Di Atas Kapal

Jayaseta terbangun. Ia tersentak ketika kedua matanya silau karena sinar matahari yang terang benderang dan panas menembus kelopak matanya. Ia masih nggliyer, otaknya belum berhasil menyusun kepingan-kepingan ingatan. Seorang pendekar setingkat dirinya harusnya dapat dengan sigap sadar dari sebuah tidur. Namun, bukankah Jayaseta bukan tertidur, bukankah ia sebelumnya tak sadarkan diri dengan cara yang sama sekali tidak bisa dikatakan tertidur? Tentu saja ketika ia terbangun, bukan kesigapan yang terjadi, namun sebuah perasaan mengambang yang aneh. Belum sempat ia sadar akan apa yang terjadi pada drinya, ia merasakan satu tendangan menghantam pahanya.

Ia kaget sehingga kedua matanya kembali melebar.

Kurang dari satu hembusan nafas, sebuah tendangan kembali mendarat di pahanya. Namun Jayaseta tidak merasa kesakitan di tempat dimana ia ditendang, sebaliknya tendangan itu malah sebenarnya tidak bisa dikatakan tendangan untuk orang dengan ilmu kanuragan setinggi Jayaseta.

Tak lama tendangan ketiga menyentuh pahanya lagi namun kali ini bersama sebuah teriakan kasar dari mulut si penendang yang Jayaseta masih belum tahu siapa, “Heh, bangun! Bangun kataku! Enak-enak saja kau tidur semalaman!”

Perlahan kedua mata Jayaseta menyesuaikan dengan cahaya bersama dengan pikirannya yang juga mulai sadar. Ia masih terbaring cukup lemas dan melihat seseorang yang berbadan gempal, berkulit gelap terbakar matahari, berjenggot dan berkumis tebal tanpa pakaian sedang berdiri di hadapannya.

Kelambatan tindakan Jayaseta pada ketiga tendangan dan teriakannya membuat si sosok gempal menjadi sebal. Ia kali ini berniat sedikit memberikan pelajaran bagi orang yang menurutnya pemalas ini. Tendangannya kali ini diarahkan menghujam ke arah perut Jayaseta, bukan lagi sekedar tendangan pembuat bangun.

Perlakuan si gempal ini kemudian harusnya menjadi penyesalannya karena orang yang ditedangnya kali ini juga paham bahwa tendangan yang diarahkan ke tubuhnya sudah merupakan sebuah serangan yang bertujuan melukai sehingga tendangan tersebut urung mencapai sasaran karena ditangkis dengan lengannya, dan menggunakan tangannya yang lain si sosok yang terbaring semalaman itu menopang tubuhnya melancarkan tendangan balasan ke arah si gempal.

DUG!

Satu adegan terjadi dengan sangat cepat. Dengan keadaan kepala di bawah, satu tangan menopang tubuhnya, dan kedua kaki diatas menerjang orang gempal tersebut, membuat tubuhnya terhempas dua tiga tombak jatuh di lantai kayu dan langsung tak sadarkan diri.

Dalam keadaan sudah berdiri inilah sekarang Jayaseta baru bisa melihat bahwa banyak orang di sekitar tempat itu yang sedang sibuk melakukan banyak hal seketika kemudian terdiam. Mereka memandang si gempal yang semaput dan kemudian memandang ke arah Jayaseta yang kini terlihat sedikit kelimpungan bingung.

Kedua mata Jayaseta memandang berkeliling, mencoba mencari tahu sedang berada dimana ia sekarang. Tidak hanya itu, ia sendiri juga berusaha mencari tahu bagaimana ia bisa sampai disini, kejadian apa yang terjadi sebelumnya, dan siapa orang-orang yang ada di sekitarnya. Tak berapa lama ia terkejut ketika tersadar. Sekarang ia sedang berdiri di atas sebuah kapal yang besar dengan lantai papan kayu, tali tambang dimana-mana, sebuah tiang raksasa dengan layar kain menggembung karena angin dan orang-orang yang sudah pasti diduga adalah para pelaut dan awak kapal. Sepanjang matanya melihat, ia hanya dapat melihat air dan sinar matahari pagi. Kedua ata sipitnya membelalak selebar mungkin karena tidak percaya pemandangan ini.

