Pratiwi

Sena yang tadinya gelagapan sekarang langsung tertawa lega melihat sang musuh tergeletak tak bergerak, “Ha ha ha ha … ****** kau! Mampussss!!” katanya puas.

Pallawa siuman dan langsung melihat tubuh Nata yang kini sudah tak sadarkan diri. Darah terus mengalir dari luka potong di lengannya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir rasa pening akibat dihajar sang pendekar bertopeng. Namun ia juga enggan mendekat untuk melihat keadaan temannya yang sekarang tangannya kutung satu tersebut.

Ia malah mengangguk ke arah Sena untuk memberikan isyarat agar mereka berdua mendekat ke arah si pendekar bertopeng yang setengah tertelungkup. Tak ada tanda-tanda kehidupan.

“Mampusss …. Modarrrr ….!” Ujar Sena berulang-ulang.

Kepuasannya tampak berlebih-lebih. Ini karena mereka yakin bahwa orang yang dihadapi ini adalah memang benar pendekar pilih tanding, mungkin memang Pendekar Topeng Seribu adanya. Bagaimana tidak, selain berhasil memapras putus tangan Nata, ia berhasil mengelak dari semua paku yang dilemparkan ke arahnya dengan gesitnya. Bahkan sampai habis persediaan paku beracun Nata, hanya tiga buah paku yang berhasil menancap ke wajah pria muda bertopeng ini. Nata membayangkan bila saja Jayaseta berhasil mendekat tadi, habis sudah ia bakal dihajar habis-habisan dengan.

Sena menggunakan kakinya untuk membalikkan tubuh Jayaseta, namun segera dicegah Pallawa, “Tunggu, Sena! Kita harus tetap berhati-hati. Barangkali ia masih hidup.”

“Apa katamu, Pallawa? Ha ha ha … kau benar-benar ketakutan setengah mati dengan orang ini ya ternyata? Racun kita sangat kuat, cepat dan ganas, sehingga siapapun yang terkena tak akan dapat bertahan hidup lebih dari sepuluh hitungan. Apalagi kau lihat sendiri, wajahnya yang tertancap jarum-jarum sakti kita. Salah sendiri dengan bodohnya ia menantang kita untuk membidik wajahnya. ****** dia sekarang!” ujar Sena masih dengan menggebu-gebu.

Ia pun kembali menggunakan kakinya untuk membalikkan tubuh Jayaseta. Tepat pada saat itulah ia merasakan tulang keringnya berderak. Jayaseta menghajarnya dengan siku dalam keadaan setengah telungkup. Kemudian sama persis dengan gerakan yang ia lakukan di geladak kapal beberapa hari lalu, dengan satu tangannya yang lain untuk menopang tubuhnya, Jayaseta melesatkan dua tendangan ke kedua dagu musuh-musuhnya dengan begitu cepat dan bertenaga.

Akibatnya benar-benar luar biasa, tubuh Sena jatuh menghajar meja-meja jati, sedangkan tubuh Pallawa menabrak dinding gedek warung dan membobol dinding, terlempar ke luar.

Sekarang Jayaseta dapat mendengar dan melihat kerumunan orang sudah menunggu di luar. Jayaseta melepaskan topeng panjinya. Topeng panji berwarna putih bersih itu telah retak di berbagai sisi. Bahkan sebentar lagi sudah akan pecah dan tak bisa terpakai lagi. Tiga buah paku beracun menancap dan merusakkannya namun tak berhasil menyentuh kulit wajahnya.

Memang jurus Jarum Bumi Neraka bukan jurus biasa, bukan sekadar melempar senjata rahasia, namun hasilnya begitu mengerikan. Ia harus mencabut kata-katanya mengenai kehabatan kelompok ini. Jayaseta tadinya cukup kelabakan menghadapi jarum-jarum tersebut. Lemparan mereka begitu mengerikan dan membahayakan banyak orang di luar warung ini.

Untung Jayaseta berhasil menggoda Sena untuk menyerang ke arah wajahnya. Ia sudah berhasil menakar kemampuan lemparan paku-paku tersebut dan memperkirakan jarak yang berbahaya. Ia sengaja memburu Sena dengan maju begitu cepat, sehingga sudah diperkirakan Sena akan keteteran dan menyerang dengan segala usaha dan upaya terakhirnya untuk menghindari serangan Jayaseta. Kata-kata terakhir Jayaseta berhasil menempel di otak Sena sehingga ketika Jayaseta menghambur ke arahnya dengan cepat, Sena akan memusatkan serangan di wajah Jayaseta.

