Divisi Baru

"Peraturan ini sudah tidak berlaku!" Agung Tirtayasa mengumumkan seraya merobek salah satu kertas pengumuman dari dinding kelas kemudian meremasnya. "Kalian semua sudah lulus hari ini," katanya. "Jadi kalian bukan lagi Talent. Kalian semua sudah jadi Aset!" Ia menambahkan.

Seisi kelas menghela napas dan tertunduk. Mereka sudah tidak tertarik untuk meraih prestasi apa pun sekarang.

"Jadi, sebisa mungkin jaga diri kalian baik-baik mulai hari ini, berusahalah juga untuk saling menjaga satu sama lain karena kalian semua sama berharganya!" Agung Tirtayasa menasehati.

Tinggal 44 orang Talent yang tersisa setelah serangan tadi malam. Divisi misterius itu kemudian mengirimkan 100 Guardian baru menggantikan yang tewas. Jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah yang dikirimnya saat pertama kali.

"Mulai sekarang kalian akan dibagi menjadi beberapa tim." Agung Tirtayasa menjelaskan. "Untuk kalian yang mengikuti program racing silahkan memisahkan diri!"

Naomi menatap berkeliling mengamati wajah ketiga sahabatnya dengan berat hati. Ika Apriani, Ary Caroline dan Ester Maria menepuk bahunya memberi semangat. Gadis itu beranjak dari bangkunya dan bergabung bersama Reyhan Ibrahim dan 12 anak lainnya, dan menjadi satu-satunya perempuan dalam tim racing setelah Elijah menghilang.

"Capoeira!"

Ester menoleh ke arah Ika dan Ary Caroline. Ika tersenyum masam dengan tampang sedih. Ary Caroline mengacungkan tinju seraya memaksakan senyum. Ester menepuk lembut bahu Ika dan beranjak berdiri. Lalu melangkah menghampiri timnya di susul Monica Debora di belakangnya.

Sepintas Agung Tirtayasa melirik ke arah Monica Debora dengan tampang masam. Lalu kembali menghadap ke depan. "Programmer!"

Pak Tua kemudian berdiri diikuti tatapan semua orang.

Ary Caroline mengedipkan sebelah matanya ke arah Ika Apriani kemudian beranjak dari bangkunya dan berjalan mengikuti Pak Tua.

"Panahan!"

Lima pria berambut panjang yang usianya rata-rata tiga puluhan beranjak dari bangkunya masing-masing. Salah satu pria itu mendekati bangku Ika kemudian mencengkeram lengan gadis itu dan menariknya. "Neng, ikut Abang dangdutan, yuk!" Pria itu menggodanya.

Membuat Ika membeliak.

Seisi kelas akhirnya tergelak memecahkan kebekuan dalam ruangan.

Agung Tirtayasa tersenyum simpul menyaksikannya. Akhirnya, katanya dalam hati. Semoga keceriaan semacam ini bisa kembali seperti semula. Ia berharap. Ia mengedar pandang meneliti barisan Guardian yang tetap mematung di sekeliling ruangan. Dan kelihatannya tidak ada yang merasa keberatan dengan hal itu.

.

.

.

Gilang Wibisana mengibaskan rambutnya ke belakang, kemudian berjongkok di depan perapian dan melongokkan kepalanya ke dalam. Tak lama ketiga rekan Paravisinya bergabung di dekat perapian itu.

Senja merogoh ke dalam perapian itu setelah mengenakan sarung tangan tahan panas yang ditemukannya di atas tumpukan kayu bakar di sisi perapian. Ia meraba-raba bagian dalam perapian itu dan tak lama kemudian tangannya menyentuh batangan logam yang diduganya sebagai tuas. Ia coba menariknya dan benar saja. Begitu ia menurunkan tuasnya, dinding bagian dalam perapian itu serentak bergeser membuka.

"Ini adalah seragam baru kalian!" Agung Tirtayasa mengumumkan seraya menunjuk beberapa Guardian yang sedang membagi-bagikan paket kepada masing-masing tim. "Kalian punya waktu 30 menit untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Setelah itu kembali lagi ke kelas."

Seisi kelas mengerang. Katanya peraturan baru sudah tidak berlaku, mereka bergumam.

Agung Tirtayasa tersenyum tipis, "ini bukan peraturan," katanya. "Tapi strategi keamanan. Dan Guardian akan tetap mendampingi kalian kemana pun kalian pergi!" Ia menambahkan.