Ia langsung meraba tubuhnya dimana dilihatnya ia sendiri sekarang berdiri dengan bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana hitam selutut yang diikat tali di pinggangnya. Bahkan ia tak mengenakan ikat kepala lagi. Rambutnya yang panjang terurai tidak lagi dalam keadaan tersimpul di atas kepala. Tentu saja ini berarti ia tidak bisa menemukan ketiga cakramnya. Bahkan pakaian dan benda-benda yang ia bawa pun tidak bersamanya.

“Dimana aku?” ujarnya keras-keras. Pertanyaan ini tidak diajukan secara khusus kepada siapa. Bahkan sebenarnya Jayaseta cenderung bertanya pada dirinya sendiri namun dengan perasaan yang sangat kesal karena bingung.

Orang-orang yang semula memperhatikannya, sekarang malah tak acuh walau mereka baru saja melihat si gempal terlempar dan jauh tak sadarkan diri akibat serangan si pemuda yang cepat tersebut. Mereka kembali pada pekerjaan mereka dan mulai ribut kembali. Awak-awak kapal itu kemudian menggulung tambang-tambang raksasa, menarik layar, mengangkat beragam barang dan beragam kegiatan lain.

Jayaseta gemas karena tak satu orangpun mengacuhkannya.

“Hoi, dimana aku?!” ujarnya dengan lebih keras.

Tak lama dua orang berperawakan sedang namun berotot liat membawa pedang melengkung dan perisai datang berlari. Mereka selain membawa perlengkapan persenjataan di tangannya ternyata juga mengenakan pakaian tempur. Rompi yang ditutupi rantai-rantai dan gelang-gelang rantai besi yang biasa digunakan pasukan tempur untuk melindungi tubuh dari senjata tajam lawan, mirip dengan prajurit atau tentara dari kerajaan Mataram atau Surabaya.

“Diam kau!” salah satunya menghardik Jayaseta. “Kau disini sudah menjadi budak. Kau harus bekerja bersama yang lain. Jangan buat onar, kami sudah membelimu dengan mahal. Kami bisa saja mencincangmu dan memberikan dagingmu untuk dimakan hiu bila kau bertingkah,” ujar orang itu kembali.

Jayaseta geram, “Aku minta putar haluan, bawa aku kembali ke pelabuhan Cerbon!”

Kedua orang yang nampaknya memang prajurit tersebut saling bertatap-tatapan dan kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Ha ha ha ha … kau mau buat kami tertawa sampai mati ya? Ha ha ha … heh, anak setan, hidupmu sudah kami beli. Kau adalah budak di sini. Kau harus mengikuti semua perintah kami,” ujar prajurit lainnya.

Jayaseta menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras. Ia merasa ditipu habis-habisan. Otot-otot di tubuhnya meregang. Kulit terangnya yang berkeringat memantulkan cahaya mentari. Ia sadar ia sudah ditipu para pemilik warung makan di pelabuhan Cerbon. Padahal awalnya ia hendak memberikan bayaran lebih karena memuji keramahan, pelayanan dan masakan orang-orang tersebut. Sekarang malah ia dipeloroti dan tertipu habis-habisan.

Ia juga tersadar kemudian bahwa makanan yang ia santap pastilah teracuni. Sayangnya racun tersebut, yang pada dasarnya kuat dan cepat, berhasil lumpuh di dalam tubuh Jayaseta. Semenjak terkena racun dan kutukan tombak Kyai Plered dan tenaga dalam rajah Nagataksaka, tubuh Jayaseta menjadi kuat dan seakan kebal dengan beragam jenis racun. Racun yang masuk ke dalam tubuhnya tidak langsung dapat membunuhnya, namun bertempur dengan racun yang sudah lebih dahulu hinggap di dalam dagingnya. Seakan racun Kyai Plered tidak sudi racun lain yang membunuhnya.

