Mendapat pertanyaan itu, membuatku bisa menjawab dengan mantap. "Saya akan menikahinya Pak."
Ayah menatapku secara intens. Tampak menilai keseluruhan dari diriku. Menimbang-nimbang, apa bisa mempercayakan anaknya padaku. Kemudian, beliau menghembuskan napasnya dengan berat.
"Sepertinya Aku tidak punya pilihan." Mata Ayah menerawang. Tampak sudah pasrah dengan takdir anaknya. "Lalu kapan pernikahan itu dilaksanakan?"
"Saya akan mengurus surat-suratnya terlebih dulu Pak. Mungkin butuh waktu satu minggu..."
"Semakin cepat, semakin baik. Menunggu surat selesai terlalu lama. Menikahlah kalian besok. Nikah siri dulu tidak apa-apa. Keluargamu juga tidak bisa datang kan?"
"Iya Pak. Orangtua Saya di Singapura."
"Itu juga jadi bahan pertimbangan. Tidak mungkin menikah ketika anggota keluargamu tidak ada yang bisa hadir. Keluargamu juga diterpa musibah. Kalian bisa menikah lagi setelah dia melahirkan. Tapi Kamu harus tetap urus surat-suratnya."
"Baik Pak." Aku menghembuskan napas lega. Beban di dadaku seperti terangkat begitu saja. Aku sudah mendapat dukungan keluarga Khansa. Sekarang tinggal mengikat Khansa, agar selamanya menjadi milikku.
***
Sore itu Kami langsung pergi ke kota Malang. Di sepanjang perjalanan, Ayah selalu memberi peringatan padaku. Bila Aku tidak bisa membahagiakan anaknya, maka beliau akan mengambilnya kembali. Tentu saja itu ancaman yang sangat menakutkan. Mengambil Khansa dariku sama halnya seperti mengambil hidupku sendiri. Aku tidak akan bisa menjadi pribadi yang sama lagi.
"Kamu harus cepat urus segala sesuatunya. Ayah mau, besok kalian sudah menikah. Tidak apa-apa sederhana, yang penting secara agama kalian sudah sah. Mengerti?"
"Iya Ayah." menanggapi perintah Ayah, Aku segera menghubungi Winda. Menyuruhnya untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
***
Kami tiba di kota Malang ketika menjelang Maghrib. Aku langsung membawa rombongan itu ke kosan Khansa. Aku tahu wanita itu akan sangat terkejut. Tapi Aku tidak punya pilihan lain. Satu-satunya cara untuk bisa menikahi Khansa adalah dengan meminta dukungan keluarganya.
Benar dugaanku. Malam itu menjadi drama yang panjang. Ayah memarahi Khansa habis-habisan. Wanita itu menangis sesegukan. Ingin Aku meraih tubuhnya dalam pelukan dan menenangkannya. Ayah menyuruh Khansa untuk menikahiku, tanpa bantahan. Mendengar putusan Ayah, tangisan Khansa semakin menyedihkan. Hatiku sakit melihatnya seperti itu.
Sebenci itukah Khansa padaku? Apa Aku begitu menjijikkan sehingga dia menolakku mati-matian? Apa karena sikapku yang dulu itu membuat Khansa sangat membenciku? Aku masih ingat kata-kata Khansa ketika masih SMA. Dia benci melihatku menangis.
"Sikapmu tadi malam membuatku terganggu dan muak! Hei Alex!! Bukan hanya Kamu saja yang punya masalah dalam hidup! Masalahku lebih banyak! Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan kecengenganmu itu!"
Sepertinya, Aku harus merubah sikapku. Khansa tidak boleh melihatku menangis. Tidak boleh melihatku lemah. Aku harus selalu kuat. Seolah-olah semuanya baik-baik saja. Mungkin dengan seperti itu, Khansa akan bisa mulai mencintaiku.
***
Seperti rencana yang telah dibuat Ayah, pernikahan itu benar-benar dilakukan keesokan harinya. Semuanya berjalan dengan sangat lancar. Hatiku bersorak-sorai ketika mengesahkan Khansa sebagai istriku. Tanganku gatal ingin meraihnya dalam pelukan.
Selesai ijab qabul, hari itu juga keluarga Khansa memutuskan untuk pulang. Kami mengantar kepergian mereka. Setelah keluarga Khansa pergi, Aku membalikkan tubuh. Menatap pengantinku dengan perasaan membuncah. Ingin rasanya Aku mengumumkan pada dunia mengenai keberadaannya.
Aku meraih tangannya, namun seperti biasa Khansa menepisnya. Sepertinya Aku harus menggunakan sikap tegas untuk membuat Khansa menjadi lebih penurut.
Hari itu Aku mengantar Khansa ke museum angkut. Aku benar-benar sangat bahagia. Khansa mengijinkanku untuk memegang tangannya. Melihat tangan Kami terjalin seperti itu membuatku berkaca-kaca. Hah, Aku tidak boleh seperti ini. Khansa akan illfeel bila melihatku seperti ini lagi.