Seisi kelas mengerang bersamaan. Tapi kemudian beranjak dari bangku mereka masing-masing, meninggalkan bunyi berdebuk dan berkeriut yang membahana memenuhi ruangan. Seketika ruangan itu berubah gaduh. Sebagian masih menggerutu. Menggambarkan kehidupan yang kembali normal.

Setelah semuanya kembali ke kelas. Agung Tirtayasa mengumumkan tugas baru.

Tim Racing kemudian digiring keluar gedung dan berpencar ke sekeliling gedung didampingi masing-masing Guardian berseragam pembalap.

Pak Tua dan Ary Caroline di kirim ke basement didampingi 4 Guardian penjaga dan 2 orang ahli komputer dari pihak divisi.

Sementara Ika Apriani dan kelima pria berambut panjang ditempatkan di loteng paling atas gedung bersama Guardian mereka. Sebagian anggota tim Panahan di tempatkan di setiap selasar di masing-masing lantai gedung.

Tim Capoeira ditempatkan di pekarangan depan, samping dan belakang gedung. Sementara Ester Maria dan Monica Debora tetap ditempatkan di ruang Personality Class sebagai Bishop. Posisi itu sebetulnya tidak tepat untuk Monica Debora. Para Guardian sudah melihat kemampuan Ester Maria. Tapi Monica Debora ditempatkan bersamanya karena alasan yang berbeda.

"Bagaimana dengan Putri Tidur?" Seorang Guardian bertanya kepada Agung Tirtayasa seraya menunjuk ke arah Deasy Dengkur yang tengah terlelap di mejanya.

Agung Tirtayasa menanggapinya dengan tersenyum tipis. "Anda akan melihatnya sendiri nanti," katanya. "Untuk sementara waktu biarkan dia tetap berada di ruangan ini!"

.

.

.

Ryan Gunawan memarkir sepeda motornya di depan sebuah Coffee Shop. Kemudian memasuki Coffee Shop itu dengan wajah masam. Ia memesan secangkir kopi kemudian mencari tempat duduk yang paling sepi di sudut ruangan. Sejak program diambil alih divisi asing, ia sudah tak pernah lagi berkomunikasi dengan rekan Paravisinya. Ia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan cara melakukan kegiatan lain. Tapi selalu berakhir di sudut Coffee Shop. Bagi Ryan Gunawan menyendiri di sudut Coffee Shop hanya berarti satu hal.

Mencari ketenangan!

Tapi sepertinya hari ini Ryan Gunawan memilih Coffee Shop yang keliru. Atau ia hanya salah hari.

Seorang wanita berusia sekitar tiga puluhan, tahu-tahu memasuki tempat itu dalam keadaan sudah menangis. Entah di mana ia memulainya. Lalu seorang wanita lain yang juga seusianya mengekorinya di belakangnnya. Tak lama wanita itu memilih meja paling dekat dengan Ryan.

Ryan mengerang seraya memutar-mutar bola matanya. Ia paling tak tahan mendengar perempuan menangis.

"Aku tak percaya dia menyembunyikan tempat ini dariku, dan menyembunyikan perempuan simpananya juga." isak wanita itu.

****! Ryan betul-betul tak tahan lagi. Pembicaraan itu, belum apa-apa sudah tak enak didengar. Gue benci drama sinetron Indonesia, gerutunya dalam hati. Secepatnya ia bangkit dari tempat duduknya, kemudian berjalan ke meja kasir, membayar bill dan keluar dari tempat itu.

Sekelompok besar pengendara motor modifikasi melintas di depan Coffee Shop, mendominasi jalan raya dalam kecepatan tinggi, meninggalkan suara bergemuruh yang mendesing, memekakan telinga. Membuat semua orang yang dilaluinya menjerit ketakutan dan mengumpat-ngumpat.

Ryan mengamatinya dengan dahi berkerut-kerut. Ada apa ini? Ia bertanya dalam hati. Ia juga bergabung dalam komunitas motor modifikasi. Tapi jumlah mereka sekarang setara dengan gabungan puluhan komunitas dari 10 wilayah. Dengan kecepatan setinggi itu, hanya ada satu kemungkinan yang menjadi pemicunya. Yaitu, penyerangan massal.

Tanpa pikir panjang Ryan Gunawan kemudian memacu sepeda motornya mengikuti gerombolan itu. Dan terhenyak, begitu menyadari sasaran penyerbuan mereka.

MINORITY CENTER!

Terpopuler

Comments

Emily Santos

Emily Santos

jadi divisi baru itu para talent?

2021-09-04

0

Alinea

Alinea

agung Tirtayasa paravisi paling kecil paling muda dan paling besar kepala ya sepertinya

2020-12-05

0

90GB

90GB

bab favorit ☝

2020-09-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!