Diana benar-benar datang di saat yang tidak tepat. Kehadirannya terasa mengganggu. Aku hanya ingin berduaan dengan Khansa. Aku ingin mendekap dan tidak melepasnya lagi. Namun Aku tidak bisa melakukannya karena keberadaannya.
Diana mulai berbasa-basi, Aku mengacuhkannya. Aku hanya fokus menatap Khansa. Aku takut ketika mengalihkan pandanganku sejenak, Khansa akan kembali hilang.
"Di, bisa tinggalkan Kami dulu? Ada yang mau kubicarakan dengan dia." Aku memotong perkataan Diana yang menurutku tidak penting. Namun sepertinya hal itu digunakan Khansa untuk menghindar dariku. Wanita itu langsung beranjak dari ranjang dan melangkah keluar dari kamar dengan terburu-buru. Khansa terlihat sangat tidak nyaman dengan keberadaanku. Mungkin dia benar-benar muak padaku. Tak mau kehilangan yang kesekian kalinya, Aku mengekori Khansa. Kali ini Aku benar-benar tidak akan melepasnya.
Khansa duduk di depanku. Tatapanku tak bisa lepas darinya. Aku ingin menelannya bulat-bulat, agar dia tidak bisa pergi kemanapun lagi.
Aku memperhatikannya dengan intens. Berpuluh-puluh pertanyaan berkecamuk di kepalaku, namun Aku tidak bisa menghubungkannya satu persatu. Pertanyaan-pertanyaan itu akan berakhir pada perut buncit itu.
Setiap kali melihat perut itu perasaanku akan menghangat. Perasaanku sangat bahagia. Ingin rasanya Aku berjingkrak-jingkrak. Seolah-olah Aku ingin berkata "Yes, Aku akan menjadi seorang ayah!!" Aku benar-benar tidak bisa mengungkapkan perasaanku. Aku hanya sangat, sangat bahagia. Setidaknya Khansa tidak sebenci itu padaku. Buktinya dia mau mengandung bayiku...
Ah, setiap kali berpikir seperti itu bulu tubuhku merinding. Kini Khansa tidak akan bisa pergi lagi dariku. Anak itu akan menjadi penghubung Kami berdua. Melihat Khansa mengandung anakku membuat mataku berkaca-kaca. Aku selalu membayangkan hal ini di setiap mimpi-mimpiku. Aku dan Khansa menikah, saling mencintai, Khansa menjadi istri dan ibu dari anak-anakku, dan Kami menua bersama.
Memang saat ini urutannya menjadi salah. Tuhan memberi Kami anak dulu mungkin untuk menyatukan Kami. Mungkin ini cara lain yang Tuhan lakukan agar Kami bisa bersama. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Apapun akan kulakukan untuk membuat Khansa menjadi milikku seutuhnya. Ya, apapun.
Aku masih menatap Khansa yang tengah menjelaskan produk asuransi. Ada beberapa perkataannya yang seolah-olah mengatakan bahwa dia sudah punya suami. Perasaan marah dan ingin tertawa menguasaiku.
Apa Kamu pikir dengan berpura-pura memiliki suami membuatku percaya? Tidak sayang. Aku tidak sebodoh itu. Lihatlah perutmu itu. Itu hasil maha karyaku seratus persen!! Mungkin Aku bodoh bila menyangkut masalah perasaan, tapi Aku tidak bodoh dalam hal perhitungan. Dalam sekali lihat Aku sudah tahu kalau Kamu sedang mengandung anakku. Jadi jangan membuat alasan yang tidak masuk akal lagi. Kamu sudah masuk dalam hidup Yohan Alexander, dan Aku tidak pernah berniat untuk membiarkanmu keluar.
***
Suara Khansa yang berpamitan menyadarkanku dari lamunan. Ini saatnya. "Aku akan mengantarnya." kataku dengan tenang. Seperti yang kuduga, Khansa tampak gelisah dan tidak tenang.
"Ti-tidak perlu. A-aku bisa pulang sendiri." suara Khansa terdengar gugup dan memelas. Tapi Aku tidak peduli lagi. Aku tidak akan menyerah kali ini. Apalagi sudah ada investasiku di dalam perutnya. Aku tidak bisa membiarkannya kemana-mana.
Khansa tetap bersikukuh untuk pulang sendiri. Tidak mau berdebat, Aku memutuskan untuk ke kamar dan mengganti celana pendekku dengan celana panjang. Selesai berganti celana, Aku kembali ke ruang tamu. Jantungku kembali berdetak kencang ketika tidak kulihat Khansa di sana.
"Kemana dia?!"
"Dia sudah pulang Al. Tadi Khansa maksa pulang sendiri..." jawab Diana.
"Pinjam mobil."
"Mau menyusulnya?"
"Iya Di. Mana mobilmu? Aku pinjam!" Hah, Aku mulai tidak sabar. Aku takut tidak bisa menyusul Khansa dan wanita itu kembali menghilang.
