.
18
.
"Auzora! Keluarlah sebentar. Aku ingin berbicara denganmu." tetiak Vivi. saat ini Vivi sudah kembali ke medan perang yang merupakan tempat pertama kalinya dia muncul di sana
"Auzora, aku tidak memintamu untuk membawaku kembali. Aku hanya ingin meminta sesuatu darimu.." teriak Vivi lagi.
Namun sekeras apapun Vivi berteriak, Auzora tidak juga datang untuk menemuinya
"Auzora... Aku hanya butuh teman untuk mengobrol. Aku sangat membutuhkannya. Aku tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Aku adalah nona dari keluarga terpandang. Aku tidak pernah sekalipun di perlakukan seperti ini. Walaupun aku adalah nona besar, aku juga tidak pernah memperlakukan orang yang berada jauh di bawah levelku dengan buruk. Aku selalu menghormati orang yang memang lebih tua dariku. Tapi kali ini mereka sangat kelewatan. Aku tidak bisa menahannya." Vivi duduk di bawah pohon besar, sembari menekuk lututnya.
Air matanya mulai terlihat mengalir membasahi pipinya.
"Aku minta maaf. Aku tidak bisa, untuk tidak menangis seperti ini." ucapnya lagi.
"Jujur saja, aku sangat menyesal datang ke tempat ini. Sebenarnya aku lebih memilih untuk mati saja saat kamu mengatakan semuanya, di malam yang membuat aku menjadi seperti sekarang ini. Tapi semuanya sudah terlambat. Jujur saja, aku ingin pulang. Karena aku tidak ingin menjadi kupu-kupu." ucapnya lagi.
Vivi terus menangis, dia hanya ingin melepaskan semua rasa sesak di dalam hatinya. Agar dia bisa merasa lebih baik setelah itu.
"Aku akan di sini sementara. Sampai aku merasa jauh lebih baik untuk kembali lagi masuk ke dalam istana buruk itu!" ucap Vivi lagi.
Kini dia beranjak dari tempat duduknya, dia memejamkan matanya untuk meminta sebuah tenda kemah untuknya bermalam malam nanti.
Vivi mulai memasang tenda kemah yang sudah tersedia di hadapannya. Tidak butuh waktu lama, Vivi sudah menyelesaikan semuanya. Dia juga menyebarkan garam di sekitar tenda-nya untuk menghindari sesuatu yang buruk yang mungkin akan menimpa keselamatan dirinya.
Vivi masuk ke dalamnya dan mulai membaringkan tubuhnya.
"Sangat nyaman. Aku merasa jauh lebih baik." ucapnya.
Vivi mulai memejamkan matanya untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Saat ini dia benar-benar membutuhkan itu semuanya.
Entah sudah berapa lama Vivi terpejam, dia merasa sangat lapar. Vivi membuka pintu tenda, dia melihat jika langit di sana sudah mulai terlihat gelap.
"Sebaiknya aku membuat api unggun." ucapnya
"Aku harap tidak ada hantu atau hewan buas." ucapnya lagi seraya mulai membuat api unggun dengan kayu bakar yang dia keluarkan dari pikirannya.
Setelah selesai, Vivi mengeluarkan beberapa makanan untuk makan malamnya.
"Ini cukup untukku sendiri." ucapnya saat melihat mie goreng spesial sudah tersaji di hadapannya.
Vivi berniat untuk kembali menutup pintu tenda-nya, dan makan di dalamnya. namun dia melihat secercah cahaya dari arah depannya yang jelas terlihat dari posisinya saat ini.
"Ada orang yang lewat sini? atau sengaja kemari? Apa mereka perampok gunung? atau..." pikiran Vivi di penuhi oleh pertanyaan yang dia tidak tahu jawabannya.
Namun Vivi memberanikan dirinya untuk tetap berdiri di sana dan melihat siapa sebenarnya orang yang datang kesana atau lewat tempat itu.
"Tunggu! Dia seorang wanita?" tanya Vivi lagi seraya terus melihat ke arah cahaya yang di bawa oleh seseorang yang terlihat jelas, jika dia adalah seorang wanita.
Di daerah itu, mereka hanya menggunakan penerangan obor sebagai penerangan utama. Itu membuat Vivi harus melihat dengan begitu kesulitan, hanya untuk memastikan jika dia wanita atau laki-laki.
"Permisi... Boleh aku ikut duduk di sini?" tanya gadis itu.
"Tentu, kamu cukup menjawab pertanyaan dariku." jawab Vivi.
"Tanyakan saja. Aku akan menjawabnya." jawab gadis itu.
"Kamu seorang diri?" tanya Vivi.
"Sepertinya sama denganmu. Hanya saja aku manusia biasa yang harus terdampar di sini karena kesalahan yang tidak sengaja aku lakukan." jawab gadis itu.
"Aku tidak mengerti." ucap Vivi.
