhatikan penampilan Ayanda dari atas sampai bawah. Dia membelalakkan mata ketika melihat sendal yang digunakan Ayanda adalah merk brand dunia yaitu G*cci yang dibrandol 320 dollar. Tas yang dibawa Ayanda pun dengan merk yang sama yang membuat Sheza pusing menghitung total barang yang dipakai wanita di depannya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Suara langkah kaki pun terdengar, Echa menajamkan matanya kepada sosok yang duduk di sofa. Seseorang yang sangat dia rindukan.
"Mamah," teriak Echa. Sontak Sheza melebarkan matanya.
"Mampoes gua," gumamnya.
Rion menghampiri Echa yang sedang memeluk tubuh mamahnya. "kenapa kamu di sini? Kenapa gak langsung masuk?" tanya Rion bertubi-tubi. Ayanda hanya tersenyum. "asistenmu yang menyuruhku menunggu di sini. Katanya jika ada perlu harus sopan," jelasnya.
Rion memelototkan matanya ke arah Sheza, namun Sheza tak berani untuk melihat ke arah Bossnya. "ya udah Mas, kita masuk," pintanya seraya menarik tangan Rion.
Setelah mereka masuk ke ruangan Rion, Sheza mendudukkan tubuhnya lemas. "selamat."
"Mamah? Apakah itu mantan istri Pak Boss?" gumam Sheza.
Di dalam ruangan, Echa terus saja mengeratkan pelukannya kepada Ayanda. Dia merasa ada yang aneh dari putrinya ini. Akan tetapi, belum saatnya dia menanyakan pada Echa. Ayanda membiarkan Echa seperti ini dulu.
"Kamu sendiri?" tanya Rion.
"Tadi sama Daddy-nya baby twin, tapi dia ke kantor dulu ada berkas yang harus ditandatangani."
"Mah, aku tidur bareng Mamah ya malam ini," ucap Echa yang masih memeluk tubuh Ayanda.
Hanya seulas senyum dan anggukan kepala yang Ayanda berikan, seraya mengusap rambut putrinya. Hati Rion teramat sakit melihat putrinya seperti itu, menutupi kesedihannya sendiri. Rion enggan menceritakan semuanya kepada Ayanda. Dia takut jika nanti akan berimbas pada kandungannya.
Sheza yang baru saja meregangkan ototnya karena terlalu lama duduk, tiba-tiba dirinya terperangah dan matanya enggan untuk berkedip. Pria tampan dengan kacamata hitam dan mengenakan kemeja yang digulung sesiku membuatnya meneteskan air liur. Pria itu menundukkan kepalanya dengan sopan pada Sheza sebelum masuk ke ruangan Bossnya.
"Ya Allah, banyak pria tampan di sini," gumamnya seraya memegang dadanya.
Gio yang baru saja masuk ke ruangan, menatap heran kepada istrinya. Baru kali ini dia melihat putrinya selengket ini terhadap Mamahnya. Gio menatap ke arah Rion, dilihatnya Rion hanya menghela nafas.
"Udah dong kangen-kangenannya sama Mamah. Emang gak kangen sama Papa?" tukas Gio. Echa pun melepaskan pelukannya, bangun dari duduknya dan berlari memeluk Papanya. "Echa rindu." Gio pun mengecup kening putrinya.
"Papa juga rindu sama Echa," balasnya.
Rion dan Ayanda menatap mereka dengan seulas senyum kebahagiaan. Anak tiri dengan Papa sambung bisa sangat dekat itu adalah hal yang sangat langka. Gio yang mengenal Echa sejak Echa masih kecil sudah menganggap Echa seperti putrinya sendiri. Begitu juga Echa, sebelum bertemu dengan ayahnya Echa memanggil Gio dengan sebutan Papa.
Mereka saling menyayangi satu sama lain. Tidak ada kecanggungan dan batasan diantara mereka. Layaknya seorang anak dan juga ayahnya. Tidak akan ada yang menyangka jika Echa hanya anak tiri dari Gio dan Gio hanya Papa sambung Echa tatkala semua orang melihat kedekatan mereka berdua.
*****
Semoga terhibur,
Jangan lupa like, komen dan votenya ya ...
Bantu rate bintang 5 ya readersku, karena rate ku turun🤧
Makasih semua
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 431 Episodes
Comments
Leni Fairus II
mantap. bantu dukung karya saya juga Bidadari Surga Yang Dirindukan
2021-07-02
0
Ayi
aku baca dari awal smpe sini aku nagis gimana rasa aku d posisi Echa apa aku kuat 😭😭
2021-06-12
1
𝕤𝕒𝕟𝕠
aku aja thor ceweknya.. dari ketiga kadidat.. aku yang pantas... karena bingung siapa yg nanti bakalan mendampingi rion. jadi aku aja mengajukan diri.
2021-05-25
1