Diana menyuruh ART untuk mengambil kunci mobil dan menyerahkannya padaku. Aku segera berlari ke garasi dan mengeluarkan mobil dengan cepat. Berharap bisa segera menyusul Khansa.
Belum lima menit berkendara Aku sudah melihatnya. Dadaku tiba-tiba sakit melihat tampilan sosok itu dari belakang. Tubuh kurus dengan perut membuncit, menyetir motor sendiri. Pikiranku melayang. Apa setiap hari Khansa seperti ini? Dengan perut buncitnya, menyetir motor menjadi agen asuransi secara door to door?
Hanya membayangkannya saja sudah membuat dadaku sesak. Pikiran-pikiran melintas di kepalaku. Bagaimana perasaan Khansa begitu mengetahui dirinya hamil? Bagaimana kehidupannya selama beberapa bulan ini? Mengapa sosoknya kembali terlihat menyedihkan di mataku? Sama seperti sosok yang kulihat ketika masih SMA.
Dimana sosok seorang manager funding? Dimana sosok percaya diri itu? Mengapa dia rela meninggalkan pekerjaan, teman dan keluarganya? Mengapa dia tidak memberitahu kehamilannya padaku? Apa itu hanya semata-mata untuk menghindariku?
Khansa, Aku sungguh tidak mengerti jalan pikiranku. Dulu Kamu sangat membenciku. Tapi mengapa ketika reuni Kamu bersedia bercinta denganku? Kenapa setelah itu Kamu menghilang? Aku sungguh-sungguh tidak mengerti dirimu.
Aku segera memepet Khansa dalam batas aman sembari mengklaksonnya untuk berhenti. Awalnya Khansa tidak mengindahkan perintahku, dia tetap memacu motornya. Aku sangat khawatir akan terjadi sesuatu padanya sehingga Aku memacu mobilku mendahuluinya dan memotong jalannya. Khansa langsung mengerem motornya. Aku menggunakan kesempatan ini untuk turun dari mobil dan menangkap Khansa.
"Ikut Aku."
"Le-lepaskan. Aku nggak mau ikut!!" Khansa terlihat memberontak. Tidak mau banyak berdebat, Aku langsung mengambil kunci motornya dan membuangnya ke tengah jalan. Setelah itu Aku langsung menggendong wanita itu.
Perasaanku sangat bahagia ketika bisa mendekapnya. Rasanya Aku ingin berada di posisi ini dalam jangka waktu yang lama. Menciumi dan mencurahinya dengan cintaku. Membuatnya juga mencintaiku.
Khayalanku masih panjang. Tapi ada hal penting yang harus kuurus lebih dulu. Yaitu, membuat wanita ini menikahiku.
Aku mendudukkan Khansa di dalam mobil. Pikiranku kembali berputar pada kata menikah. Aku memang akan menikahi Khansa, tapi mengapa situasi ini terjadi ketika posisiku seperti ini? Kalaupun Aku menikahinya (meskipun Aku tahu Khansa akan menolakku), orangtuaku pasti tidak akan bisa menghadirinya.
Dan lagi, bijakkah melakukan pernikahan ketika keluarga sedang dirundung kesusahan? Ketika nyawa salah satu keluarga menjadi taruhan? Bijakkah?
Tapi bila Aku tidak segera menikahinya, Aku takut Khansa akan lari dari hidupku lagi. Aku tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Apa yang harus kulakukan?
"I-ini bu-bukan milikmu... A-aku sudah menikah..." Suara Khansa memutus lamunan. Aku melirik kesayanganku itu. Wanita itu sedang memeluk perut buncitnya. Ingin rasanya Aku juga ikut memeluk dan mencium perutnya, mengatakan say hello terhadap bayiku. Memperkenalkan diri sebagai papanya. Tapi Aku menahan keinginan itu. Aku tidak ingin Khansa ketakutan dengan tindakan terlalu frontalku.
"Biarkan hasil test yang menjawabnya." ucapku dengan tenang. Aku yakin Khansa akan berbicara yang sebenarnya sebelum tes itu dilakukan. Cara ini hanya akal-akalanku saja untuk membuatnya mengaku. Setelah Khansa mengaku, Aku akan menjadikannya milikku.
***
Happy Reading 😙🤗
NB : Maaf yaaaa... Aku sedih liat komen kalian yang nungguin AlKhans update 🥺. Maaf ya baru bisa update skrg, kemarin terkendala EOM (End of Month), jadi pulangnya malam banget. Maaf juga kalo penulisannya kurang maksimal. Terima kasih banyak ya semuanya 🤧
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Ika Mahana
sesek bacanya
2024-09-04
0
Ningke Endengi
😍😍😍😍😍❤️😍❤️😍❤️😍❤️❤️😍
2024-06-15
0
Hanit Weran
kak, ini sakit banget kak😭
2024-05-13
1