"Memang, aku melakukan kesalahan dan harus membayar hukumannya di sini. sesuatu yang tidak seharusnya aku lakukan, sampai-sampai aku terdampar di sini seorang diri." jawabnya.
"Lalu, kenapa kamu mengatakan jika kamu manusia biasa?" tanya Vivi yang masih tidak mengerti ucapannya.
"Sayapmu." gadis itu menunjuk pada sayap Vivi yang memang terlihat sangat indah dan jauh lebih indah di malam hari.
"Astaga! Kenapa ini keluar sendiri!" gerutu Vivi sembari kembali menyembunyikan sayapnya. Namun itu tidak berhasil.
'apa yang terjadi?' tanya Vivi yang mulai khawatir.
Vivi melihat ke arah langit malam yang begitu terang karena cahaya bulan purnama yang menyinarinya
'bulan purnama? jadi ini tidak akan pernah hilang, jika bulan masih terlihat begitu jelas?' tanya Vivi lagi dalam hatinya.
"Jadi, memang ada kupu-kupu raksasa seperti yang ada di legenda. Aku sangat beruntung saat ini. Mungkin hukuman yang aku dapatkan adalah jalan agar aku bisa bertemu dengan Dewi kupu-kupu yang konon bisa mengabulkan semua keinginan." ujar gadi itu.
Usianya mungkin sama dengan usia Vivi, hanya saja gadis itu memang terlihat kotor karena mungkin berhari-hari berkelana tanpa sempat membersihkan dirinya.
"Aku memang Dewi kupu-kupu. Tapi aku tidak mengabulkan keinginan siapapun!" jawab Vivi.
"Kenapa? Apa kamu benar-benar Dewi kupu-kupu? seorang Dewi tidak mungkin berbicara seperti itu bukan?" tanya gadis itu.
"Saat ini adalah bulan purnama. Aku tidak mengabulkan permohonan apapun saat ini." jawab Vivi.
"Kenapa? Apa kekuatan Dewi kupu-kupu menghilang saat bulan purnama?" lagi-lagi gadis yang tidak dia ketahui namanya bertanya begitu banyak padanya.
"Kamu salah. Justru karena bulan purnama ini kekuatanku meningkat dengan sangat drastis." jawab Vivi.
Dia memang merasakan jika kekuatannya bertambah, dia juga merasa jika dirinya kini jauh lebih kuat.
"Kamu bisa terbang?"
Vivi tertawa geli mendengar bagaimana gadis itu masih saja terus bertanya dan terdengar meremehkannya.
"Mau lihat?" tanya Vivi
Sebelum gadis itu menjawabnya, Vivi sudah berada di langit malam dengan sayapnya yang berkelipan memerangi malam yang sudah sempurna dengan cahaya bulan purnama.
Vivi mendarat sempurna tepat di depan gadis itu.
"Aku hanya meminta satu permintaan. Bisakah Dewi kupu-kupu mengabulkannya?" tanya gadis itu yang terlihat begitu memelas.
"Siapa namamu?"
"Lunar" jawab gadis itu.
"Lunar?" tanya Vivi mengulangi apa yang Lunar katakan.
"Benar. Aku mohon pada Dewi kupu-kupu, agar mau menolongku." Lunar berlutut di hadapan Vivi.
Hal itu membuat Vivi begitu terkejut.
"Lunar! Berdirilah!" perintah Vivi.
"Aku sedang bersiap untuk makan. Permintaan apapun keinginan mu nantinya, kita bisa membicarakannya nanti." ucap Vivi.
Mendengar itu Lunar menurut pada ucapan Vivi. Dia berdiri dan membiarkan Vivi yang memang tadi sudah bersiap dengan makan malamnya.
"Apa kamu sudah makan?" tanya Vivi.
Lunar menggelengkan kepalanya, dia memang belum makan apapun sejak dia di hukum beberapa hari yang lalu. Dia hanya minum dari air sungai ataupun mata air yang lainnya, dia juga hanya memakan buah-buahan yang dia temui selama perjalanannya. Dan itupun tidak banyak.
"Ambilah dan makanlah." ucap Vivi sembari memberikan satu kotak paket ayam bakar dan nasi pada Lunar.
"Kamu suka pedas kan?" tanya Vivi sebelum Lunar menerimanya.
"Saya memang suka makanan pedas. Dewi kupu-kupu memang yang terbaik." jawab Lunar saat melihat makanan yang ada di tangannya saat ini, walaupun yang sebenarnya adalah Vivi hanya mengarangnya saja, dan ternyata kebetulan memang benar jika Lunar menyukai makanan pedas.
"Ini pasti akan sangat kamu sukai juga." Vivi kembali memberikan minuman jeruk hangat pada Lunar.
"Terimakasih Dewi kupu-kupu." ucap Lunar dengan mulut penuh dengan makanan. Dia benar-benar kelaparan, bahkan satu nasi ayam paket sudah hampir habis.
