Aku membawa Diana ke Malang. Lebih mudah membiarkan Diana berada di bawah pengawasan keluarganya dibandingkan bila bersama para ART. Setidaknya keluarga lebih memahami kondisinya.
"Al, sebenarnya Kamu mau kemana sih? Mau ke Surabaya?" Diana bertanya.
"Nggak. Aku mau ke J*****."
"Mau ketemu Papa?"
"Nggak. Ada urusan yang harus kuselesaikan. Nanti Kamu kutinggalkan bersama mami dulu. Kalau urusanku selesai, Kita bisa pulang bersama."
"Kenapa Aku merasa seperti menjadi bebanmu ya? Selesaikan semua urusanmu Al. Aku baik-baik saja kok. Apalagi nantinya akan ada mami di sampingku. Jangan khawatirkan Aku."
"Kamu calon istri kakakku. Kamu juga sedang mengandung anaknya, sementara kakakku kondisinya seperti itu. Bagaimanapun, Kamu menjadi tanggung jawabku Di." Menyebut-nyebut Aaron membuat wajah Diana kembali mendung. Aku menghela napas, menyadari kekeliruan perkataanku. Aku menepuk-nepuk punggung Diana, sebagai penghiburan.
Kami sedang berada di pesawat sekarang. Beberapa puluh menit lagi Kami akan mendarat di kota Malang. Rencanaku, setelah mengantar Diana Aku akan langsung ke kota J*****. Aku akan menemui orangtua Khansa dan menceritakan semuanya. Aku berharap orangtua Khansa bisa mempercayaiku dan menunjukkan keberadaan Khansa yang sebenarnya.
***
Hari sudah siang ketika Kami menjejakkan kaki di kota Malang. Kedatangan Kami disambut dengan baik. Bahkan mama Diana terlihat sangat bahagia melihat kondisi anaknya yang tampak stabil emosinya.
"Al, Kamu yakin mau ke J***** pakai baju itu?" Diana menunjuk bajuku. Aku memperhatikan tampilanku.
"Kenapa? Ada yang salah?" tanyaku.
"Kamu ke sana untuk urusan pekerjaan apa pribadi? Kalau untuk urusan kerjaan sih nggak aneh, tapi kalau untuk urusan pribadi menurutku terlalu aneh." Aku menatap penampilanku lagi. Aku memang memakai baju formal. Setelan jas berwarna hitam dengan kemeja putih di dalamnya. Aku ingin memberikan kesan baik pada orangtua Khansa. Apa penampilanku terlalu formal?
"Kamu beneran mau langsung ke J*****? Nggak istirahat dulu?"
"Semakin cepat urusan ini selesai, semakin baik Di."
"Sebaiknya Kamu istirahat dulu deh barang sejam dua jam. Bersihkan tubuhmu dulu Al. Toh juga tidak akan terlalu malam juga kan sampai di sana." Diana melanjutkan. "Kamu bisa istirahat di kamar tamu. Bersihkan tubuhmu dulu, atau baring-baring dulu. Setelah capekmu hilang, Kamu bisa berangkat lagi." ucap Diana. Aku pikir tidak ada salahnya juga ide Diana. Aku akan membersihkan tubuhku. Setelah istirahat sejenak, Aku akan berangkat ke J*****.
Seperti saran Diana, Aku masuk ke kamar tamu dan mulai membongkar koperku. Aku mandi dan mengganti baju formalku dengan kaos dan celana pendek. Setelah itu Aku mulai tidur-tiduran. Aku berencana untuk beristirahat selama satu jam.
Aku menatap langit-langit kamar. Pikiranku berkelana pada Khansa. Berbagai peristiwa melintas dibenakku. Aku berusaha menghubungkannya satu persatu. Setelah malam itu, Khansa langsung pergi. Paginya pun dia juga tidak datang ke kantor. Bahkan Khansa memilih resign dan menghilang tanpa jejak. Apa Khansa melakukannya untuk menghindariku? Sebegitu menyesalkah dia bercinta denganku? Apa dia masih membenciku? Apa Aku sememuakkan itu? Menjijikkan? Seorang laki-laki yang tak pantas untuk bersamanya?
Memikirkan hal itu membuat hatiku sakit. Bila berhubungan dengan Khansa, Aku masih selemah itu. Aku bukan lagi seorang pria dengan kepercayaan diri yang tinggi. Aku hanyalah seorang pria yang terlalu mencintai wanitanya.
Ting... Tong... Ting... Tong...
Suara bel rumah menghentikan lamunanku. Awalnya Aku mengabaikannya, karena Aku yakin orang di rumah ini akan membukanya. Namun setelah beberapa kali berbunyi dan tidak ada sahutan orang rumah, Aku memutuskan untuk keluar dari kamar dan berinisiatif untuk membuka pintu gerbang.
Ting... Tong... Ting... Tong...
"Ya, sebentar." ucapku seraya berjalan ke arah pintu gerbang. Aku membuka pintu tanpa ada pikiran macam-macam. Mungkin saja orang dibalik pintu tamunya mamanya Diana. Itu pikiranku sebelum Aku melihat wajah itu...
Tubuhku terpaku. Mataku tertegun. Tenggoranku terasa kering. Seolah-olah semua indera di tubuhku tak lagi berfungsi. Aku melihat wanita yang selama ini kucari!! Aku melihat Khansa di depan mataku!!
"Kh-Khansa..." suara lirihan tercekik meluncur begitu saja dari bibirku. Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku menatap Khansa secara keseluruhan, dari atas ke bawah, kembali ke atas lagi. Seolah-olah pandanganku ingin menelan bulat-bulat keberadaannya. Aku menatap sesuatu yang janggal. Ada yang aneh pada tubuh Khansa. Tatapanku langsung tertuju pada perut Khansa.
DEG
Jantungku seolah-olah berhenti berdetak. Aliran oksigen serasa hilang. Aku seolah-olah lupa caranya bernapas. Otakku seolah-olah lupa caranya berpikir. Kejutan ini benar-benar menghantamku. Membuatku benar-benwr terkejut. Khansaku hamil!! Dia sedang hamil!!
Aku tidak bisa mengalihkan pandangan mataku dari perut buncit itu. Ingin memastikan bahwa Aku sedang tidak berkhayal. Ingin mencetak memori itu dalam-dalam. Khansa menyilangkan tangannya, berusaha menyembunyikan perut buncitnya dariku. Tapi terlambat!! Aku sudah melihat semuanya!!
"Siapa yang datang Al?" suara Diana membuyarkan semuanya. Aku mengacuhkannya. Pikiranku terlalu fokus pada Khansa, terutama pada perut buncitnya. Entah mengapa Aku sangat yakin kalau janin di dalam perutnya itu MILIKKU!!
Membayangkan hal itu membuat tubuhku gemetar. Aliran perasaan bahagia, euforia, kemenangan menghantamku. Kali ini tidak ada alasan Khansa akan menolakku! Aku bisa memiliki Khansa seutuhnya. Suka tidak suka Khansa harus menerimaku!
"Eh mau jatuh tuh, tangkap Al!!" suara Diana dan tubuh Khansa yang limbung menghentikanku dari lamunan. Secepat kilat Aku menangkap tubuh Khansa dan membawanya ke dalam pelukanku.
Aku menangkapmu, sayang...
***
Aku membawa Khansa ke kamar tamu dan membaringkannya di ranjang. Aku meminta Diana untuk mengambil minyak kayu putih dan mulai memijat-mijat lengannya.
Aku memperhatikan Khansa yang tengah berbaring di depanku. Rasanya masih tidak percaya dia benar-benar ada di depanku. Berkali-kali Aku mencium tangannya untuk memastikan bahwa dia benar-benar ada. Khansa benar-benar nyata. Rasanya Aku ingin menangis saat itu juga.
"Sayang, Kamu kemana saja? Aku mencari-carimu seperti orang gila..." Aku menciumi tangan dan keningnya. Aku ingin memeluknya dengan erat, membawanya ke dalam pelukanku. Betapa Aku merindukan wanita ini. Betapa Aku ingin wanita ini menjadi milikku. Betapa Aku ingin wanita ini membalas cintaku. Tubuhku gemetar menahan segala emosi yang melanda.
Tatapanku beralih pada perut Khansa. Masih tidak menyangka, benar-benar tidak menyangka bahwa kejadian malam itu akan membuat Khansa hamil. Campuran emosi kembali melandaku. Ada perasaan bahagia, haru, sedih bercampur menjadi satu. Bahagia karena Khansa sedang mengandung anakku. Khansa tidak mencoba untuk membuangnya. Dia mempertahankan janin ini. Namun di saat bersamaan perasaan sedih juga datang.
"Apa gara-gara dia Kamu menghindar dariku? Mempertaruhkan pekerjaanmu dan menghilang dariku? Apa Kamu begitu membenciku hingga menyembunyikan kehamilan ini dariku? Apa Aku benar-benar tidak pantas untuk menjadi pasanganmu? Ayah dari anakmu? Hingga Kamu tega berbuat seperti ini?" Aku memegang perut Khansa dan mengelusnya dengan lembut. Sementara tangan kananku tetap menciumi tangan Khansa.
"Tapi sayang... Kamu harus belajar menerimaku sekarang. Karena Aku tidak akan pernah melepasmu lagi." Memang terdengar egois, tapi Aku tidak bisa melepas Khansa lagi. Aku harus menjadikan wanita ini milikku, bagaimanapun caranya.
Aku berbicara sendiri. Meluapkan kerinduan di dalam hati. Sesekali Aku mencium kening dan tangannya sembari tetap mengoles minyak kayu putih di lengannya. Aku tidak peduli bila airmata mungkin saja sudah menetes dari sudut mataku. Aku hanya terlalu bahagia bisa menemukannya kembali.
Aku tengah memijat lengan Khansa ketika kulihat kelopak mata wanita itu mulai bergerak-gerak. Beberapa detik kemudian mata itu mulai terbuka. Tatapannya langsung terpaku padaku. Mata Kami kembali bertemu. Saling bertatapan dalam diam. Seolah-olah sedang melepas rindu. Aku benar-benar akan meraihnya ke dalam pelukanku sebelum suara Diana menyadarkanku.
"Sudah sadar?"
***
Happy Reading 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Khairul Azam
gimana ya mau bilangnya, alex ini klo cinta jgn cuman menduga duga yg aneh aneh, gimana khansa gak kabur soalnya diana dikabarkan nikah sama km, trs setelah kejadian itu tidak ada ucapan apa" kabar jg nggak
2025-04-13
0
Mama david
astagpiruloh al_adim ko aku greget banget ya harus nya pertemuan itu mereka bicara dari hati ke hati ini malah pada praduga masing masing kan salah paham nya jadi panjang banget.
2024-12-27
0
fujichen
harusnya ginih
Khansa:"Al kmu kmn ajh hixhix..."
alex:"sayang aku mencarimu"
2024-10-08
0