Jayaseta memang pendekar cerdas dan di atas rata-rata, bahkan bagi para pendekar lain sekalipun. Topeng kayunya memang sengaja ia gunakan untuk menyambut paku-paku tersebut. Sebelumnya ia sedikit melonggarkan topeng dari wajahnya agar paku-paku tersebut menancap di topeng tanpa mengenai wajahnya. Ternyata memang tanpa dilonggarkan pun, paku-paku tersebut memang tidak berhasil menggapai wajah Jayaseta walau berhasil merusakkan topeng. Kemudian saatnya ia berpura-pura terkena paku-paku beracun tersebut. Dengan setengah telungkup ia berhasil mendekati kedua musuhnya dan melumpuhkan mereka.

Jayaseta membuang topeng panjinya, melepas ikat kepalanya dan mengenakannya kembali untuk menutupi mulut dan hidungnya sebagai cadar, karena topeng panjinya jelas sudah tidak mungkin dikenakan lagi.

Ia pergi keluar.

Di luar matahari bersinar terang. Banyak orang, perempuan dan laki-laki, bahkan tua dan muda sudah berkerumun. Mereka tidak memperhatikannya. Ada satu pemandangan yang tidak diduga oleh Jayaseta.

Pallawa yang tadi ia hantam membobol dinding warung sekarang sudah berdiri di belakang seorang perempuan muda. Wajah Pallawa yang berlumuran darah muntahannya sendiri tersembunyi di balik wajah si perempuan muda yang begitu ketakutan. Tangan kiri Pallawa melingkar di pinggang sang gadis, sedangkan tangan kanannya memegang paku hitam kelam yang ditempelkan di leher sang gadis.

“Uhuk, uhuk … mundur kau ********! Mundur jauh-jauh kalau tidak ingin perempuan ini mati keracunan kurang dari sepuluh hitungan,” Pallawa mengancam Jayaseta.

Itulah sebabnya perhatian orang-orang tidak tertuju pada Jayaseta, namun melihat ketakutan pada orang yang menyandera salah satu gadis mereka. Sekarang orang-orang dengan wajah campuran antara takut, benci dan memohon saling bergantian menatap Jayaseta dan Pallawa serta gadis itu.

“Apa yang membuat kau merasa aku peduli dengan perempuan itu?” ujar Jayaseta menantang.

“Uhuk, uhuk … ha ha ha .. uhuk, uhuk. Kau adalah Pendekar Topeng Seribu yang tersohor se-Jawadwipa. Pendekar golongan putih yang membantu orang-orang yang dizhalimi. Sudah jelas kau tidak, uhuk … uhuk … mau mengorbankan gadis tak berdosa ini. Dan jangan kau ragukan aku, Pallawa, salah satu anggota kelompok Jarum Bumi Neraka. Aku tak akan ragu menghabisi siapapun yang menghalangi niatku!”

Semua orang berteriak tertahan. Mereka sudah mendengar nama Pendekar Topeng Seribu yang terkenal baik dan membela kaum yang lemah, dan mereka sudah mendengar pula gerombolang Jarum Bumi Neraka yang bengis dan melakukan apapun demi harta dan jabatan kehormatan. Sekarang mereka melihat dengan mata kepala sendiri kedua nama besar itu. Jayaseta makin terbebani manakala berpasang-pasang mata memohon padanya.

“Buka cadarmu, buka penutup mulutmu hai pendekar. Biar aku bisa sekali lagi melihat wajah musuhku yang tidak berdaya ini, ha ha ha ha, uhuk .. uhuk … ha ha ha,” lanjut Pallawa.

Jayaseta tak bisa berbuat apa-apa. Kesalahan besar adalah ia tidak menyerang Pallawa dengan cukup kuat sehingga ia masih hidup.

Sang gadis muda yang ia taksir berumur empat belasan tahun ini sudah benar-benar ketakutan. Air matanya terus membasahi pipinya. Suaranya tak berani keluar, membuat suara tangis dan teriakan yang tertahan. Sang gadis masih terlihat sangat muda dan lemah, Jayaseta tak sampai hati. Bukan karena si gadis memang menarik dan cantik, walau itu ia benarkan, tapi ia adalah orang yang tak berdosa yang sedari tadi sewaktu bertarung telah habis-habisan ia hindari dan cegah.

Jayaseta membuka penutup mulutnya dan membuang kain itu ke tanah. Semua nafas tertahan. Beberapa orang berbisik-bisik mengatakan kepada yang lain bahwa mereka mengaku pernah melihat orang ini di pelabuhan dan pasar beberapa hari yang lalu. Mereka tidak menyangka bahwa ia adalah seorang pendekar yang sakti mandraguna. Beberapa malah berbisik-bisik tanpa malu mengakui ketampanan sang pendekar yang berdiri di depan mereka ini.