Aku mengambil selimut yang kebetulan ada di mobil. Kulihat Khansa tengah menatap miniatur kapal. Dia menyilangkan kedua tangannya, tampak kedinginan. Aku benar-benar ingin memeluknya.
Ijinkan Aku memelukmu sayang. Aku tidak bisa menahannya lagi.
Aku berjalan mendekati Khansa. Kemudian Aku menyampirkan selimut pada tubuhnya. Kedua tanganku serta merta memeluknya dari belakang. Aku merasa seperti kembali ke rumah. Aroma tubuh Khansa sangat menenangkan. Membuatku sangat bahagia.
"Dingin?" tanyaku tanpa melepas pelukan.
"Le-lepaskan." suara Khansa terdengar tidak yakin. Aku tidak melepas pelukanku. Aku semakin mempererat pelukanku.
Khansa... Aku sangat, sangat sayang padamu. Aku akan membuatku bahagia. Jangan membenciku. Segera terima Aku di hatimu.
Sepanjang malam Aku selalu menggandeng tangan Khansa. Wanita itu tidak lagi menolaknya. Beberapa kali Aku mengecup punggung tangannya, mengungkapkan rasa syukurku karena dia berada di sisiku sekarang. Untuk sejenak Aku lupa pada musibah yang menimpa keluargaku. Aku hanya fokus pada Khansa.
***
Menjelang pukul delapan, Kami segera kembali ke hotel. Aku sudah menyiapkan makan malam spesial untuk kesayanganku. Mengingat porsi makannya yang banyak, Aku memesan cukup banyak makanan.
Khansa tampak terkejut dengan kejutan yang kuberikan. Aku menggodanya, bahwa kejutan itu kulakukan untuk memakannya. Khansa tampak ketakutan. Sikapnya yang seperti itu sangat lucu. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.
Setelah mandi, Kami mulai makan malam bersama. Aku melayani Khansa. Mengambilkan apapun yang dia mau. Aku suaminya Khansa sekarang. Aku bebas menunjukkan rasa sayangku padanya. Tidak ada yang bisa melarangnya, bahkan Khansa sekalipun.
Selesai makan, Aku menyuruh pelayan hotel untuk membereskan meja. Kemudian Aku kembali pada Khansa. Kulihat istri imutku sedang terkantuk-kantuk. Aku tidak bisa menahan tawaku melihatnya seperti itu.
Aku mengambil kaos kaki di dalam koper. Aku sengaja menyuruh Winda untuk membeli beberapa kaos kaki, sarung tangan dan juga syal untuk Khansa. Udara di kota Malang sangat dingin, Aku takut wanita itu kedinginan.
Aku kembali pada Khansa dan berlutut di depannya. Aku mulai memasangkan kaos kaki.
"Se-sedang apa?" suara lembut mengalun ditelingaku. Aku menengadah, menatapnya dengan sayang.
"Di sini dingin. Jangan sampai masuk angin." Aku melanjutkan memasang kaos kaki di kaki satunya. Setelah selesai, Aku kembali menatap Khansa. Mata wanita itu tampak menyipit dan tidak fokus. Sangat terlihat kalau dia kelelahan. Terang saja kalau dia lelah. Sehari ini tidak ada kata istirahat untuk Kami.
"Ngantuk?" tanyaku, yang dijawab dengan anggukan kepala. Hah, kenapa dia sangat menggemaskan? Aku sangat tidak tahan untuk mengulang malam Kami waktu itu. Tapi Khansa tampak sangat kelelahan. Sepertinya Aku harus menunda malam sakral Kami.
Aku menggendong tubuh Khansa dan mendekapnya dalam dada. Aroma tubuhnya kembali memenuhi panca inderaku. Membuatku mabuk dan ingin tenggelam dalam tubuhnya. Aku harus menahan diri.
Aku membaringkan Khansa di ranjang dan menyelimutinya. Kemudian Aku bergabung dengannya. Tanpa ragu Aku menarik Khansa ke dalam pelukan. Khansa tampak pasrah dengan perlakuanku.
"Tidurlah sayang..." ucapku sembari mencium keningnya dengan lembut.
Aku sangat menyayangimu, Khansa Aulia. Istriku, kekasihku, ibu dari anakku. Tetaplah bersamaku.
***
Happy Reading 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Be snowman
bakal ke inget terus ni sama Alex kalau pun udh tamat baca yaa wehhh baperrrr akuuu/Awkward//Awkward//Awkward/
2024-11-24
0
Marlina Prasasty
berulang² sy baca novel,suka bangat alurnya 👍🏻👍🏻😍
2024-07-10
2
Rusma Yulida
aku udah beberapa kali BLK balik baca g ngebosenin,udah tau alurnya ttp greget dgn mereka berdua adatu kurang peka satunya insicure terjebak dgn pemikiran sendiri salah paham kan berkepanjangan
2024-04-25
5