Pembohong Yang Payah

Sudah lebih dari satu jam perempuan itu duduk di sudut ruangan tanpa beranjak sedikitpun. Secangkir kopi yang dipesannya sejak ia tiba juga masih belum disentuhnya. Yang ia lakukan selama satu jam itu hanya diam bertopang dagu, mengamati setiap aktifitas di dalam Coffee Shop itu tanpa melakukan hal yang lain. Sorot matanya terlihat begitu cermat, seolah tak pernah lelah maupun bosan.

Sudah lebih dari sepuluh kali Ester melirik ke arah perempuan itu dalam setengah jam terakhir, tapi posisinya masih belum berubah. Membuatnya melengak. Perempuan itu seperti tak pernah bergerak. Tapi bukan itu yang paling mengganggunya. Sorot mata perempuan itu mengingatkannya pada seseorang. Tapi ia tak ingat siapa.

"Ester?!" Seorang gadis memasuki Coffee Shop itu dan menatapnya.

Tak lama kemudian seorang pria tinggi berambut sebahu menyusul di belakangnya.

Ester tergagap setelah menyadari siapa yang datang. Luciana, pekiknya dalam hati. Ia ingat beberapa malam yang lalu ia pernah bercerita bahwa ia memiliki sebuah Coffee Shop kepada perempuan itu. Ia juga ingat pada malam itu ia meminta nomor telepon Luciana dan mengatakan padanya bahwa ia akan menghubunginya. Tapi malam itu Ester tidak benar-benar menyimpan kontaknya. Apa yang ia lakukan pada malam itu sebetulnya hanya upaya untuk menyelamatkan Luciana dari perlakuan tidak menyenangkan yang tengah dihadapinya. Ia tidak mengira perempuan itu akan berkunjung ke tempat ini dan memergokinya sedang bekerja sebagai pelayan.

Luciana mengamati Ester dari atas hingga ke bawah.

Pria di sampingnya juga mengamati Ester dengan cara yang sama.

Seketika Ester menyadari sorot mata perempuan di sudut ruangan itu mengingatkannya pada pria ini pada malam ia bertemu Luciana. Ester memandangi kedua wajah di depannya secara bergantian. Ia tak mengira keduanya saling mengenal satu sama lain. Bibirnya bergerak membuka dan menutup berusaha mengatakan sesuatu tapi tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.

"Apa kau mengingatku?" Luciana bertanya.

"Well, yeah..." Ester menjawab terbata-bata.

Pertanyaan berikutnya membuat Ester menelan ludah. "Apa kau juga ingat apa yang kaukatakan padaku saat kita berkenalan?"

Ester mengangguk dan menelan ludah dengan susah payah, kemudian menawarkan tempat duduk dan mempersilahkan keduanya dengan sikap gusar. "Kita akan membicarakannya nanti setelah aku selesai bekerja," katanya setengah berbisik. Ia mengedar pandang ke seluruh ruangan, khawatir atasannya memergokinya sedang mengobrol. "Setengah jam lagi, aku sudah selesai." Ia menambahkan. "Aku janji!"

Perempuan di sudut ruangan itu tersenyum tipis mengamati Ester.

Apa dia sedang menguping, Ester menyadari, membuatnya merasa risih. Tapi jarak antara meja Luciana dengan meja perempuan itu terpaut sepuluh meter. Seketika bulu kuduknya meremang. Ia ingat pada malam ia bertemu Luciana, pria berambut sebahu itu juga mengamati Luciana dengan cara yang sama. Kenapa perempuan itu melakukannya padaku, ia bertanya-tanya dalam hati. Apa hanya perasaanku saja?

Selepas jam kerja, Ester memesan secangkir kopi untuk dirinya, kemudian menemui Luciana.

"Kopi ini gratis," kata seorang pelayan pria yang menggantikan Ester.

Ester mengangkat wajahnya menatap pria itu dengan dahi berkerut-kerut.

Seolah bisa membaca kebingungan Ester, pria itu merunduk mendekatkan wajahnya ke arah Ester, kemudian berbisik agak keras. "Hadiah dari Boss untuk kejujuranmu!"

Luciana mendengus dan membeliak mendengar penjelasan pelayan itu, "oh, yang benar saja," katanya.

Pria di sampingnya tersenyum lebar menanggapinya.

Seketika wajah Ester bersemu merah. Aku pembohong yang payah, katanya dalam hati. Ia memaksakan senyum seraya mengalihkan perhatiannya dari Luciana. Setelah pelayan itu meninggalkan mejanya, Ester mengalihkan perhatiannya ke sudut ruangan.

Untuk pertama kalinya, ia akhirnya melihat perempuan di sudut ruangan itu beranjak dari tempat duduknya. Mengangkat cangkir kopinya, kemudian berjalan mendekati meja Ester.

Ester menahan napas.

Kopi di tangannya belum disentuhnya samasekali sejak ia memesannya.

Sekarang dia sedang menuju ke sini, batin Ester khawatir. Apakah ia bermaksud mengajukan komplain atas kopi yang dibuatnya?

Tapi perempuan itu tersenyum tipis kearah Ester lalu melirik penuh arti ke arah pria di sisi Luciana. "Boleh bergabung?" Ia bertanya. "Ardian Kusuma?" Ia menambahkan.

Pria di samping Luciana mengangkat wajah kemudian membalas senyum perempuan itu.

Ekspresi keduanya terlihat tidak ada bedanya. Membuat Ester dan Luciana mengamati keduanya secara bergantian dengan alis bertautan.

"Maafkan saya," kata pria itu. "Saya tidak tahu Anda sedang berada di sini!" Pria itu mempersilahkan perempuan itu duduk di samping Ester.

Ester tersenyum kikuk ketika perempuan itu menarik kursi di sampingnya dan tersenyum ke arah Ester.

"Jadi..." Perempuan itu meletakkan cangkir kopinya di meja. "Bagaimana kabarmu?" Ia bertanya setelah ia duduk di kursinya. Ia mengalihkan perhatiannya ke arah pria itu dan mengulurkan tangan.

Pria di depannya memandangi tangan perempuan itu agak lama sebelum akhirnya menyalaminya.

Ester dan Luciana bertukar pandang.

Perempuan itu menggenggam tangan pria itu agak lama, kemudian menatap Luciana. Lalu kembali menatap pria itu seraya tersenyum tipis sebelum akhirnya melepaskan tangannya.

Sikap perempuan itu otomatis membuat wajah Luciana merona. Lalu memucat ketika perempuan itu juga mengulurkan tangan ke arahnya. Luciana tertegun sesaat memandangi tangan itu dengan wajah cemas.

"Namaku Athena," katanya pada Luciana.

Luciana berdeham, "oh, hi... Aku Luciana," balas Luciana gugup dan terpaksa menyalami perempuan itu. Jantungnya berdegup kencang ketika perempuan itu memegang tangannya cukup lama. Ia menelan ludah, kemudian menatap perempuan itu dengan kelopak mata bergetar.

Perempuan bernama Athena itu tersenyum tipis ke arah pria di seberang meja, yang kemudian dibalas dengan senyum yang sama. Senyum khas penuh arti yang sulit diterjemahkan.

Lalu sekarang giliran Ester. Perempuan itu mengulurkan tangannya ke arah Ester disertai sorot mata yang cukup menusuk. Ester merasa tatapan itu seperti sedang meneliti ke dalam jiwanya dan mendapati jiwanya tengah tercela.

Perempuan itu juga menyalaminya cukup lama sebelum akhirnya menghela napas dan melepaskannya. Ekspresi wajahnya tetap datar. Tapi sorot matanya seolah meredup. Menyiratkan kekecewaan yang terselubung.

Ester merasa tenggorokannya tercekik menyaksikan ekspresi itu. Ia berusaha menebak-nebak, apakah itu hal yang buruk?

Tiba-tiba Athena menoleh ke arah Ester dan berkata, "ya!"

Ester memekik tertahan mendengarnya.

Luciana melengak di depannya.

Sementara pria yang disebut Ardian Kusuma itu kembali tersenyum tipis.

Membuat Ester semakin salah tingkah. Siapa sebenarnya perempuan ini? ia bertanya dalam hati. Dan sekali lagi, perempuan di sampingnya itu menunjukkan reaksi bahwa ia mengetahui isi hatinya. Aku tak bisa menyembunyikan diri dari perempuan ini, batinnya getir.

Athena tersenyum tipis sekali lagi. Kemudian berkata, "dasar pembohong yang payah!" Lalu mendelik ke arah Ester.

Luciana tersedak mendengarnya. Saat itu ia sedang berusaha menyeruput kopinya. Ia membekap mulutnya dengan telapak tangannya, menahan tawa.

Sementara Ester memelototinya dari seberang meja.

Terpopuler

Comments

dyz_be

dyz_be

Athena...
Bisa denger suara hati orang lain??

2022-07-13

0

Jimmy Avolution

Jimmy Avolution

Sipp...

2021-10-27

0

Idayu Fohzi

Idayu Fohzi

xixixixi 🤭

2021-10-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!