Sang gadis sudah semakin ketakutan. Ia adalah benar-benar seorang gadis desa yang sederhana. Ia hanya mengenakan jarit atau kain yang dililitkan ke tubuhnya, tanpa mengenakan sabuk atau perhiasan lain. Bahkan di rambutnya yang tergerai panjang, ia juga tidak menghiasnya dengan barang apapun, sukuntum bunga sekalipun.

Jayaseta tiba-tiba melihat Almira di tangis si gadis.

Sial, pikir Jayaseta. Mengapa ketika melihat seorang gadis yang menangis semua kekuatannya seperti menguap ke udara? Jayaseta sama sekali tidak berkutik.

“Sekarang lepaskan gadis itu dan kau bisa bebas pergi dari sini,” ujar Jayaseta kemudian.

“Ha ha ha ha, uhuk ..uhuk … hoekkk …,” Pallawa memuntahkan darah tepat di samping tubuh sang gadis. Tak pelak sang gadis berteriak-teriak ketakutan.

“Kau pikir setelah melukaiku seperti ini aku semudah itu pergi lari, heh? Bodoh … bodoh! Kebodohanmu itulah yang akan membunuhmu. Terimakasih sudah memperbolehkanku melihat wajahmu sekali lagi sehingga aku ingat bagaimana rupa Pendekar Topeng Seribu yang berhasil kubunuh!”

Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Pallawa mendorong sang gadis sehingga rubuh menggelosor ke tanah.

Jayaseta sama sekali tidak siap, pikirannya kacau, sehingga ia tak mempersiapkan kemungkinan yang ada. Sedangkan Pallawa sudah membidikkan Jarum Bumi Neraka beracun satu-satunya itu ke tubuh Jayaseta tepat ketika pikirannya terpusat pada sang gadis.

***

“Nama hamba Pratiwi, tuan muda,” ujar si gadis yang berhasil diselamatkan Jayaseta sambil menunduk. Airmatanya sudah habis dihapus. Walau kulitnya hitam manis, wajahnya bersih dan sudah mulai bersinar. Warna merah segar sudah muncul di wajahnya yang dalam keadaan berbahaya tadi gelap dan kelam karena rasa takut yang sangat.

“Adinda tidak apa-apa?” tanya Jayaseta.

Yang dipanggil adinda pun tersipu malu dan melirik Jayaseta sebentar kemudian tersenyum dikulum, “Hamba baik-baik saja tuan muda. Terimakasih sudah menyelamatkan hidup hamba. Hamba tidak tahu harus membahas dengan apa. Hamba hanya hamba sahaya, tidak memiliki harta apapun yang dapat hamba persembahkan bagi tuan muda.”

“Tidak perlu adinda. Adinda Pratiwi sudah berhasil terselamatkan saja aku sudah senang,” jawab Jayaseta.

Jayaseta yakin bahwa gadis yang bernama Pratiwi ini memang usianya lebih muda dari dirinya. Itulah sebabnya mengapa ia memanggilnya adinda. Namun tanpa dirasakan dan diketahui Jayaseta, Pratiwi merasakan gejolak luar biasa di dalam dadanya. Bergemuruh bagai ombak yang menerpa bebatuan karang. Hampir saja Pratiwi pingsan dibuatnya, Apalagi ketika wajah Jayaseta begitu dekat dengannya untuk menanyakan keadaannya.

Pratiwi begitu lega karena nyawanya berhasil diselamatkan. Padahal sebenarnya yang menyelamatkan toh bukan benar-benar Jayaseta. Tepat ketika Jayaseta kehilangan pemusatan pikirannya dan Pallawa siap melesatkan paku beracunnya, bilah melengkung ginunting menembus dada Sena dari belakang. Bilah pedang yang berbentuk seperti paruh burung tersebut melesak masuk menembus daging dan tulang Sena dan membuatnya mendelik terkejut sekaligus kesakitan tiada terperi.

Jayaseta tak kalah kagetnya. Ginunting yang ia kenal dengan baik milik Katilapan memang berada di tangan sang empunya yang entah kapan dalam waktu yang sangat menentukan berhasil melesakkan senjatanya ke dada sang lawan sebelum Sena melemparkan paku terakhir itu ke arah Jayaseta. Jayaseta walau sebagai seorang pendekar muda pilih tanding juga tidak bisa tidak pasti memiliki banyak kelemahan. Harusnya ia selalu awas ketika sedang lawan tanding dengan musuh, apalagi musuh yang berniat membinasakannya.

Namun apa daya, seorang perempuan muda, korban yang tidak bersalah menjadi taruhannya. Sebagai hasilnya, pikirannya pun tidak lagi terpusat dan ia menjadi lengah. Kedatangan Katilapan yang tiba-tiba berhasil menyelamatkan nyawanya.

Kedua mata Sena yang membeliak lebar menatap beringas kepada Pratiwi. Jayaseta kembali awas, barangkali di ambang kematiannya, sudah tidak mungkin untuk menyerang Jayaseta. Sena dapat saja berpikiran untuk sekalian membunuh perempuan muda tak berdosa itu sekadar untuk melimpahkan kemarahan dan kekecewaannya karena gagal membunuh Jayaseta. Dengan membunuh korban yang berusaha Jayaseta lindungi mungkin dapat membuatnya tenang walau harus pergi ke neraka sekalipun.

Tentu saja Jayaseta tidak dapat tinggal diam. Katilapan dan ginunting nya yang menembus tubuh Sena ternyata masih tak dapat membungkam Sena selamanya maka Jayaseta pun menghambur maju bagai burung alap-alap. Ia merenggut tangan kanan Sena yang masih menggenggam erat paku beracun Jarum Bumi Neraka, kemudian memelintir lengan itu dan menancapkan paku tersebut ke mata kiri Sena, melesakkannya dalam-dalam di sana. Sena tak sempat berteriak, tusukan ginunting dan racun dari pakunya sendiri kali ini benar-benar mengirimnya ke alam baka kurang dari sepuluh hitungan.

Setelah itu Jayaseta menarik nafas lega. Tidak ada perasaan apapun di dalam hatinya selain perasaan tenang karena Pratiwi berhasil terselamatkan. Tidak ada orang tak bersalah yang menjadi korban hari ini walaupun didapati kemudian Nata yang tangannya telah kutung sebelah berhasil ditatih Pallawa diam-diam melarikan diri meninggalkan medan pertarungan yang mereka yakin tidak mungkin dimenangkan. Sedangkan Katilapan berdiri disamping rekan-rekannya setelah mengelap darah dari ginunting nya. Semua anggota prajurit tukang pukul bayaran yang berada di kapal bersamanya tertawa sumringah.

“Nampaknya kita masih berjodoh, Jayaseta,” ujar Karsan yang kini telah berbusana yang mencirikannya sebagai orang dari tanah Melayu, sarung melilit di pinggangnya, selembar baju sutra hijau dan tentu saja ikat kepala tinggi. Sedangkan busur bambu pendeknya tersampir di pinggang kiri bersama dengan anak-anak panahnya.

Jayaseta menggelengkan kepalanya kemudian tersenyum, “Terimakasih kakang-kakang sekalian, terutama kau kakang Katilapan karena sudah menyelamatkan nyawaku.”

Yang disebut namanya juga menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata dengan sungguh-sungguh, “Itu sama sekali bukan bantuan, Jayaseta. Engkau sendiri pun dapat menyelesaikan pertarungan ini. Aku hanya gemas melihat orang dungu yang menggunakan perempuan dan orang-orang tak berdosa sebagai tameng. Aku benci pengecut semacam itu.” Keakraban kilat yang terjadi di atas geladak kapal beberapa waktu, sudah membuat para anggota prajurit tersebut memanggil Jayaseta dengan namanya, tidak lagi dengan sebutan pendekar, kisanak atau anak muda.

Jayaseta kembali tersenyum, mengangguk kepada Badra pamannya dan semua anggota para prajurit tukang pukul kapal yang kini berada di darat bersamanya.

“Apa yang kalian lakukan disini?” tanya Jayaseta tidak dapat menahan rasa penasaran dan terkejutnya.

“Sudah kukatakan bahwa kita masih berjodoh,” ujar Karsan sembari tersenyum.

“Kami memutuskan untuk ikut turun sebentar ke darat, le,” ujar Badra sang paman.

“Ya, sebenarnya kami yang penasaran dengan apa yang bakal terjadi dan bagaimana kau memberi pelajaran pada orang-orang kurang ajar yang membuatmu terkatung-katung di lautan, Jayaseta ... Hahaha ..., ” sambung Narendra sang pendekar tombak trisula pendek.

Tiba-tiba Pratiwi menyela, “Tuan muda, hamba mohon tuan muda dapat menerima barang sekadarnya dari hamba. Hamba sadar ini bukan seberapa, namun hanya ini yang hamba miliki,” Pratiwi menyerahkan selembar kain berwarna putih gading. Sandang ini sangat sederhana, namun melihat nasib pakaian dan buntalan kulitnya, Jayaseta mau tidak mau merasa lega dan berterimakasih.

Beberapa waktu yang lalu Jayaseta dan rombongan membongkar-bongkar kedai makan milik ketiga kelompok Jarum Bumi Neraka, Jayaseta tidak dapat menemukan tas buntal kulit miliknya serta pakaian yang ada di dalamnya. Mungkin benda-benda itu tidak dianggap berguna, sama seperti topeng-topengnya. Sedangkan uang kepengan emas dan perak, Jayaseta sengaja mengambil saja langsung dari simpanan uang-uang milik warung tersebut. Ia menghitung sampai pas sejumlah uang yang ia miliki, tidak kurang, tidak lebih. Jayaseta kemudian juga mengmbil tiga buah cakram miliknya dan sudah ia simpan kembali di atas kepalanya.

