Pribadi Yang Tak Dirindukan

"Wait!" Sedetik sebelum pintu benar-benar menutup, seorang pria tiba-tiba mengacungkan sebelah tangannya. "Satu pertanyaan saja, dan ini akan mempengaruhi keputusan saya." Katanya kepada Athena.

Seisi ruangan otomatis menoleh padanya.

Ryan Gunawan dan Senja Terakhir menahan pintu setengah menutup. Menunggu.

Athena menatap pria itu seraya bersedekap.

"Apakah aku tidak terlalu tua berada di sini?" Pria itu bertanya malu-malu. Ia mengedar pandang ke kiri dan ke kanan mengamati semua orang di bangku peserta yang rata-rata usianya sekitar dua puluhan.

"Berapa usia Anda?" Athena bertanya.

"Tiga puluh satu tahun," jawab pria itu.

Beberapa pria di belakangnya menyoraki pria itu setengah menghujat.

Pria itu menoleh ke belakang dan mendapati empat orang pria seusianya tengah memelototinya. Dan ia langsung menyesal. Ups!

"Sok tua lu!" Salah satu dari pria itu mencemooh.

Athena tersenyum tipis, "Anda bukan satu-satunya orang paling tua di dalam ruangan ini, dan Anda bukan salah satu dari yang tertua."

Pria itu mengalihkan perhatiannya kembali ke arah Athena.

Athena menunjuk seseorang yang duduk di bangku paling belakang di sudut ruangan.

Semua mata dalam ruangan mengikuti arah pandangnya.

Seorang pria yang sudah beruban, berusia sekitar lima puluhan mengembangkan senyum kepada mereka seraya mengacungkan ibu jarinya dengan sikap tenang.

Seisi ruangan sontak bertepuk tangan menyemangati pria tua itu.

"Meski jika Anda paling tua dibanding yang lainnya belum tentu Anda mati lebih dulu," tandas Athena terus terang.

Membuat seisi ruangan mengerang, kemudian tertawa menanggapinya.

Pria tadi akhirnya tersenyum seraya mengangkat bahu.

Athena menoleh ke arah Ryan Gunawan dan Senja Terakhir di belakangnya.

Kedua Paravisi itu bertukar pandang, sebelum akhirnya mendorong pintu besi itu bersamaan.

Tapi Athena mengangkat sebelah tangannya mengisyaratkan mereka untuk menahan pintu itu beberapa saat.

Membuat kedua Paravisi itu melengak kebingungan.

Tak lama suara langkah kaki mendekati pintu dari luar ruangan, disusul derap langkah kaki yang lain di belakangnya. Seorang gadis kurus berwajah sendu muncul dari pintu. Menyusul kemudian Evan Jeremiah, Elijah dan Jonathan Van Allent.

Athena mengembangkan senyum tipisnya kemudian menganggukkan kepalanya ke arah Ryan Gunawan dan Senja Terakhir. Mengisyaratkan pintu itu sudah boleh ditutup sekarang.

Pintu besi itu pun resmi ditutup. Ryan Gunawan, Senja Terakhir dan Evan Jeremiah kembali ke dalam barisan Paravisi. Sementara Elijah dan Jonathan Van Allent kembali ke bangku peserta. Gadis kurus berwajah sendu mengikuti di belakangnya.

Semua mata dalam ruangan berpusat pada gadis kurus itu sekarang. Gadis itu adalah orang pertama yang memutuskan untuk keluar. Setiap orang masih ingat gadis itu meninggalkan ruangan tanpa beban sedikit pun. Dan sekarang dia kembali tanpa rasa bersalah. Anehnya tak seorang pun Paravisi berani memprotesnya. Semua orang di bangku peserta itu kemudian memandang Athena penuh tanda tanya.

Athena bisa merasakan semua orang itu sedang berusaha menuntut jawaban "Ingat, apa yang tadi saya katakan? Kami hanya memberikan satu kali kesempatan untuk kalian yang mau berubah pikiran. Dan kalian memilih bertahan. Sekarang sudah terlambat untuk berubah pikiran. Pintu itu tidak akan pernah dibuka lagi di mulai dari sekarang. Dan itu artinya sudah tak ada jalan keluar!"

Seisi ruangan memekik tertahan menatap Athena dengan terbelalak. Tak lama kemudian beberapa gadis mulai menangis.

"Apa-apaan ini?" Beberapa orang mulai menggerutu.

"Ini tidak bisa diterima!" Yang lain mulai menimpali.

"Ini penipuan!" Seseorang berteriak.

Athena bersedekap seraya tersenyum tipis.

"Kita semua diculik," Ika Apriani mulai merengek, "gue mau pulang." Katanya kepada Luciana.

Luciana mengamati wajah Athena kemudian mengamati wajah Paravisi di depan ruangan itu satu per satu. Berusaha mencari jawaban. Tapi semuanya terlihat sama dingin dan misterius. Bulu kuduknya mulai meremang. Ia menatap wajah Ardian Kusuma lebih lama dari yang lainnya.

Pria itu hanya melemparkan senyum tipisnya seperti biasa. Tidak ada bedanya.

Ada percikan rasa kecewa terbersit di sela-sela hatinya. Kupikir selama ini keberadaanku cukup istimewa baginya, batin Luciana masam.

Si Biang Rusuh Elijah bahkan tak mampu berbuat apa-apa dalam keadaan seperti ini. Bukan karena gadis itu telah kehilangan keberanian. Tapi kenyataan yang dihadapinya masih terlihat bias. Tidak ada kepastian di sana. Sosok Athena yang teramat misterius itu memberi penjelasan yang sulit untuk dicerna akalnya.

Sebagian besar orang dalam ruangan itu masih terlihat kebingungan meski beberapa di antara mereka sudah membuat kesimpulan. Suasana dalam ruangan mulai terdengar gusar.

Hanya gadis kurus berwajah sendu yang terlihat sudah mulai menguap lagi. Seolah beban hidupnya di dunia hanya mengantuk.

Athena dan Paravisi tetap mematung tak mau memberi penjelasan. Seperti sengaja menunggu reaksi besar-besaran.

Ini jelas bagian dari ujian, Ester berkata dalam hatinya.

Membuat Athena mendadak menoleh kepadanya.

Ester menelan ludah. Ini sudah kesekian kalinya ia melihat reaksi Athena terhadap suara hati. Tapi tetap saja masih terasa ganjil baginya. Sulit dipercaya tapi sudah terbukti berkali-kali.

"Seharusnya peraturan ini dijelaskan sejak awal, supaya kita semua punya persiapan." Protes salah satu gadis yang kelihatannya paling menjunjung tinggi penampilan. "Paling tidak kami bisa membawa baju ganti atau apalah. Kalau aku tahu dari awal bakal begini aku tidak akan memilih bertahan. Katanya hari ini acaranya cuma semacam pendaftaran?!"

Athena berjalan ke tengah ruangan kemudian menaikan sebelah tangannya. Dalam sekejap ruangan itu kembali hening. Perempuan itu diam beberapa saat. Membuat suasana ruangan terasa mencekam. "MINORITY CENTER bukanlah home production atau artist management yang mengorbitkan talent. Dan kami tidak pernah membuka pendaftaran ataupun audisi untuk mendapatkan talent. Seperti sudah saya katakan di awal, kalian semua berada di sini karena sebuah panggilan. Sebuah takdir."

"Ini namanya penculikan!" Beberapa orang mulai berteriak menentang Athena.

Athena kembali tersenyum tipis menanggapinya. "Oh, ayolah. Akui saja," tandas Athena tajam. "Memangnya apa rencana kalian setelah ini? Pulang ke rumah? Kembali bekerja? Atau mencari pekerjaan lain? Mencari tempat tinggal? Apakah kalian semua sudah punya tujuan yang pasti?!"

Seisi ruangan kembali terdiam.

"Benarkah ini penculikan?" Athena bertanya.

Hening!

"Memangnya siapa yang bisa menjamin kalian sekiranya kami menuntut uang tebusan untuk membebaskan kalian?" Athena bertanya lagi.

Masih tak ada jawaban.

"Apakah kalian dirindukan? Apakah di luar sana kalian mendapatkan tempat? Apakah kalian diterima di masyarakat?"

"Jadi kalian memanfaatkan ketidak berdayaan kami?" Seseorang akhirnya memberanikan dirinya membuka suara.

"Memangnya apa kelebihan kalian?" Sergah Athena lantang.

Semua orang di bangku peserta mulai tertunduk.

Athena menghela napas. Kemudian menurunkan nada bicaranya. "MINORITY CENTER adalah pusat peradaban minoritas yang dibangun dan didirikan oleh orang-orang yang pernah ditolak dan disisihkan di masyarakat." Athena mengarahkan tangannya ke belakang, menunjuk barisan Paravisi di belakangnya. "Dulu kami juga sebatang kara seperti kalian," ungkap Athena dalam.

Membuat seisi ruangan menghela napas berat.

"Berangkat dari pergumulan yang sama akhirnya kami saling menemukan satu sama lain. Melalui ketidaksempurnaan kami saling menyempurnakan. Melalui kelemahan bersama-sama kami membangun kekuatan. Melalui kekuatan inilah kami membangun gedung ini sebagai rumah sekaligus benteng pertahanan." Athena mengembangkan kedua telapak tangan di sisi tubuhnya. "Di sini, kami memiliki cukup ruang untuk menampung kalian semua, memiliki cukup makanan untuk kalian bertahan hidup, memiliki banyak pakaian untuk menutupi aib kalian..." Athena mendadak kehilangan kata-katanya. Mengenang perjalanan hidupnya bersama Paravisi di belakangnya membuat tenggorokannya serasa tercekat.

Evan Jeremiah berjalan perlahan mendekati Athena kemudian menghela napas dan menelan ludah, lalu menambahkan, "kami semua Paravisi adalah penganut paham minoritas yang bersifat spiritualis. Di mana suara hati kami yakini sebagai Suara TUHAN. Kami meyakini pertemuan sebagai takdir. Dan pada hari di mana kami menemukan kalian, kami meyakininya sebagai panggilan." Pria itu mengedar pandang ke arah bangku peserta.

Semua orang menatapnya dengan wajah melunak.

"Kami tidak mempercayai kebetulan, kecuali sebagai kebenaran. Kami tidak memandang rupa maupun kekuatan yang bersifat fisik." Evan Jeremiah melanjutkan. "Kami percaya bahwa setiap orang dilahirkan bersama talenta dan misi TUHAN. Misi TUHAN untuk kami adalah menemukan talenta yang hilang. Dan itu adalah kalian!"

Terpopuler

Comments

Israel McFly

Israel McFly

rasanya gua pengen banget punya mamak kaya Athena 😆😂

2021-09-08

0

tondi hasian siagian

tondi hasian siagian

Hoaaaaahmmmm....🥱
ngantuk gw baca pidato Athena 😴

2021-07-23

0

Nusan

Nusan

aku suka tokoh anak perempuan bertubuh kecil itu 🤭

2021-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!