Aku pura-pura membawa Khansa ke rumah sakit. Aku yakin cara ini akan lebih mudah untuk membuatnya mengaku. Kalaupun Khansa tidak mengaku, Aku hanya tinggal menggendong dan membawanya ke ruang pemeriksaan. Aku suka sekali merasakan Khansa ada didekapanku. Mendekap tubuh hangat dan mencium aroma tubuhnya. Sepertinya ini akan menjadi hobi baruku.
Aku menghentikan mobil tepat di depan sebuah rumah sakit. Khansa mulai terlihat gelisah. Gerak-geriknya terlihat gugup ketika bertanya tujuanku membawanya ke sana, membuatku semakin yakin seribu persen bahwa janin itu milikku!!
Aku kembali menatap Khansa. Jantungku berdegup kencang. Aku begitu gugup dan gelisah ketika berdekatan dengan wanita itu. Perasaan tidak percaya diri dan takut mendapat penolakan menghantuiku. Tapi Aku berusaha menutupi semua itu dengan bersikap tenang, dan sepertinya Aku berhasil melakukannya.
"Un-untuk apa ke sini sini?" tanya Khansa dengan suara gugup.
"Untuk memastikan bahwa dia milikku. Tapi tanpa tes pun pun aku tahu kalau dia milikku." ucapku dengan tenang. Aku menatap Khansa lekat-lekat. Berusaha untuk bersikap tenang dan menormalkan debaran jantungku yang tak karuan, ketika aku berkata. "Jadi Khansa, kapan kita akan menikah?" hanya Tuhan yang tahu bagaimana gugupnya Aku ketika mengucapkan kata-kata itu.
Khansa terlihat terkejut mendengar kata-kataku. Mungkin dia menganggapku pria gila, tapi Aku tidak peduli dengan hal itu. Yang kuinginkan hanyalah membuat Khansa menjadi milikku.
"Aku tanya kapan kita akan menikah? Mengingat perutmu yang sudah membesar, Kita harus menikah secepat mungkin..." Aku tidak bisa menahan diri lagi. Aku mendekat pada Khansa dan menyentuh perut buncitnya dengan lembut. Khansa sepertinya sangat terkejut dengan perlakuanku itu. Dia menjauhkan tubuhnya dariku.
"Jangan sentuh aku!" Khansa menepis tanganku dengan cepat. Penolakan Khansa tentu membuat hatiku sakit, tapi aku bisa memahaminya.
Aku tahu Khansa tidak akan membuat hal ini mudah. Untuk itu aku memaksanya turun dari mobil. Sepertinya aku harus menggunakan cara lain untuk membujuknya. Ketika Khansa menolak untuk turun, Aku menggendong dan membawanya melewati parkiran. Mungkin dengan cara seperti itu akan membuat Khansa lebih cepat mengaku. Seperti dugaanku Khansa mulai berteriak-teriak. Wanita itu lebih mementingkan rasa malu dibanding harus menghindar dari pertanyaanku. Aku mulai menekan Khansa untuk menjawab pertanyaanku. Akhirnya wanita itu setuju untuk menjawab pertanyaanku.
Aku kembali membawanya ke mobil, kemudian aku mendudukkannya dengan nyaman. Aku mulai bertanya satu pertanyaan yang ingin kudengar jawaban dari mulutnya. Meskipun aku yakin jawaban itu akan sesuai dengan apa yang ku prediksi.
"Dia milikku. Benar begitu?"
"Hem." Satu jawaban Khansa yang tak lebih dari deheman itu seolah-olah membuatku menjadi pria paling bahagia. Aku ingin berlari ke jalanan dan berteriak. Memberitahu seluruh dunia bahwa Khansa sedang hamil anakku. Aku akan menjadi seorang ayah!! Tapi tentu saja Aku menahan diri. Aku tidak ingin Khansa melihatku sebagai pria barbar.
Aku menatap Khansa lekat-lekat. Aku ingin meraihnya dalam pelukan, menghadiahinya dengan ciuman dan mengucapkan terima kasih kepadanya karena dia sudah bersedia untuk mengandung anakku. Aku harus menahan diri. Tunggu sampai Khansa sah menjadi milikku, maka Aku akan bisa menyentuhnya sesuka hati.
Dalam bayanganku, Aku akan menyatakan cinta pada Khansa kemudian wanita itu akan membalas perasaanku. Kami mulai menjalin hubungan. Setelah beberapa saat berlalu, Aku akan melamar Khansa. Aku akan melamarnya dalam suasana romantis, dengan disaksikan oleh keluarga dan teman-teman terdekat Kami. Namun sepertinya rencana itu tidak bisa terealisasi. Semua rencana menjadi berantakan. Khansa sudah hamil besar. Keluargaku sedang diterpa kemalangan, sementara Aku juga belum menemui orangtua Khansa. Aku akan men-skip rencana lamaran romantis itu. Aku sedang dikejar-kejar waktu.
