Bab 7.

Lovy sudah mengemas pakaiannya ke dalam tas, jam sepuluh ini Nick akan menjemputnya.

"Kau beruntung Lovy..." ucap Rema

Lovy tersenyum, "belum tentu. Aku kan belum tau bagaimana mereka. Kamu tau sendirikan gimana Math.."

"Dia penyanyi terkenal Lovy...!!" sahut Rema.

"Bukan itu maksudku, sifatnya kan belum tau.." sambung Lovy.

"Ya kalau kamu gak betah kan bisa minta berhenti.." Rema menimpali.

Lovy hanya mengangguk pelan. Mudah mudahan saja dia baik. Seribu dolar angka yang fantastis bagi Lovy. Kalau di Indo, belum tentu bisa dapat gaji segitu sebagai pengasuh.

"Sudah hampir jam sepuluh, jangan sampai mereka menunggu.." ucap oma dari balik pintu.

Lovy pun bangkit, menjinjing tas dan menyelempangkan gitar di bahunya. Matanya berkaca kaca. Lalu memeluk oma.

"Lovy pamit ya oma, terima kasih banyak sudah membantu Lovy.." ucap Lovy lalu meraih tangan oma dan mencium punggung lengannya.

Oma terharu dengan sikap Lovy. Sopan santun dan adab yang masih di bawa bahkan sampai ke negeri orang.

"Baik baik di sana. Jangan sampai mengecewakannya.." oma memberi pesan.

Oma kembali memeluk Lovy ketika melihat matanya berkaca kaca.

"Jangan nangis, kita kan cuma pisah beberapa meter saja. Kalau kamu kangen kan bisa ke sini.." ucap oma saat memeluk Lovy.

Lovy pun mengangguk. Lalu memeluk Rema. Rema pun melepas pelukannya ketika mendengar suara klakson.

"Itu sepertinya Nick.. "

Oma dan Rema mengantarkan Lovy sampai keluar. Ternyata bukan Nick yang menjemputnya, tetapi Math. Dia pun membantu memasukkan tas Lovy. Matanya tiba tiba tertuju pada gitar yang berada di bahu Lovy.

"Aku tau ini cukup berat, sini aku bantu.." ucap Math tanpa di minta.

Dia pun meletakkan gitar Lovy dengan sangat hati hati. Lalu mereka meninggalkan kedai oma. Lovy menoleh ke belakang, melihat mereka masih berdiri di sana. Mobil Math bergerak menuju sebuah swalayan besar.

"Kita belanja dulu. Harus ada stok makanan saat kalian aku tinggalkan.." ucap Math.

Lovy hanya mengangguk. Mereka pun berjalan beriringan. Beberapa pasang mata memandang kami. Tapi Math bersikap biasa saja. Bahkan ada yang berbisik bisik. Entah apa yang di bicarakan mereka.

Math mengambil sebuah troli, lalu mendorongnya. Lovy hanya mengikutinya. Lovy memperhatikan apa saja yang di belinya. Daging, ayam filet, roti, selada, macaroni, susu, sereal dan yang lainnya.

Dalam sekejab troli itu sudah penuh. Math langsung membawanya ke kasir dan membayarnya. Beberapa plastik besar kembali di masukkan ke troli. Math mendorong troli itu ke parkir menuju mobil.

Lovy lebih banyak diam. Dia masih kikuk saat bersama Math. Keduanya pun lebih banyak diam. Lovy pun tak tau bagaimana membuka percakapan di antara mereka.

Kota ini kecil, hanya jalannya saja yang di buat sedikit memutar. Hanya beberapa menit kami pun sampai. Sebuah rumah dengan halaman depan yang di beri pagar kayu.

"Kita sudah sampai.." ucap Math

Tak lama keluar gadis kecil itu bersama Nick. Dengan riangnya gadis itu menyongsong ayahnya.

"Ayaaahhh..." ucapnya setengah teriak sambil berlari kecil.

"Hai Lovy..." sapa Nick.

"Hai.." sahut Lovy sambil melemparkan senyumnya.

"Bawakan ini ke dalam.." ucap Math

Lovy pun mengeluarkan barang barangnya. Mathew memperhatikannya sekilas. Lalu bergegas masuk. Lovy pun mengikuti langkah kaki mereka.

Ternyata rumah ini cukup besar. Namun penataannya sangat berbeda dengan rumah di Indonesia pada umumnya.

"Nick sudah membersihkan kamarmu. Tapi kalau kau mau bisa membersihkannya lagi.." ucap Mathew pada Lovy.

Kamar yang cukup luas dengan kamar mandi di dalamnya. Ada sebuah tempat tidur ukuran sedang, sebuah lemari pakaian dan meja kecil.

"Kamar ini lama tidak terpakai, jadi mungkin agak kurang nyaman.." sambung Mathew.

"Ini sudah cukup bagiku.." sahut Lovy.

"Aku akan meninggalkanmu untuk berkemas.." ucap Mathew lalu meninggalkan Lovy di kamar barunya.

Dia pun menyusun pakaiannya dalam lemari. Serta menata peralatan mandinya di dalam kamar mandi. Dia terpukau melihat kamar mandinya yang termasuk mewah baginya.

Ada bathroom untuk berendam dan shower. Ini sudah lebih dari cukup. Setelah selesai dia pun keluar menuju dapur yang tepat berada di samping kamarnya.

Di lihat Mathew sedang memasak. Sepertinya dia sudah terbiasa melakukannya sendiri.

"Biar ku bantu mengupas kentang.." ucap Lovy.

Dengan cekatan Lovy mengupas beberapa kentang lalu memotongnya. Sementara Mathew sedang membuat steak daging.

Mereka pun tak banyak bicara sampai semuanya selesai.

"Hanny....!" ucap Mathew setengah teriak.

Agak aneh melihatnya. Namun mungkin ini sudah biasa bagi mereka. Makan malam sudah tersedia. Roti panggang dengan steak daging dan kentang goreng. Mungkin perutku harus benar benar adaptasi dengan makanan mereka.

"Kamu yang pimpin doa.." ucap Mathew kepadaku.

Aku pun memimpin doa kami sebelum menikmati makan malam. Hanny makan dengan lahap. Sementara Nick yang terlihat jahil sesekali menggodanya. Namun Mathew terlihat lebih banyak diam.

"Giliranmu mencuci piring malam ini Nick.." ucap Mathew lalu bangkit dari duduknya.

"Lalu tugasku apa ayah..?" tanya Hanny

"Tugasmu bermain dengan ayah..." jawab Mathew.

"Let's goooo...!!" ucap Hanny sambil tertawa riang.

Aku tersenyum melihat mereka. Lalu menumpuk piring kotor itu.

"Aku saja yang mencuci piring, malam ini memang bagianku.." ucap Nick.

"Ok, aku akan membersihkan meja.." sahut Lovy.

Ternyata mereka benar benar mandiri. Terlihat dari bagaimana cara mereka bekerja.

"Kamu mau susu coklat..?" tawar Nick.

Lovy menggeleng, "lebih baik teh hangat tanpa gula.."

"Mengapa kalian suka teh tanpa gula..?" tanya Nick sambil menuangkan susu ke dalam gelas.

"Yang jelas mengurangi kadar gula dan antioksidan yang bagus. Hampir setiap hari di Indonesia kami meminum teh.." sahut Lovy.

Nick terlihat tertarik mendengar cerita Lovy tentang Indonesia. Obrolan mereka berjalan seperti air yang mengalir. Ternyata usia Nick lebih muda tiga tahun darinya. Dan Mathew lebih tua tujuh tahun dari Nick.

Mereka masih sangat muda. Sementara Hanny berusia empat tahun. Berarti di usia tujuh belas tahun Mathew sudah menjadi ayah..

"Hei Nick, aku akan keluar sebentar. Hanny sudah tidur di kamarnya.." ucap Mathew di balik pintu lalu menghilang.

"Math memang seperti itu. Dia terkesan dingin dan cuek. Tapi sebenarnya dia penyayang. Dia abang yang sangat luar biasa dan ayah yang hebat.." ucap Nick sambil meneguk susunya yang mulai dingin.

"Math sangat suka musik. Dia suka bernyanyi dari kecil. Tapi ibuku tidak suka dia bernyanyi. Menurut ibu, penyanyi bukanlah pekerjaan yang baik.." Nick mulai bercerita.

"Lalu.., ibu kalian dimana..?" tanya Lovy.

"Ibu tinggal di Lazville, bersama pacarnya yang pekerjaannya tidak jelas.." jawab Nick.

"Jadi, Math yang membiayai hidup kalian..?" tanya Lovy lagi.

Nick mengangguk, "aku tidak ingin mengecewakannya Lovy. Cukup sudah penderitaannya.."

"Maksud kamu...?" Lovy bertanya untuk yang kesekian kalinya.

Nick tertunduk, dia menarik nafas. Matanya menerawang dan terlihat berkaca kaca. Seperti membayangkan sesuatu yang sangat menyedihkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!