Amarah meledak di dalam kepalanya. Dengan disertai pemusatan tenaga dalam di dada dan kerongkongan Jayaseta berteriak, “Sekali lagi aku katakan, putar haluan, bawa kembali kapal ini ke Cerbon!” Tanpa disangka, suara Jayaseta menggelegar di kapal, bahkan sampai buritan. Kedua orang prajurit terkejut, bahkan para awak juga kembali menolehkan wajah mereka ke arah suara dengan terkaget- kaget. Mendengar nada mengancam dan tenaga yang luar biasa dari mulut Jayaseta, kedua orang prajurit tadi tidak mau berlama-lama.

Mereka merasa orang ini harus dilumpuhkan karena berbahaya. Tanpa memerlukan perintah dari siapa-siapa keduanya maju serentak berniat mendorong Jayaseta dengan kedua tameng mereka. Dorongan kedua tameng tersebut harusnya dapat membuat siapapun terjatuh ke lantai kapal, paling tidak jatuh terduduk. Tentu bukan ini yang terjadi, Jayaseta mundur selangkah kemudian balik mendorong kedua tameng yang disodorkan ke arahnya dengan cepat. Hasilnya kedua prajurit tersebut yang terdorong ke belakang. Salah satunya bahkan tersandung kakinya sendiri dan ia yang malah jatuh terduduk.

Wajahnya merah padam, apalagi temannya yang satunya sekarang terbengong melihat dirinya terduduk. Dengan cepat ia bangkit. Kedua pandangan prajurit yang beradu tersebut seakan menunjukkan sikap yang sama, mereka tanpa bicara sama-sama setuju, sudah tidak perlu melumpuhkan atau menangkap baik-baik orang asing ini. Menggunakan kedua pedang yang telah terhunus, mereka maju sekali lagi dengan lebih cepat dan lebih ganas dan membabat ke arah Jayaseta.

Dua sabetan pedang yang tidak bisa diragukan ketajamannya melewati dagu dan leher Jayaseta, karena sejenak sebelum kedua senjata itu mencapai sasarannya, Jayaseta hanya menggerakkan tubuh atasnya sedikit saja ke belakang. Namun setelah serangan itu lolos, Jayaseta melangkah maju dengan cepat dan menghantamkan kedua tangannya ke depan. Pukulannya membentur kedua perisai logam para prajurit. Hasilnya luar biasa, kedua prajurit tersebut lagi-lagi terpental beberapa langkah dan terjatuh. Bukan hanya satu, namun keduanya sekarang jatuh terkapar.

Jayaseta melihat sekeliling, berlari ke depan, ke salah satu tiang layar kapal dan mencelat. Ia sekarang seperti berjalan miring sepanjang tiang kapal ke atas dengan begitu cepat, sampai ketinggian tertentu ia menggunakan kedua kakinya untuk menolak tubuhnya lagi. Ia ternyata mengambil bendera kapal yang berwarna hitam di bagian tiang layar. Berputar di udara dan mendarat di lantai kapal dengan mantap.

Bendera berwarna hitam itu kemudian dikoyakkannya, kemudian bagian yang terkoyak digunakannya untuk menutup mulut dan hidungnya. Penampilannya kini bagai seorang bajak laut, “Aku adalah seorang pendekar silat yang bergelar Pendekar Topeng Seribu! Putar haluan, atau kalian akan mendapatkan pelajarannya!” ujar Jayaseta dengan lantang.

Jayaseta sudah merasa nyaman menggunakan julukan kependekarannya. Ini dikarenakan sudah dalam beberapa kesempatan, nama Pendekar Topeng Seribu telah berhasil menyelesaikan masalah, lagipula julukan itu sudah melekat menjadi bagian dari dirinya. Alasan adalah bahwasanya darah sudah berdesir ke otaknya dengan cepat membuatnya begitu kesal, jadi ia ingin mengancam dan benar-benar menghajar orang-orang yang bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi dengannya.

