Selesai mandi dan berganti pakaian, Hanny bercerita pada Mathew bagaimana meriahnya pesta ulang tahun temannya. Dia pun menunjukkan bagaimana dia bernyanyi di depan teman temannya.
"Tapi ada yang sangat menyebalkan..." sungut Hanny.
"Apa itu...?" tanya Mathew
"Mereka tidak percaya kalau aku adalah anak Mathew Moffat.." jawab Hanny.
"Kau tau kenapa mereka gak percaya..??" tanya Nick.
Hanny menggeleng, "memangnya kenapa..?"
"Ayahmu ganteng, sementara kamu jelek...!" goda Nick.
"Nanny....!!, Nick bilang aku jelek..." ucap Hanny.
Lovy hanya tersenyum, "kamu gak jelek, Nick cuma bercanda.." sahut Lovy.
"Berarti mata om Nick yang sudah rabun, ayah harus bawa om Nick ke dokter mata biar dia bisa melihat dengan jelas kalau aku cantik.." cerocos Hanny.
Kami semua tertawa. Hanny yang lucu menjadi hiburan bagi kami. Tapi Nick memang suka menggoda keponakannya itu. Mungkin karena dia tidak punya siapa siapa selain Hanny.
"Sudah malam Hanny, besok sekolah kan..?, susun buku untuk besok, abis itu tidur ya.." ucap Lovy ketika jam dinding menunjukkan pukul sepuluh.
"Okaayy..." sahut Hanny.
Dia pun mencium ayahnya, lalu Lovy dan terakhir Nick.
"Love you..." ucapnya sambil berjalan masuk ke kamar.
Dia pun mengilang di balik pintu kamarnya. Lalu terdengar suara gemericik air. Sebuah kebiasaan yang di ajarkan Lovy untuk mencuci tangan dan kaki serta menggosok gigi.
"Aku juga mau tidur.., good night all..." ucap Nick sambil melirik Mathew.
Hanya Lovy dan Mathew di ruangan itu. Keduanya terdiam. Keduanya terlihat canggung.
"Kayaknya aku juga harus masuk ke kamar, ada tugas yang harus aku selesaikan untuk besok. Good night Math.." pamit Lovy.
"Good night.." sahut Mathew.
Mathew pun masuk ke kamarnya. Namun peristiwa semalam seolah terulang lagi. Dia berat melangkahkan kakinya. Walaupun dia dan Nick sudah membersihkannya.
Mathew duduk di sofa. Memandang ranjang dimana Jenny dan Nate bercinta di sana. Kepalanya kembali terasa berat. Sakit sekali rasanya.
"Hai Dev..., besok aku masih di sini. Mungkin aku akan tinggal beberapa hari, uuhhmmm..., nanti aku akan cerita semuanya.. Ok, thanks bro.." ucap Mathew melalui handphonenya.
Di hempaskan benda itu di atas sofa. Dia menggigit kuku. Dia terdiam, pusing sekali memikirkan semua ini. Berat rasa hati untuk menceraikan Jenny, karena dia cinta pertama Mathew.
Dari benih cintanya, lahirlah Hanny. Sang malaikat kecil yang menjadi segalanya bagi Mathew. Hanny separuh jiwanya. Hanny segalanya bagi Mathew, apapun akan di lakukan, yang penting Hanny bahagia.
Malam yang hening dan sepi, namun tak mampu membuat Mathew memejamkan matanya. Dia masuk ke kamar mandi, membuka shower dan membiarkan bulir bening itu menyentuh kulitnya.
Perutnya terasa lapar, dia pun turun ke dapur. Di dengarnya suara denting senar gitar. Langkah kakinya perlahan mendekati arah suara itu yang berasal dari dapur.
"Belum tidur...?" tanya Mathew.
Lovy terkejut, lalu tersenyum dan menggeleng.
"Sedikit lagi untuk tugas besok.." jawab Lovy.
Mathew pun ragu untuk mendekat, padahal perutnya sangat lapar. Namun di paksakan kakinya mendekat ke arah Lovy.
"Duduk aja, gak apa apa kok.." ucap Lovy
Mathew mengambil gelas ingin membuat coklat panas. Dia menuangkan air panas dan mengaduknya perlahan. Lalu duduk di hadapan Lovy.
Tatap matanya yang tajam membuat darah Lovy berdesir. Dia pun tak berani menatap Mathew. Detak jantungnya perlahan semakin cepat. Dia pun terlihat kikuk.
"Tugas apa..?, kenapa ngerjainnya tengah malam begini..?" tanya Mathew sambil mengunyah donat.
"Tugas aransemen musik dengan tempo yang berbeda. Kalau tengah malam begini, aku bisa lebih fokus. Biasanya juga dpt inspirasinya lebih baik.." jawab Lovy
"Uuhmm.., kau mengerjakan hanya dengan gitarmu..?" tanya Mathew lagi.
Lovy mengangguk sambil memegang handphone-nya. Mathew memperhatikan Lovy tanpa kedip.
"Aku ingin dengar.." ucap Mathew
Lovy tersentak, "cuma sekedar aransemen biasa Math.." sahut Lovy menolak dengan halus.
"Aku cuma ingin dengar. Mulai dengan tempo yang lambat sampai beat maksimal yang kamu bisa.." sahut Mathew.
Lovy memandang Mathew beberapa saat, jangan jangan nanti dia komplain karena gak bagus. Dia kan jam terbangnya udah tinggi. Mathew masih menunggu sambil mengunyah donat yang entah keberapa.
"Gimana mau jadi musisi hebat, kalau main di depan satu orang aja gak berani.." celetuk Mathew seperti pukulan keras bagi Lovy.