Jayaseta senang dengan selembar kain sederhana yang diberikan Pratiwi. Ia memerlukannya untuk perjalanan panjangnya. Kain putih gading tersebut ia lingkarkan di lehernya untuk menutupi bagian dada. Di dalam perjalanan kelak, selembar sandang itu sangat berguna untuk melindunginya dari sinar matahari yang menyengat atau dingin yang menggigit. Kadang Jayaseta hanya melingkarkan kain itu di pinggangnya untuk memudahkannya bergerak, terutama bila harus kembali menggunakan kemampuan silatnya menghadapi lawan-lawanya.

Pratiwi tersenyum malu-malu melihat Jayaseta yang sekarang semakin tampan dan gagah, walau hanya selembar kain menutupi dadanya. Ia berharap Jayaseta dapat mengenangnya terus dalam perjalanannya, hingga bila suatu kala dapat bertemu bila jodoh memungkinkan.

Pratiwi telah menjelaskan panjang lebar bahwasanya ia berasal dari desa di dekat sini yang mencari penghidupan dengan berjualan kain di pasar. Ia hanya tinggal berdua dengan sang ibunda yang juga harus mencari penghidupan dengan bekerja di tempat lain. Tidak ada kejadian menarik apapun yang terjadi hari ini sampai ia hampir terbunuh bila tidak diselamatkan Jayaseta dan rombongannya. Cukup mengherankan bagi Jayaseta, untuk seorang penjual kain, Pratiwi termasuk orang yang sederhana dilihat dari sandang yang ia kenakan. Mungkin kesederhanaan itulah yang membuat Pratiwi menjadi seorang gadis yang menarik di mata Jayaseta.

“Terimakasih adinda Pratiwi. Aku akan melanjutkan perjalanan. Bila suatu kali aku bertemu dengan adinda kembali, aku tidak akan lupa kebaikan yang telah adinda berikan,” ujar Jayaseta sembari tersenyum. Pratiwi kembali tersenyum simpul, kemudian menghaturkan sembah sekali lagi kepada Jayaseta.

Terpopuler

Comments

akp

akp

cie habis Almira sekarang Pratiwi suit suit

2022-06-02

3

Oed Jank

Oed Jank

Salam kenal kisanak..

Ijinkan sy menjadi pembaca kisah mu... 🙏

Oya, yang dilempar keluar kedai oleh Jayaseta,
Pallawa atau Sena ya?

2022-05-16

2

Sis Fauzi

Sis Fauzi

best novel

2022-02-02

3

lihat semua
Episodes
1 Nio Hongko
2 Nio Kongsing
3 Pendekar Bertopeng Panji
4 Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5 Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6 Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7 Wejangan
8 Perjalanan ke Mataram
9 Perampokan Seorang Saudagar Arab
10 Si Lebah Siluman
11 Almira
12 Mataram di Mata Jayaseta
13 Kedai Makan
14 Di Atas Kapal
15 Pertarungan
16 Kali Bisaya
17 Sang Pemimpin
18 Jarum Bumi Neraka
19 Pratiwi
20 Kesultanan Banten
21 Jalan Setapak
22 Sarti
23 Lima Iblis Pencium Darah
24 Betawi
25 Budak
26 Pisau Terbang Penari
27 Rajah Garuda Sentanu
28 Serdadu
29 Bandar Niaga
30 Pertarungan di Tanah Merah
31 Rapier & Saber
32 Selipan
33 Badranaya
34 Katana
35 Dua Benteng Pertahanan
36 Jigen
37 Ceruk
38 Bubuk Api
39 Lembing
40 Trisula
41 Sundang Majapahit
42 Jemparing
43 Gandhewa Pamenthaning Cipta
44 Di Grassi
45 Candrasa
46 Lamina
47 Tameng
48 Meester
49 Usadha
50 Zhen Jiu
51 Jalir
52 Caping
53 Sang Kudi Langit
54 Semarang
55 Bangkui Sakti
56 Jung
57 Topeng Ireng Lokajaya
58 Bajak Laut
59 Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60 Kulao Bassi
61 Silat Sepapan
62 Rujakpala
63 Si Gelembung Lotong
64 Jurus Badai di Tengah Samudra
65 Perlawanan
66 Tupas
67 Caluk
68 Topeng Buta Merah
69 Sang Penyair Baka
70 Wedhung
71 Lau Siufan
72 Pemabuk
73 Sàam Kûn-thâu
74 Bumi Sukadana
75 Kedai
76 Nukilan
77 Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78 Cindai
79 Silat Gayong
80 Dara Cempaka
81 Hulubalang
82 Kasmaran
83 Silat Pattani
84 Pendekar Paripurna
85 Sirih
86 Arak
87 Wadon
88 Mensa dan Jogo do Pau
89 Obor
90 Rajah Kembang Kenanga
91 Sahabat
92 Kesabaran
93 Pengayau
94 Orang Darat
95 Bunga Terung
96 Damek
97 Kinyah
98 Sanaman Mantikei
99 Antang Menukik
100 Pendekar
101 Asap
102 Tenaga Dalam
103 Lumpur
104 Air Mata
105 Perwira
106 Dim Mak
107 Dipan
108 Pendekar Harimau Muda Kudangan
109 Naibor
110 Jajal Ilmu Kanuragan
111 Silek Harimau
112 Sarung
113 Marabahaya
114 Kepala
115 Bangkui Sakti Memecah Buah
116 Agukng
117 Do Terbang
118 Krontjong
119 Adat
120 Yulgok
121 Sembuh
122 Janji
123 Nan Sarunai
124 Man Da U
125 Ma Ying
126 Pola
127 Jipen Kumang
128 Bumi Kenyalang
129 Jukung
130 Muyejebo
131 Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132 Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133 Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134 Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135 Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136 Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137 Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138 Tawur
139 Pedang Pekir
140 Latok
141 Jarum
142 Ilmu Sihir
143 Merlin
144 Cuca Bangkai
145 Tali Jerami dan Akar Tanaman
146 Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147 Khun Wanchay Na Ayutthaya
148 Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149 Sabba
150 Pengait
151 Buntung
152 Kesultanan Johor-Riau
153 Tersohor
154 Fong Pak Laoya
155 Hio
156 Hulubalang Harimau Laut
157 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159 Sempalan
160 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167 Kocar-Kacir
168 Jala Jangkung
169 Mata Uang Emas
170 Peudeung
171 Jurus Berpasangan
172 Mossak Toba
173 Lasara
174 Lempengan
175 Pisau Tiuk
176 Tombak Dapur Brongsong Pengait
177 Tusukan Kilat Pelebur
178 Para Penembak
179 Kapal Dagang Melayu
180 Fortaleza de Malaca
181 Gerbang
182 Tempat Arak dari Bambu
183 Colhona
184 Warangan
185 Tujuh
186 Melarikan Diri
187 Mulut Pelabuhan
188 Labbiri
189 Empat Harimau Gayong Melayu
190 Sang Harimau Kedah
191 Sang Harimau Terengganu
192 Sang Harimau Kelantan
193 Desas-Desus
194 Sang Harimau Pattani
195 Dua Utas Tali Jerami
196 Silat Tomoi
197 Pelajaran Pertama - Burung Api
198 Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199 Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200 Pelajaran Keempat - Terpancing
201 Topeng Penthul Tembem
202 Terikat
203 Paruh Baya
204 Dewa Langkah Tiga
205 Jati Diri
206 Keyakinan
207 Terlontar
208 Tiga
209 Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210 Lethwei Thaing
211 Keris Berhulu Anak Ayam
212 Padang Rumput
213 Putus Terpenggal
214 Topeng Iblis Khon
215 Daab
216 Gumunan, Kagetan
217 Krabi Krabong
218 Ayodya
219 Cahaya Bulan
220 Memanen Nyawa Musuh
221 Kotak Kayu
222 Phi Ying Praphet Song
223 Semilir
224 Arthit si Muay Paak Klang
225 Muun Met Mat
226 Amin
227 Pangkal Ibu Jari
228 Tawaran
229 Biksu
230 Kitiran
231 Ringkikan Kuda
232 Ngao
233 Ruang Sempit
234 Dunia Baru
235 Harga Diri
236 Sosok yang Sangat Mengerikan
237 Membaca Gerakan Lawan
238 Lancaran Melayu
239 Kekang Kuda
240 Perompak Đại Việt
241 Perahu-Perahu
242 Logam-Logam Pengait
243 Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244 Buritan
245 Bagian Tengah Kapal
246 Beringas
247 Tiga Kapal Pedagang
248 Sabetan Panjang
249 Annam
250 Menerkam Dalam Diam
251 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258 Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260 Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262 Kejayaan dan Kepuasan
263 Cuilan
264 Jaka Lelana
265 Mulut Terbuka Menganga
266 Menahan Laju Tunjaman
267 Lembing Bambu Runcing
268 Mengirimkan Rasa Takut
269 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270 Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271 Apa Mau Dikata
272 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273 Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277 Thai
278 Lâm
279 Tertambat
280 Karat Darah
281 Berdarah Murni
282 Mendengar Langkah Musuh
283 Ancaman Nyata
284 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285 Sosok Gelap
286 Lempengan
287 Pelempar
288 Sinar Jingga
289 Mandala
290 Perintah
291 Racun
292 Ledakan
293 Pengecut
294 Cakar
295 Ban Yipun
296 Darah
297 Tanpa Basa-Basi
298 Nakhon Si Thammarat
299 Di Tepi Sungai
300 Orang Champa
301 Harimau Siam
302 Tumbang Menjadi Mayat
303 Lebam Membiru dan Menghitam
304 Patah
305 Sekarat
306 Bokator
307 Pelataran
308 Orang Asing
309 Sudiamara
310 Timur
311 Berita
312 Kesanga
313 Rencana
314 Tengger
315 Korban Pertama
316 Cemeti
317 Kuda
318 Payung Pertahanan
319 Harimau Putih Menggasak Bumi
320 Murka
321 Seutas Tali
322 Saka Guru
323 Cabai
324 Sake
325 Rua Mat
326 Garis Nasib yang Serupa
327 Penjelasan
328 Kemungkinan Selalu Ada
329 Lengan Menyilang
330 Jauh dari Kata Selesai
331 Perhatian Besar
332 Merembes
333 Arquebus
334 Membungkuk Siap Terlontar
335 Rencana dan Keinginan yang Gila
336 Memotong Dari Atas ke Bawah
337 Naginatajutsu
338 Tiga Dewa Kematian
339 Mementingkan Kepentingan Sendiri
Episodes

Updated 339 Episodes

1
Nio Hongko
2
Nio Kongsing
3
Pendekar Bertopeng Panji
4
Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5
Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6
Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7
Wejangan
8
Perjalanan ke Mataram
9
Perampokan Seorang Saudagar Arab
10
Si Lebah Siluman
11
Almira
12
Mataram di Mata Jayaseta
13
Kedai Makan
14
Di Atas Kapal
15
Pertarungan
16
Kali Bisaya
17
Sang Pemimpin
18
Jarum Bumi Neraka
19
Pratiwi
20
Kesultanan Banten
21
Jalan Setapak
22
Sarti
23
Lima Iblis Pencium Darah
24
Betawi
25
Budak
26
Pisau Terbang Penari
27
Rajah Garuda Sentanu
28
Serdadu
29
Bandar Niaga
30
Pertarungan di Tanah Merah
31
Rapier & Saber
32
Selipan
33
Badranaya
34
Katana
35
Dua Benteng Pertahanan
36
Jigen
37
Ceruk
38
Bubuk Api
39
Lembing
40
Trisula
41
Sundang Majapahit
42
Jemparing
43
Gandhewa Pamenthaning Cipta
44
Di Grassi
45
Candrasa
46
Lamina
47
Tameng
48
Meester
49
Usadha
50
Zhen Jiu
51
Jalir
52
Caping
53
Sang Kudi Langit
54
Semarang
55
Bangkui Sakti
56
Jung
57
Topeng Ireng Lokajaya
58
Bajak Laut
59
Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60
Kulao Bassi
61
Silat Sepapan
62
Rujakpala
63
Si Gelembung Lotong
64
Jurus Badai di Tengah Samudra
65
Perlawanan
66
Tupas
67
Caluk
68
Topeng Buta Merah
69
Sang Penyair Baka
70
Wedhung
71
Lau Siufan
72
Pemabuk
73
Sàam Kûn-thâu
74
Bumi Sukadana
75
Kedai
76
Nukilan
77
Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78
Cindai
79
Silat Gayong
80
Dara Cempaka
81
Hulubalang
82
Kasmaran
83
Silat Pattani
84
Pendekar Paripurna
85
Sirih
86
Arak
87
Wadon
88
Mensa dan Jogo do Pau
89
Obor
90
Rajah Kembang Kenanga
91
Sahabat
92
Kesabaran
93
Pengayau
94
Orang Darat
95
Bunga Terung
96
Damek
97
Kinyah
98
Sanaman Mantikei
99
Antang Menukik
100
Pendekar
101
Asap
102
Tenaga Dalam
103
Lumpur
104
Air Mata
105
Perwira
106
Dim Mak
107
Dipan
108
Pendekar Harimau Muda Kudangan
109
Naibor
110
Jajal Ilmu Kanuragan
111
Silek Harimau
112
Sarung
113
Marabahaya
114
Kepala
115
Bangkui Sakti Memecah Buah
116
Agukng
117
Do Terbang
118
Krontjong
119
Adat
120
Yulgok
121
Sembuh
122
Janji
123
Nan Sarunai
124
Man Da U
125
Ma Ying
126
Pola
127
Jipen Kumang
128
Bumi Kenyalang
129
Jukung
130
Muyejebo
131
Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132
Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133
Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134
Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135
Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136
Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137
Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138
Tawur
139
Pedang Pekir
140
Latok
141
Jarum
142
Ilmu Sihir
143
Merlin
144
Cuca Bangkai
145
Tali Jerami dan Akar Tanaman
146
Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147
Khun Wanchay Na Ayutthaya
148
Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149
Sabba
150
Pengait
151
Buntung
152
Kesultanan Johor-Riau
153
Tersohor
154
Fong Pak Laoya
155
Hio
156
Hulubalang Harimau Laut
157
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159
Sempalan
160
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167
Kocar-Kacir
168
Jala Jangkung
169
Mata Uang Emas
170
Peudeung
171
Jurus Berpasangan
172
Mossak Toba
173
Lasara
174
Lempengan
175
Pisau Tiuk
176
Tombak Dapur Brongsong Pengait
177
Tusukan Kilat Pelebur
178
Para Penembak
179
Kapal Dagang Melayu
180
Fortaleza de Malaca
181
Gerbang
182
Tempat Arak dari Bambu
183
Colhona
184
Warangan
185
Tujuh
186
Melarikan Diri
187
Mulut Pelabuhan
188
Labbiri
189
Empat Harimau Gayong Melayu
190
Sang Harimau Kedah
191
Sang Harimau Terengganu
192
Sang Harimau Kelantan
193
Desas-Desus
194
Sang Harimau Pattani
195
Dua Utas Tali Jerami
196
Silat Tomoi
197
Pelajaran Pertama - Burung Api
198
Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199
Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200
Pelajaran Keempat - Terpancing
201
Topeng Penthul Tembem
202
Terikat
203
Paruh Baya
204
Dewa Langkah Tiga
205
Jati Diri
206
Keyakinan
207
Terlontar
208
Tiga
209
Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210
Lethwei Thaing
211
Keris Berhulu Anak Ayam
212
Padang Rumput
213
Putus Terpenggal
214
Topeng Iblis Khon
215
Daab
216
Gumunan, Kagetan
217
Krabi Krabong
218
Ayodya
219
Cahaya Bulan
220
Memanen Nyawa Musuh
221
Kotak Kayu
222
Phi Ying Praphet Song
223
Semilir
224
Arthit si Muay Paak Klang
225
Muun Met Mat
226
Amin
227
Pangkal Ibu Jari
228
Tawaran
229
Biksu
230
Kitiran
231
Ringkikan Kuda
232
Ngao
233
Ruang Sempit
234
Dunia Baru
235
Harga Diri
236
Sosok yang Sangat Mengerikan
237
Membaca Gerakan Lawan
238
Lancaran Melayu
239
Kekang Kuda
240
Perompak Đại Việt
241
Perahu-Perahu
242
Logam-Logam Pengait
243
Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244
Buritan
245
Bagian Tengah Kapal
246
Beringas
247
Tiga Kapal Pedagang
248
Sabetan Panjang
249
Annam
250
Menerkam Dalam Diam
251
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258
Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260
Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262
Kejayaan dan Kepuasan
263
Cuilan
264
Jaka Lelana
265
Mulut Terbuka Menganga
266
Menahan Laju Tunjaman
267
Lembing Bambu Runcing
268
Mengirimkan Rasa Takut
269
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270
Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271
Apa Mau Dikata
272
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273
Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277
Thai
278
Lâm
279
Tertambat
280
Karat Darah
281
Berdarah Murni
282
Mendengar Langkah Musuh
283
Ancaman Nyata
284
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285
Sosok Gelap
286
Lempengan
287
Pelempar
288
Sinar Jingga
289
Mandala
290
Perintah
291
Racun
292
Ledakan
293
Pengecut
294
Cakar
295
Ban Yipun
296
Darah
297
Tanpa Basa-Basi
298
Nakhon Si Thammarat
299
Di Tepi Sungai
300
Orang Champa
301
Harimau Siam
302
Tumbang Menjadi Mayat
303
Lebam Membiru dan Menghitam
304
Patah
305
Sekarat
306
Bokator
307
Pelataran
308
Orang Asing
309
Sudiamara
310
Timur
311
Berita
312
Kesanga
313
Rencana
314
Tengger
315
Korban Pertama
316
Cemeti
317
Kuda
318
Payung Pertahanan
319
Harimau Putih Menggasak Bumi
320
Murka
321
Seutas Tali
322
Saka Guru
323
Cabai
324
Sake
325
Rua Mat
326
Garis Nasib yang Serupa
327
Penjelasan
328
Kemungkinan Selalu Ada
329
Lengan Menyilang
330
Jauh dari Kata Selesai
331
Perhatian Besar
332
Merembes
333
Arquebus
334
Membungkuk Siap Terlontar
335
Rencana dan Keinginan yang Gila
336
Memotong Dari Atas ke Bawah
337
Naginatajutsu
338
Tiga Dewa Kematian
339
Mementingkan Kepentingan Sendiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!