Dengan menutup wajahnya lagi dengan kain, menjadikannya topeng dan menyatakan siapa dirinya, membuat para penyerang akan menjadi terancam. Ini akan menjadi sebuah pelajaran yang luar biasa bagi mereka.

Jayaseta menekukkan sedikit kedua lututnya serta membuka telapak tangan dan meletakkan di depan tubuhnya dengan santai. Sebuah bentuk Jurus Tanpa Jurus yang memang tidak memerlukan bentuk tertentu. Yang penting nantinya semua gerakan akan disesuaikan dengan keperluan pertarungan. Yang jelas sekarang keadaan tubuhnya sudah siap untuk pertarungan lagi. Ia sudah semakin siap untuk keadaan semacam ini.

Pertarungan demi pertarungan yang tak terelakkan adalah jalannya, jalan seorang pendekar. Matanya tajam melihat sekeliling kapal yang mengapung di lautan tanpa batas. Matahari bersinar terik, menyinari luka tusuk di dadanya yang mengkilat oleh keringat.

Melihat kejadian yang begitu cepat ini kapal mejadi riuh. Para awak kapal meninggalkan pekerjaannya dan menjauh dari Jayaseta yang sekarang hampir bisa dikatakan berdiri tepat di tengan-tengah kapal. Tak berapa lama, kedua prajurit yang tadi menyerang Jayaseta kini bangun. Tak berapa lama pula prajurit-prajurit ini bertambah beberapa orang lagi dengan datang berlarian dan langsung mengepung Jayaseta.

Tidak seperti dua orang prajurit yang dibuat terpental oleh Jayaseta tadi, tambahan prajurit ini tidak mengenakan busana keprajuritan. Hampir semua bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pangsi selutut dan jarit. Kepala mereka ditutupi beragam jenis penutup kepala. Ada yang berupa iket, ada pula yang mengenakan pengikat kepala dengan kain lebar. Tubuh mereka melegam karena paparan sinar matahari seperti layaknya nelayan, pelaut dan orang-orang yang hidup di kapal. Hanya saja, walau mereka terlihat seperti pelaut biasa, cara menggenggam tombak, pedang pendek dan belati menunjukkan kemampuan silat mereka yang sudah dipastikan mumpuni.

Tameng dan perisai mereka pun sepertinya disesuaikan dengan gaya bertarung masing-masing prajurit. Ada tameng bulat kecil seperti milik prajurit Mataram, ada pula yang sedikit lebih besar dan terbuat dari rotan. Beberapa goresan luka di tubuh menunjukkan seberapa banyak asam garam dunia persilatan yang telah mereka dapat.

Dari gambaran wajah dan tubuh mereka tersebut, paling tidak rata-rata berumur lebih dari tiga puluh dan empat puluh tahunan, jelas telah memiliki pengalaman yang lebih lama dari Jayaseta. Mereka mungkin seusia paman-pamannya. Mungkin sebut saja mereka adalah prajurit tukang pukul yang disewa oleh orang-orang yang memiliki uang dan kekuasaan untuk melindungi kepentingan mereka.

Ketika sedang menakar kemampuan setiap prajurit dari sudut matanya Jayaseta dapat melihat bahwa sang pimpinan prajurit tukang pukul tersebut ikut berdiri mengepungnya. Dari caranya berdiri, bersikap bahkan memberikan perintah terlihat bahwa ia memegang kekuasaan yang lebih dibanding yang lain. Hanya saja, Jayaseta melihat bahwasanya sang pemimpin yang berdiri lebih pongah dibanding yang lain itu memiliki tubuh yang lebih mulus dibanding yang lain. Perutnya juga lebih tambun. Lemak-lemak menghiasi tubuhnya dibanding otot-otot liat terlatih ditempa latihan dan pengalaman, terutama bagi seorang prajurit.

Benar perkiraan Jayaseta, sang pemimpin prajurit maju ke depan beberapa langkah di depan Jayaseta, “Benarkah kau yang orang katakan Pendekar Topeng Seribu?” katanya kepada Jayaseta. “Wah, wah, wah … kenapa tak ada yang mengatakan bahwasanya pendekar itu adalah seorang anak muda yang terlantar?” ujar sang pemimpin prajurit dengan nada yang angkuh dan sombong.

Si pemimpin kelompok prajurit ini sebenarnya tidak memiliki wajah yang beringas, hanya saja kumis dan jambang yang lebat menghiasi wajahnya sekan menyamarkan kedua pipinya yang gembil. Hidungnya yang mancung seperti orang Parsi membuatnya lebih terlihat sedikit tampan dibanding galak. Namun perilakunya yang kasar dan pongah membuat siapapun langsung jengah. Maklum, ia kan bertindak sebagai pemimpin sebuah kelompok prajurit. Kekerasan dan sikap gahar haruslah ditunjukkan bila ingin mendapatkan hormat dari anak buah maupun lawan.

Sambil memutar-mutarkan pedang pendek melengkung di tangan kanannya dan memukul-mukulkannya ke tameng bulat di tangan kirinya, sang pemimpin memandang merendahkan ke arah Jayaseta, “Asal kau tahu wahai pendekar, kau sekarang sudah berada dalam sebuah kapal dalam perjalanannya menuju Cina. Kau tak bisa kembali. Kami adalah para prajurit yang dibayar untuk mengamankan kapal dari serangan para bajak laut Jawa, Mangkasar atau Bugis. Kami sudah dilatih dengan baik untuk menghadapi berbagai mara bahaya. Dengan adanya pendekar tersohor seperti kau di kapal ini, kami merasa sangat beruntung. Mayatmu nanti akan kami …”

DUAG!

Belum sempat si pemimpin prajurit menyelesaikan pidato panjangnya, Jayaseta dengan kecepatan yang luar biasa maju menggebrak dengan sikutnya. Walau sang pemimpin prajurit dengan kaget berhasil menutupi dagunya dari sikut Jayaseta dengan perisainya, tak pelak ia terpental dua tombak dan jatuh terduduk di lantai kapal karena serangan cepat dan bertenaga itu.

Sang pemimpin terkejut luar biasa dan langsung meraung, “Bajingan, bedebah! Serang dia. Bunuh! Sisakan kepalanya untukku seperti para bajak laut yang telah kita habisi!” ucap sang pemimpin dengan amarah yang meluap-luap walau masih dalam keadaan terduduk.

Pasukannya sudah barang tentu demi melihat kejadian yang begitu cepat ini, terutama karena terjadi pada pimpinan mereka tidak langsung segera menyerang. Mereka memusatkan pandangan pada musuh mereka di depan. Seorang pemuda yang jelas masih di bawah umur mereka. Tubuh pemuda yang bertelanjang dada itu menunjukkan betapa uletnya latihan dan pengalaman tempurnya. Dalam usia semua itu, otot-otot tubuhnya sudah terlihat dengan baik. Luka di lambung dan beragam goresan lain di sekujur tubuhnya hampir sama dengan luka-luka di tubuh mereka sendiri digabungkan menjadi satu.

Bendera hitam yang dijadikan penutup mulut dan hidungnya hanya menyisakan kedua matanya yang menyorot dengan tajam. Belum lagi sikutan cepatnya tadi bukanlah sebuah serangan biasa. Bisa jadi ialah memang yang orang-orang desas-desuskan sebagai si Pendekar Topeng Seribu.

Terpopuler

Comments

akp

akp

thor, sedikit saran atau kritik atau apapun namanya terserah penilaian apa yang akan diberikan.
kalau bisa, penjelasan-penjelasan di dala. cerita agak disingkat namun tidak mengurangi maksud dari apa yang akan author sampaikan, dan mohon maaf karena jika seperti ini cerita jadi membosankan karena bertele-tele.

2022-05-31

5

Sis Fauzi

Sis Fauzi

nice

2022-02-02

2

Apuila Jowo

Apuila Jowo

bisa2 kapal ancur tuh 😂

2021-08-31

2

lihat semua
Episodes
1 Nio Hongko
2 Nio Kongsing
3 Pendekar Bertopeng Panji
4 Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5 Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6 Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7 Wejangan
8 Perjalanan ke Mataram
9 Perampokan Seorang Saudagar Arab
10 Si Lebah Siluman
11 Almira
12 Mataram di Mata Jayaseta
13 Kedai Makan
14 Di Atas Kapal
15 Pertarungan
16 Kali Bisaya
17 Sang Pemimpin
18 Jarum Bumi Neraka
19 Pratiwi
20 Kesultanan Banten
21 Jalan Setapak
22 Sarti
23 Lima Iblis Pencium Darah
24 Betawi
25 Budak
26 Pisau Terbang Penari
27 Rajah Garuda Sentanu
28 Serdadu
29 Bandar Niaga
30 Pertarungan di Tanah Merah
31 Rapier & Saber
32 Selipan
33 Badranaya
34 Katana
35 Dua Benteng Pertahanan
36 Jigen
37 Ceruk
38 Bubuk Api
39 Lembing
40 Trisula
41 Sundang Majapahit
42 Jemparing
43 Gandhewa Pamenthaning Cipta
44 Di Grassi
45 Candrasa
46 Lamina
47 Tameng
48 Meester
49 Usadha
50 Zhen Jiu
51 Jalir
52 Caping
53 Sang Kudi Langit
54 Semarang
55 Bangkui Sakti
56 Jung
57 Topeng Ireng Lokajaya
58 Bajak Laut
59 Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60 Kulao Bassi
61 Silat Sepapan
62 Rujakpala
63 Si Gelembung Lotong
64 Jurus Badai di Tengah Samudra
65 Perlawanan
66 Tupas
67 Caluk
68 Topeng Buta Merah
69 Sang Penyair Baka
70 Wedhung
71 Lau Siufan
72 Pemabuk
73 Sàam Kûn-thâu
74 Bumi Sukadana
75 Kedai
76 Nukilan
77 Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78 Cindai
79 Silat Gayong
80 Dara Cempaka
81 Hulubalang
82 Kasmaran
83 Silat Pattani
84 Pendekar Paripurna
85 Sirih
86 Arak
87 Wadon
88 Mensa dan Jogo do Pau
89 Obor
90 Rajah Kembang Kenanga
91 Sahabat
92 Kesabaran
93 Pengayau
94 Orang Darat
95 Bunga Terung
96 Damek
97 Kinyah
98 Sanaman Mantikei
99 Antang Menukik
100 Pendekar
101 Asap
102 Tenaga Dalam
103 Lumpur
104 Air Mata
105 Perwira
106 Dim Mak
107 Dipan
108 Pendekar Harimau Muda Kudangan
109 Naibor
110 Jajal Ilmu Kanuragan
111 Silek Harimau
112 Sarung
113 Marabahaya
114 Kepala
115 Bangkui Sakti Memecah Buah
116 Agukng
117 Do Terbang
118 Krontjong
119 Adat
120 Yulgok
121 Sembuh
122 Janji
123 Nan Sarunai
124 Man Da U
125 Ma Ying
126 Pola
127 Jipen Kumang
128 Bumi Kenyalang
129 Jukung
130 Muyejebo
131 Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132 Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133 Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134 Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135 Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136 Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137 Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138 Tawur
139 Pedang Pekir
140 Latok
141 Jarum
142 Ilmu Sihir
143 Merlin
144 Cuca Bangkai
145 Tali Jerami dan Akar Tanaman
146 Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147 Khun Wanchay Na Ayutthaya
148 Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149 Sabba
150 Pengait
151 Buntung
152 Kesultanan Johor-Riau
153 Tersohor
154 Fong Pak Laoya
155 Hio
156 Hulubalang Harimau Laut
157 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159 Sempalan