"Tapi kalau kurang bagus maaf ya, aku masih belajar.." sahut Lovy mulai mengatur posisi senyaman mungkin.
Lovy menarik nafas, jari lentiknya mulai memainkan senar gitar kesayangannya. Tanpa kedip Mathew memperhatikan cara Lovy memetik senar gitar. Seperti musisi yang sudah profesional.
"Kereeenn...!!" puji Mathew sambil mengacungkan jempolnya.
Lovy tersenyum senang mendapat pujian Mathew.
"Beneran bagus..??" tanya Lovy.
"Bukan cuma bagus, tapi bagus sekali. Aku suka pas beat tinggi.." jawab Mathew.
"Aku sudah merekamnya, tinggal aku kirim sama dosenku.." sambung Lovy.
"Aku ingin dengar..." ucap Mathew.
Lovy pun memutar rekaman musik itu. Mathew mendengarkannya. Sesekali dia mengernyitkan dahinya.
"Suaranya kurang jernih. Kamu bisa dapat nilai jelek kalau begini. Padahal cara bermain gitarmu sudah bagus.." sahut Mathew.
Lovy hanya terdiam. Gimana mau bagus, banyak suara asing yang masuk. Istilahnya suara bocor. Lagipula dia hanya memakai handphone untuk merekamnya.
Mathew bangkit dari duduknya. Lalu mencuci gelas bekas coklat panasnya.
"Bawa laptop dan gitarmu, ikut aku..." ajak Mathew.
Lovy hanya terdiam, "mau kemana..?"
Mathew menatap Lovy tajam, "jangan banyak tanya, ayoo..."
Lovy tak berani membantah. Dia segera membawa laptop dan gitarnya mengikuti langkah kaki Mathew ke sebuah ruangan di samping kamar Nick.
Jantung Lovy hampir mau copot ketika tau ruangan itu studio mini milik Mathew. Lovy tertegun melihat isi ruangan itu. Peralatan yang cukup canggih.
"Kamu duduk di situ..." ucap Mathew.
Lovy tak berani membantah. Mathew mulai memasang semua peralatan. Termasuk microphone di gitar Lovy. Dengan cepat dia menyambungkan ke laptop dan peralatan lainnya.
"Coba mainkan, aku ingin dengar melalui headphone.." ucap Mathew lagi.
Lovy pun mulai memainkan gitarnya. Sementara Mathew mendengarkan melalui headphone.
"Good..!!, ini baru bagus. Kamu siap Lovy..?" tanya Mathew
Lovy hanya mengangguk. Dia pun mengambil nafas. Jantungnya berdegup tak menentu.
"Ok..., aku akan langsung merekamnya.., one.. two...three...goo..!!"
Lovy langsung memainkan gitarnya. Mulai dari tempo yang lambat sama ke beat maksimal yang dia mampu. Mathew memasang telinganya. Sesekali dia menggerakkan kepalanya mengikuti irama.
"Good job...!!" ucap Mathew
Lovy tersenyum senang. Mathew memutar ulang hasil rekaman tadi. Dia menikmati setiap hentakan beatnya.
"Sini, kau harus dengar melalui headphone, terdengar lebih bersih.." ucap Mathew
Lovy pun meletakkan gitarnya dan berdiri di samping Mathew. Lalu dia memasang headphone di telinganya. Peralatan canggih tak mengkhianati hasil.
"Aku mau kau memainkannya dengan piano. Nanti aku rekam. Kita bisa bandingkan mana yang lebih bagus.." ucap Mathew
"Tapi Math, ini udah bagus kok.." sahut Lovy.
"Noo.., kamu harus mainkan melalui alat musik lainnya. Mana yang lebih bagus itu yang kamu kasih sama dosenmu.." sambung Mathew sambil menarik tangan Lovy ke sebuah piano.
Lovy pun tak sanggup menolak. Di pandang wajah bule itu. Kenapa dia yang paling semangat..?!?!.
"Hitungan ke tiga Lovy...!!, one....twoo....three..., goo...!!" Mathew memberi aba aba
Lovy pun memainkan jemari lentiknya di atas tuts piano. Sama seperti memainkan gitarnya. Mulai dari tempo yang lambat sampai beat maksimal.
"Whooooo...!!, kereeenn...!!" ucap Mathew setengah teriak.
Untung aja ruangan ini ada peredam suara. Kalau enggak, mungkin suara Mathew sudah terdengar kemana mana.
"Ayo kita dengar sama sama.." ucap Mathew sambil memberikan satu headphone pada Lovy.
Kenapa bisa sebagus ini...?, gumam Lovy dalam hati saat mendengarkannya bersama Mathew. Mathew pun mengacungkan jempolnya.
"Kamu bisa milih salah satu atau mungkin keduanya. Lalu kirimkan pada dosenmu.." sahut Mathew.
"Uuhmm.. Aku simpan dulu Math.., kayaknya dua dua nya aja sih.." sambung Lovy.
"Benar kan apa aku bilang, ya udah. Aku simpan dulu di komputerku. Nanti bisa di kirim ke laptopmu.." ucap Mathew.
Lovy pun mengangguk. Dia tak menyadari posisinya bisa sedekat ini dengan Mathew. Padahal biasanya mereka hanya bicara seperlunya, bahkan saling diam.
"Ok.., kamu bisa pindahkan ke laptopmu.." ucap Mathew sambil berdiri dan menarik kursi agar Lovy duduk di sebelahnya.
Darah Lovy berulang kali berdesir hebat ketika bola mata mereka beberapa kali beradu. Hampir saja dia mau pingsan saat beberapa detik Mathew menatap bola matanya dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments