Siaga Satu

Deasy Dengkur menghela napas berulang-ulang, mencoba mengenyahkan kantuknya yang terus menuntut seraya mengamati Agung Tirtayasa dari barisan kedua dengan wajah tersiksa. Sejak MINORITY CENTER diambil alih, Deasy sudah tak bisa lagi mendekatinya. Apa lagi untuk bisa terlelap di kakinya. Tatapannya saja sudah menunjukkan seolah ia tak pernah mengenal Deasy. Pria itu sudah berubah menjadi orang asing baginya.

Dan yang paling buruk, Deasy sudah tidak bisa tidur semaunya!

Deasy Dengkur adalah penderita kelainan neurologis langka yang lebih dikenal dalam istilah Sleeping Beauty Syndrome. Atau gangguan fungsi saraf yang bisa menyebabkan kantuk yang berulang bahkan hingga 20 jam sehari.

Peraturan baru program Minority Talent mewajibkan seluruh Talent mengikuti pelatihan fisik dan seni bela diri mulai dari pagi hingga sore hari. Acara sore hingga malam, atau Program Gali Bakat yang biasa berlangsung bebas kini menjadi program terjadwal di bawah pengawasan para ahli di bidang masing-masing program. Selain itu mereka juga membatasi waktu istirahat. Bahkan porsi makan.

Tubuh Deasy pun menyerah. Gadis itu akhirnya roboh dan terjerembab di rerumputan.

Ika Apriani yang pada saat itu berbaris di belakang Deasy refleks menjerit. Membuat para Guardian sontak memelototinya.

Program baru ini lebih tepat disebut pelatihan militer. Hampir semua Talent perempuan merasa sudah tak sanggup mengikutinya. Tapi tak seorang pun boleh menolak. Setiap Talent hanya diberi dua pilihan, patuh mengikuti peraturan atau bersiap menerima hukuman. Keduanya sudah tidak ada bedanya.

Program ini betul-betul seperti penjara!

"Siapa yang memberikan Anda wewenang untuk mengambil alih program?" Evan Jeremiah bertanya pada Agung Tirtayasa.

Kelima Paravisi itu terpaksa mengadakan pertemuan rahasia untuk menggelar rapat darurat, terkait gerakan Guardian baru yang datang bersama Agung Tirtayasa.

"Saya punya lencana Kapten sekaligus surat kuasa!" Agung Tirtayasa mengacungkan dua benda pada tangan kanannya.

Keempat Paravisi lainnya tercengang.

"Tapi kami tidak mengenal divisi yang Anda bawa," protes Evan Jeremiah.

"Saya juga tidak mengenal semua Talent yang Anda bawa!" Agung Tirtayasa menimpali.

Ardian Kusuma menelan ludah, tiba-tiba perkataan Athena melintas dalam kepalanya. "Kita telah memelihara Talent yang keliru!"

Evan Jeremiah menghela napas dan bersedekap, seraya cemberut masam. Sementara Ardian Kusuma memeriksa surat kuasa dan lencana Athena. Senja Terakhir dan Gilang Wibisana bergeming, menunggu tanggapannya tapi pria itu tak mengatakan apa-apa.

"MINORITY CENTER mungkin sedang terancam," ungkap Senja tiba-tiba.

Semua mata dalam ruangan itu menatapnya.

Senja menghela napas berat. "Anak-anak Aset kita dalam bahaya," katanya masam. "Dan kita bahkan tak diijinkan untuk mengunjungi mereka."

Semua mata sekarang beralih ke arah Agung Tirtayasa.

Agung Tirtayasa tertegun. Lalu berdeham begitu menyadari keempat rekannya tengah memelototinya. "Seberapa bahayanya?" Agung Tirtayasa bertanya gugup.

"Seberapa bahayanya dampak 1 juta $ menurut Anda?" Senja balas bertanya.

Membuat semua mata kembali beralih padanya.

Ester Maria memegangi tengkuknya. Bulu kuduknya meremang ketika ia berjalan menyusuri lorong yang menghubungkan kamar mandi dengan asrama. Lorong itu memang sudah sepi, tapi ia tidak punya alasan untuk merasa takut.

Dua Guardian di belakangnya selalu mengekori dirinya ke mana pun ia pergi. Tak satupun pun Talent dibiarkan keluyuran sendiri. Setiap Talent dikawal dua Guardian.

Lalu apa yang membuatku merinding? Ia bertanya dalam hati. Ia menoleh ke sana ke mari dan merasakan sesuatu yang tak beres.

Kedua Guardian di belakangnya serentak mendorong bahunya dengan kasar.

Tapi Ester tak peduli. Ia sudah tak bisa lagi menuruti mereka. Ada yang tak beres di belakang sana, katanya dalam hati. Maka dengan sedikit kasar pula, Ester memutar tubuhnya ke belakang dan menjerit.

Dua orang berpakaian Ninja yang sama seperti Guardian tengah menjujukan pedang ke arah mereka. Kedua Guardian itu serentak berbalik. Tapi terlambat. Salah satu dari mereka tak bisa menghindar dari serangan. Kemudian jatuh tersungkur di lantai.

Guardian satunya mendorong tubuh Ester menjauh dengan gerakan kasar. Kemudian mencabut pedang dari punggungnya dan bergerak maju untuk menyerang. Tapi kedua sosok itu berbalik dan berlari menjauh. "Kembali ke kamarmu!" Guardian itu menghardik Ester. Kemudian mengejar kedua ninja yang menyerang mereka.

Tak lama enam Guardian muncul dari asrama. "Kemana Guardianmu?" Salah satunya bertanya.

Ester tergagap seraya menunjuk Guardiannya yang tergolek di lantai.

Para Guardian itu pun terperangah bersamaan kemudian berpencar ke segala arah.

Salah satu Guardian memeriksa tubuh yang tergolek di lantai. "Beritahu yang lain untuk membawakannya tandu!" Perintah Guardian itu kepada Ester.

Bagaimana caranya memberitahu yang lain? Ester bertanya dalam hati. Bicara saja tidak boleh, batinnya getir.

"Sekarang!" Guardian itu menghardiknya.

"Baik!" Ester memekik, kemudian berlari menjauh. Dan menghilang di kelokan.

Beberapa menit kemudian Ester sudah kembali bersama empat Guardian yang membawa tandu.

"Kamu kembali ke kamarmu!" Perintah salah satu Guardian seraya menyeret Ester menuju kamarnya.

Belum sampai satu jam Ester terlelap, tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar kamarnya. Ia tersentak hingga terduduk di tempat tidurnya. Tapi kemudian kembali membaringkan tubuhnya seraya menutupi kedua telinganya dengan bantal. Berusaha untuk mengabaikan suara-suara itu. Apa pun yang terjadi mereka tidak diijinkan keluar sebelum waktunya. Ia tidak punya pilihan selain diam.

Tak lama kemudian ia mendengar jeritan seseorang yang sudah sangat dikenalnya. Ika Apriani.

Ester meringis mendengarnya. Ia memejamkan matanya lekat-lekat. Seraya membekap kedua telinganya dengan telapak tangannya. It's ok, katanya pada dirinya sendiri. Berusaha untuk tidak berpikir buruk. Tapi tak lama terdengar suara logam yang berbenturan, disusul suara jeritan dua gadis yang lainnya. Naomi dan Ary Caroline. Membuat Ester semakin membayangkan hal yang mengerikan. Ia tak tahan lagi mendengarnya. Secepatnya Ester beranjak dari tempat tidurnya, kemudian berjalan cepat ke arah pintu dan berhenti. Tangannya terulur ragu-ragu.

Sementara suara-suara di luar semakin ribut. Suara-suara berdebuk, lalu suara-suara logam yang beradu. Disusul suara jeritan-jeritan beberapa gadis.

Aku tak bisa diam saja, pikirnya nekat. Lalu secepatnya ia menyambar sepatunya kemudian memakainya dan tertegun. Ia mengedar pandang ke seluruh ruangan mencari apa saja yang mungkin bisa dijadikan senjata untuk berjaga-jaga. Tidak ada benda logam di dalam sini, pikirnya pahit.

Tak lama pintu kamarnya berderak nyaring, membuatnya tersentak dan refleks memasang kuda-kuda. Pintu itu berguncang tapi tak sampai terbuka. Aku sudah ikut program Capoeira, katanya dalam hati. Berusaha menenangkan dirinya sendiri. Pintu kamarnya berderak sekali lagi. Tak lama kemudian pintu itu akhirnya berderak membuka.

Dua ninja menerobos masuk dengan pedang terhunus.

Ester terhenyak dan menelan ludah. Tamatlah riwayatku, pikirnya.

Terpopuler

Comments

Asraff Fauzi

Asraff Fauzi

Mulai action nih 👏

2021-10-15

1

Lulu Medeiros

Lulu Medeiros

Kasian DD...😂
Deasy Dengkur

2021-09-04

0

Stroberi

Stroberi

keren ceritanya

2020-10-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!