"Ini lagi. Kamu terlihat sangat kelaparan." ucap Vivi sembari memberikan kotak yang lainnya lagi pada Lunar.
"Terimakasih Dewi kupu-kupu." ucap Lunar dengan begitu senang.
Vivi tersenyum melihat bagaimana Lunar makan dengan lahapnya, dia juga segera memakan mie goreng spesial yang sejak tadi menunggunya untuk di makan.
Setelah selesai makan malam, Vivi dan Lunar duduk di dekat api unggun.
Kini sayap Vivi sudah bisa menghilang, karena cahaya bulan purnama tertutupi oleh awan.
"Sayapmu bisa hilang?" tanya Lunar.
"Tentu. Selama ini, aku berbaur dengan manusia lainnya." jawab Vivi.
"Benarkah?" tanya Lunar yang begitu antusias untuk mengetahui semuanya dari Vivi.
"Aku tidak akan menjawabmu lagi! Aku sudah cukup memberikan kamu makanan. Sekarang pergilah. Aku akan beristirahat." jawab Vivi seraya mengibaskan tangannya agar Lunar segera pergi dari hadapannya.
"Bolehkah aku pergi besok pagi? Sangat gelap, tapi di sini sangat terang. Aku akan tidur di luar. Aku tidak akan menggangu istirahat mu dewi kupu-kupu." Vivi menghela nafasnya, dia tidak mengerti kenapa dia harus terus terlibat dalam hal yang sama sekali tidak ingin dia temui.
"Terimakasih banyak Dewi kupu-kupu.. Karena kebaikanmu, aku akan mengabdikan diri ku padamu sebagai pelayanmu seumur hidupku. Ini janjiku." Vivi terkejut saat Lunar tiba-tiba saja menyayat telapak tangannya, hingga darahnya keluar dari sana
"Apa yang kamu lakukan!" teriak Vivi yang begitu terkejut.
"Ini adalah perjanjian darah. Selama hidupku, aku adalah pelayan setiamu." jaab Lunar.
"Omong kosong macam apa ini? Kamu tidak perlu menjadi pelayan siapapun. Aku tidak membutuhkan itu." jawab Vivi.
"Tapi aku kini adalah pelayanmu, dan itu tidak bisa di ubah, bahkan jika aku mati." ujar Luna
"Apa?! Ada hal semacam itu rupanya!" Vivi merasa jika tempat itu semakin aneh saja.
"Jika kamu keras kepala dan memaksa, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Lakuka saja apa yang kamu inginkan. Aku tidak peduli. Yang jelas, jangan pernah memanggilku dengan sebutan Dewi kupu-kupu. Panggil aku Vivi seperti orang lain mengenaliku. Mengerti?" jelas Vivi.
Lunar menganggukkan kepalanya, "iya, aku mengerti Vivi." jawab Lunar dengan cepat. Dia begitu cepat belajar untuk memanggilnya.
"Aku yakin kamu adalah gadis yang pintar. Tapi sayangnya kamu harus terombang ambing seperti ini seperti seorang yang begitu rendah." Vivi menatap mata Lunar yang jelas memiliki kemarahan pada sesuatu.
"Benar... Aku memang sangat pintar, tapi aku justru harus menjadi seperti sekarang ini karena kepintaran ku." jawab Lunar yang jelas terlihat penuh dendam.
"Apapun itu, kamu harus bisa mengembalikkannya seperti semula. Jika tidak, kamu akan rugi karena mungkin orang lain akan mengambil sesuatu yang seharusnya menjadi milikmu." Vivi kini melihat kemarahan yang begitu besar di mata Lunar. Dia tahu jika Lunar pasti sudah mendapatkan ketidakadilan, yang membuatnya sampai-sampai harus menjadikan seperti sekarang ini.
"Bisakah aku mendapatkannya kembali?" tanya Vivi.
"Tentu, jika kamu yakin dan tetap semangat. Kamu juga harus selalu berfikir positif, jika kamu bisa mendapatkan apa yang memang seharusnya menjadi milikmu." Jawab Vivi.
"Apa Vivi juga akan membantuku?" tanya Lunar.
"Tentu, jika kamu mengizinkannya." jawab Vivi.
"Aku sangat mengizinkannya. Aku pasti akan mengizinkannya." jawab Lunar dengan begitu bersemangat.
"Kalau begitu aku akan tidur sekarang. Kamu terserah mau tidur di mana." ucap Vivi sembari masuk ke dalam tenda-nya.
"Aku juga mau tidur di dalam benda itu." Lunar menunjuk pada tenda berwarna orange milik Vivi.
"Kita sama-sama perempuan. Boleh ya?" tambahnya.
Vivi hanya bisa menghela nafasnya, setelah itu membiarkan Lunar masuk ke dalam tenda kemah miliknya dan mereka tidur bersama.
'mungkin dia teman wanita pertama ku di sini yang akan menjadi teman ngobrol ku' ucap Vivi dalam hatinya.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments