Senja Terakhir

"Di mana, Lea?" Jonathan Van Allent coba bertanya setelah Keith dan ayahnya keluar dari kerumunan dan kembali ke mobil.

Ayahnya membuka pintu mobilnya dan menyeruak masuk dengan mulut terkatup. Kemudian Keith menyusul masuk melalui pintu lainnya. Ia juga diam saja.

Jonathan mengamati keduanya penasaran. Ia berusaha menunggu jawaban. Tapi tak satupun membuka mulut.

"Ayo jalan, apa yang kautunggu!" Perintah ayahnya setengah membentak.

"Dad," Jonathan berusaha memprotes ayahnya tapi kemudian hanya mengerang.

Ayahnya diam saja.

Jonathan tahu ayahnya takkan berubah pikiran hanya karena didesak. Ia menghela napas kemudian menyalakan mesin mobilnya dengan terpaksa, tapi tak langsung menjalankannya. Ia mengalihkan perhatiannya keluar jendela, meneliti kerumunan orang banyak di tepi jalan, tak jauh dari mobilnya.

Di tengah kerumunan itu ia melihat kakak perempuannya mematung menatap tepat ke arah mobilnya. Tampak terguncang dan tak berdaya.

Jonathan mematikan mesin, dan baru saja berniat turun dari mobilnya ketika ayahnya berkata, "sekali saja kau berpikir untuk membelanya, kau juga keluar dari rumah." Ayahnya memberi peringatan. "Tidak ada toleransi untuk para pemberontak."

Jonathan mematung sesaat, mencoba menimang-nimang, sebelum akhirnya memutuskan keluar dari mobil.

"Jo," Keith memekik tertahan. Tapi kemudian hanya tergagap ketika Jonathan akhirnya keluar dari mobil dan berlalu. Ia menatap wajah ayahnya, mencari secercah penyesalan. Tapi orangtua itu tampaknya sudah terlanjur menutup diri. Ia tahu ayahnya takkan berubah pikiran.

Jonathan bukan tidak tahu resiko yang harus ia terima setelah ini. Tapi ia yakin dirinya sudah cukup siap. Berdua akan lebih baik daripada Eleazah harus menanggung hukumannya sendiri. Bagaimanapun fatalnya kesalahan yang telah ia buat, Eleazah Van Allent tetaplah seorang perempuan. Jonathan tak sanggup membayangkan kakak perempuannya menjadi sebatang kara di luar sana.

"Keith...?!" Ayahnya menggeram, mengisyaratkan supaya Keith mengambil alih kemudi.

Dengan berat hati Keith keluar dari bangku penumpang dan menyelinap ke belakang kemudi. Diliriknya sepintas kerumunan yang ia tinggalkan dan menyaksikan Jonathan tengah berkutat di antara orang banyak, berusaha melewati kerumunan, sementara Eleazah sudah masuk ke dalam sebuah mobil sport bersama pria asing berpakaian misterius. Keith menghela napas berat. Kemudian memejamkan matanya rapat-rapat, mengetahui Jonathan terlambat mengejar Eleazah. Ia menjalankan mobilnya perlahan, diam-diam masih mengawasi kedua adiknya dengan perasaan bersalah. Menyadari kenyataan bahwa ia telah kehilangan dua orang adiknya hari ini, jelas membuat Keith merasa dirinya tak berguna. Aku yang terlalu lemah, atau mereka yang terlalu keras, batinnya getir. Tapi kemudian menyesal telah mengadukan kejadian ini pada ayahnya. Ini jelas salahku, sesalnya dalam hati.

"Lea!" Jonathan berteriak, berusaha menghentikan mobil yang membawa Eleazah. Tapi terlambat. Dalam hitungan detik, mobil sport itu telah melesat dalam kecepatan tinggi. Tak lama seorang pengendara sepeda motor sport berhenti di depannya, menawarkan tumpangan. Tanpa pikir panjang Jonathan pun menerimanya. Tapi mereka tak berhasil menyusul mobil sport yang membawa Eleazah.

Lelah dan frustasi menguasai dirinya. Cukup lama Jonathan berdiam diri di sebuah halte, ditemani Si Pengendara sepeda motor sport yang belum dikenalnya. Ia menatap nanar kendaraan yang berlalu-lalang di depannya tanpa berkedip.

Si Pengendara sepeda motor mengamatinya dengan pandangan prihatin. "Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" Si Pengendara sepeda motor itu bertanya. Pria berambut sepinggang itu menyandarkan punggungnya pada tiang penyangga. "Mau kuantar pulang?"

Jonathan menggeleng lesu. "Aku sudah diusir," ungkapnya. Ia mengangkat wajahnya menatap pria berpakaian serba hitam yang mirip seragam Ninja itu dengan sikap pasrah.

"Orang di dalam mobil sport tadi mengusirmu?" Si Pengendara sepeda motor itu bertanya lagi seraya membelalakkan matanya.

"Tidak," jawab Jonathan. "Bukan dia. Sejujurnya aku tidak kenal pemilik mobil sport tadi. Tapi kakak perempuanku bersamanya. Dan aku tak yakin mereka saling mengenal."

Si Pengendara sepeda motor menyimak penjelasan Jonathan dengan sabar. Ia bisa menangkap getaran kebimbangan dalam setiap ungkapan Jonathan. Ia berusaha mengerti.

"Kakak perempuanku membuat kesalahan dan ayah kami mengusirnya dari rumah," Jonathan melanjutkan ceritanya terbata-bata. Haruskah ia mengatakan semua ini pada seseorang yang belum dikenalnya? Jonathan menimang-nimang. Tapi orang tak dikenal ini baru saja menolongnya, dia berhak mengetahui masalah ini. "Aku tak bisa membiarkannya sendirian di luar sana..."

"Baik, aku mengerti!" Si Pengendara motor itu memotong cerita Jonathan, berusaha mengurangi bebannya. Ia tahu tak mudah menjelaskan masalah pribadi kepada orang asing. Tapi setidaknya sekarang ia tahu bahwa ia juga harus memikirkan tumpangan tempat tinggal untuk Jonathan. "Namaku Senja Terakhir," katanya seraya mengulurkan tangan ke arah Jonathan.

Jonathan menelan ludah, nama yang aneh, pikirnya. "Jonathan Van Allent," Jonathan menyalami Si Pengendara sepeda motor itu.

"Kau bisa menginap di tempatku kalau kau mau. Masalah kakak perempuanmu, kita bisa pikirkan nanti." Senja menawarkan. "Kita butuh istirahat." Senja menghela tangan Jonathan, membantunya berdiri.

Apa boleh buat, batin Jonathan sudah kehabisan akal. Lalu akhirnya mengikuti Senja.

Begitu tiba di apartemen Senja, Jonathan menemukan sesuatu yang membuatnya tercengang.

Senja mendekatinya dan mengikuti arah pandangan Jonathan.

Jonathan menunjuk salah satu pria dalam foto yang dipajang di atas meja kerja Senja. "Dia Si Pengendara mobil sport," kata Jonathan. Dalam foto itu ada sembilan pria berambut panjang berseragam serba hitam, mirip seragam Ninja, termasuk Senja. Jonathan menunjuk salah satu pria paling tinggi berambut cokelat yang dikenal Senja sebagai Evan Jeremiah.

"Are you sure?" Senja menautkan kedua alisnya, mencoba memastikan Jonathan tak salah orang.

"Aku yakin," jelas Jonathan. "Aku masih ingat wajahnya sebelum dia masuk mobil."

Senja berpikir beberapa saat, sebelum akhirnya berkata, "kalau begitu aku tahu di mana kakak perempuanmu berada. Besok aku akan mengantarmu menemuinya."

Jonathan mematung beberapa saat. Tiba-tiba ia ingat Senja menghampirinya tepat setelah mobil sport itu pergi. Lalu sekarang ia menemukan bukti bahwa Senja dan Si Pengendara mobil sport sudah saling mengenal satu sama lain. Apakah ini cuma kebetulan? ia bertanya-tanya. Kemudian ia menoleh ke arah Senja dan memandanginya dengan curiga.

Senja tersenyum tipis, seolah bisa membaca pikiran Jonathan, ia pun berkata, "jangan kuatir, aku tidak sedang berusaha mencari keuntungan sedikitpun, terutama dari seseorang yang baru saja diusir orangtuanya," ungkapnya terus terang. Lalu balas menatap Jonathan dengan mimik mencemooh.

Diam-diam Jonathan menyesal karena telah menaruh curiga pada seseorang yang baru saja menolongnya. Ia menghela napas dan mengalihkan perhatiannya ke lantai. Ia memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya, namun tetap diam. Kedua alisnya bertautan menggambarkan bahwa dirinya tengah berpikir keras.

"Aku tidak keberatan memberikan tumpangan juga untuk kakak perempuanmu kalau kau belum punya rencana setelah kalian bertemu!" Sekali lagi, Senja menunjukkan reaksi seolah ia bisa membaca seluruh isi pikiran Jonathan.

Membuat Jonathan melengak dibuatnya. Siapa sebenarnya orang ini?

Terpopuler

Comments

dyz_be

dyz_be

Cowok Cowok Gondrong

2022-07-13

0

Jimmy Avolution

Jimmy Avolution

Lanjut...

2021-10-27

0

John EFS

John EFS

keluarganya keren lho Elijah

2021-10-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!