"Lalu, kapan Kita akan menikah?" pertanyaan itu kembali meluncur dari mulutku. Khansa terkejut mendengar pertanyaanku. Dia menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab.
"Aku tidak mau menikah denganmu."
DEG
Sengatan sakit di dada kembali menggerogotiku. Namun Aku tetap memaksakan diri untuk bertanya, "Kenapa?"
"Aku tidak bisa menikah denganmu, karena Aku tidak mencintaimu."
DEG
Tiba-tiba Aku merasa dunia mulai pias. Ucapan itu terlalu menyakitkan untuk didengar. Hatiku sakit seperti ditusuk-tusuk oleh duri. Dadaku ikut terasa sakit. Mataku mulai panas. Terpaan kekecewaan menerjangku terlalu kuat. Aku memegang kemudi kuat-kuat, mencegah diriku untuk tidak menangis dan memohon Khansa untuk mencintaiku.
Aku tahu Khansa tidak mencintaiku. Namun mendengar pernyataan itu keluar dari mulutnya sungguh membuatku tidak bisa bangkit lagi. Seolah-olah Aku kalah sebelum pertempuran ini dimulai.
Aku mengatur napas, berusaha merilekskan tubuhku. Aku harus bisa berpikir jernih dan menebalkan muka di kondisi saat ini. Aku tidak boleh terlalu terbawa perasaan. Meskipun Aku tahu Khansa tidak mencintaiku, tapi Aku harus tetap menjadikan wanita itu milikku. Apapun akan kulakukan untuk memililikinya, meskipun dengan cara pengecut sekalipun.
Tiba-tiba Aku teringat laporan Dino beberapa bulan yang lalu. Orangtua Khansa tidak tahu kalau Khansa sudah resign dari pekerjaan dan meninggalkan Surabaya. Itu artinya Khansa juga menyembunyikan kehamilannya dari keluarganya. Bingo!! Aku sudah menemukan kelemahannya!! Kalau Aku tidak bisa memaksa Khansa untuk menikahiku, maka hanya orangtuanya yang mampu. Ide briliant. Aku ingin memuji-muji otak cerdasku saat ini.
***
Di jalan Kami memperdebatkan beberapa hal. Aku memaksa Khansa untuk memberitahu tempat tinggalnya. Wanita itu bersikeras untuk tidak memberitahunya. Dengan iseng Aku membawa Khansa ke salah satu hotel terdekat. Seperti yang kuduga, wajah Khansa langsung berubah ketakutan. Ingin rasanya Aku tertawa melihat tingkahnya. Apa dia pikir Aku akan memperkosanya? Khansa benar-benar lucu.
Pada akhirnya wanita itu memberitahu alamat kosannya. Aku tersenyum penuh kemenangan. Banyak hal yang harus kulakukan. Aku sudah menyuruh Winda agar segera datang ke Malang. Aku akan menyuruh Winda untuk menjaga Khansa, sementara Aku akan ke kota J***** untuk bertemu dengan orangtua Khansa. Aku harus bergerak cepat sebelum wanita itu kembali menghilang dari hidupku lagi.
Di sepanjang perjalanan menuju kosan, kulihat Khansa kelaparan. Aku menghentikan mobil di depan para pedagang lima yang berjejer di pinggir jalan. Khansa tampak memesan beberapa macam makanan. Aku takjub melihatnya.
"Jangan terlalu banyak makan, nanti perutmu sakit." ucapku karena terlalu khawatir dengan porsi makannya yang banyak.
"Kalau Aku kurang makan, perutku akan sakit." Khansa menjawab sembari menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. Hatiku nyeri mendengar jawabnya. Apa selama beberapa bulan ini dia seperti ini? Apa bayiku menyusahkannya? Apa kehamilan ini benar-benar menyulitkannya?
Terpaan rasa bersalah kembali bersarang di dadaku. Andaikan Aku mencari Khansa dengan lebih cepat, mungkin wanita ini tidak akan terlalu lama menjalani masa kehamilan dalam kesendirian. Aku benar-benar laki-laki tidak berguna!! Aku merasa sangat bersalah.
***
Happy Reading 😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Erna Yunita
lebay sangat kau bang kardus/Scream/
2024-08-31
0
Ayu Btfl
karyanya kak erka bagus" aku suka. aku udah baca
2024-08-13
0
Wiji Lestari
Ya Allah bisa trenyuh aku baca novel mu Thor mengaduk2 perasaanku
2023-09-23
0