160 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167 Kocar-Kacir
168 Jala Jangkung
169 Mata Uang Emas
170 Peudeung
171 Jurus Berpasangan
172 Mossak Toba
173 Lasara
174 Lempengan
175 Pisau Tiuk
176 Tombak Dapur Brongsong Pengait
177 Tusukan Kilat Pelebur
178 Para Penembak
179 Kapal Dagang Melayu
180 Fortaleza de Malaca
181 Gerbang
182 Tempat Arak dari Bambu
183 Colhona
184 Warangan
185 Tujuh
186 Melarikan Diri
187 Mulut Pelabuhan
188 Labbiri
189 Empat Harimau Gayong Melayu
190 Sang Harimau Kedah
191 Sang Harimau Terengganu
192 Sang Harimau Kelantan
193 Desas-Desus
194 Sang Harimau Pattani
195 Dua Utas Tali Jerami
196 Silat Tomoi
197 Pelajaran Pertama - Burung Api
198 Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199 Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200 Pelajaran Keempat - Terpancing
201 Topeng Penthul Tembem
202 Terikat
203 Paruh Baya
204 Dewa Langkah Tiga
205 Jati Diri
206 Keyakinan
207 Terlontar
208 Tiga
209 Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210 Lethwei Thaing
211 Keris Berhulu Anak Ayam
212 Padang Rumput
213 Putus Terpenggal
214 Topeng Iblis Khon
215 Daab
216 Gumunan, Kagetan
217 Krabi Krabong
218 Ayodya
219 Cahaya Bulan
220 Memanen Nyawa Musuh
221 Kotak Kayu
222 Phi Ying Praphet Song
223 Semilir
224 Arthit si Muay Paak Klang
225 Muun Met Mat
226 Amin
227 Pangkal Ibu Jari
228 Tawaran
229 Biksu
230 Kitiran
231 Ringkikan Kuda
232 Ngao
233 Ruang Sempit
234 Dunia Baru
235 Harga Diri
236 Sosok yang Sangat Mengerikan
237 Membaca Gerakan Lawan
238 Lancaran Melayu
239 Kekang Kuda
240 Perompak Đại Việt
241 Perahu-Perahu
242 Logam-Logam Pengait
243 Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244 Buritan
245 Bagian Tengah Kapal
246 Beringas
247 Tiga Kapal Pedagang
248 Sabetan Panjang
249 Annam
250 Menerkam Dalam Diam
251 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258 Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260 Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262 Kejayaan dan Kepuasan
263 Cuilan
264 Jaka Lelana
265 Mulut Terbuka Menganga
266 Menahan Laju Tunjaman
267 Lembing Bambu Runcing
268 Mengirimkan Rasa Takut
269 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270 Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271 Apa Mau Dikata
272 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273 Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277 Thai
278 Lâm
279 Tertambat
280 Karat Darah
281 Berdarah Murni
282 Mendengar Langkah Musuh
283 Ancaman Nyata
284 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285 Sosok Gelap
286 Lempengan
287 Pelempar
288 Sinar Jingga
289 Mandala
290 Perintah
291 Racun
292 Ledakan
293 Pengecut
294 Cakar
295 Ban Yipun
296 Darah
297 Tanpa Basa-Basi
298 Nakhon Si Thammarat
299 Di Tepi Sungai
300 Orang Champa
301 Harimau Siam
302 Tumbang Menjadi Mayat
303 Lebam Membiru dan Menghitam
304 Patah
305 Sekarat
306 Bokator
307 Pelataran
308 Orang Asing
309 Sudiamara
310 Timur
311 Berita
312 Kesanga
313 Rencana
314 Tengger
315 Korban Pertama
316 Cemeti
317 Kuda
318 Payung Pertahanan
319 Harimau Putih Menggasak Bumi
320 Murka
321 Seutas Tali
322 Saka Guru
323 Cabai
324 Sake
325 Rua Mat
326 Garis Nasib yang Serupa
327 Penjelasan
328 Kemungkinan Selalu Ada
329 Lengan Menyilang
330 Jauh dari Kata Selesai
331 Perhatian Besar
332 Merembes
333 Arquebus
334 Membungkuk Siap Terlontar
335 Rencana dan Keinginan yang Gila
336 Memotong Dari Atas ke Bawah
337 Naginatajutsu
338 Tiga Dewa Kematian
339 Mementingkan Kepentingan Sendiri
Episodes

Updated 339 Episodes

1
Nio Hongko
2
Nio Kongsing
3
Pendekar Bertopeng Panji
4
Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5
Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6
Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7
Wejangan
8
Perjalanan ke Mataram
9
Perampokan Seorang Saudagar Arab
10
Si Lebah Siluman
11
Almira
12
Mataram di Mata Jayaseta
13
Kedai Makan
14
Di Atas Kapal
15
Pertarungan
16
Kali Bisaya
17
Sang Pemimpin
18
Jarum Bumi Neraka
19
Pratiwi
20
Kesultanan Banten
21
Jalan Setapak
22
Sarti
23
Lima Iblis Pencium Darah
24
Betawi
25
Budak
26
Pisau Terbang Penari
27
Rajah Garuda Sentanu
28
Serdadu
29
Bandar Niaga
30
Pertarungan di Tanah Merah
31
Rapier & Saber
32
Selipan
33
Badranaya
34
Katana
35
Dua Benteng Pertahanan
36
Jigen
37
Ceruk
38
Bubuk Api
39
Lembing
40
Trisula
41
Sundang Majapahit
42
Jemparing
43
Gandhewa Pamenthaning Cipta
44
Di Grassi
45
Candrasa
46
Lamina
47
Tameng
48
Meester
49
Usadha
50
Zhen Jiu
51
Jalir
52
Caping
53
Sang Kudi Langit
54
Semarang
55
Bangkui Sakti
56
Jung
57
Topeng Ireng Lokajaya
58
Bajak Laut
59
Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60
Kulao Bassi
61
Silat Sepapan
62
Rujakpala
63
Si Gelembung Lotong
64
Jurus Badai di Tengah Samudra
65
Perlawanan
66
Tupas
67
Caluk
68
Topeng Buta Merah
69
Sang Penyair Baka
70
Wedhung
71
Lau Siufan
72
Pemabuk
73
Sàam Kûn-thâu
74
Bumi Sukadana
75
Kedai
76
Nukilan
77
Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78
Cindai
79
Silat Gayong
80
Dara Cempaka
81
Hulubalang
82
Kasmaran
83
Silat Pattani
84
Pendekar Paripurna
85
Sirih
86
Arak
87
Wadon
88
Mensa dan Jogo do Pau
89
Obor
90
Rajah Kembang Kenanga
91
Sahabat
92
Kesabaran
93
Pengayau
94
Orang Darat
95
Bunga Terung
96
Damek
97
Kinyah
98
Sanaman Mantikei
99
Antang Menukik
100
Pendekar
101
Asap
102
Tenaga Dalam
103
Lumpur
104
Air Mata
105
Perwira
106
Dim Mak
107
Dipan
108
Pendekar Harimau Muda Kudangan
109
Naibor
110
Jajal Ilmu Kanuragan
111
Silek Harimau
112
Sarung
113
Marabahaya
114
Kepala
115
Bangkui Sakti Memecah Buah
116
Agukng
117
Do Terbang
118
Krontjong
119
Adat
120
Yulgok
121
Sembuh
122
Janji
123
Nan Sarunai
124
Man Da U
125
Ma Ying
126
Pola
127
Jipen Kumang
128
Bumi Kenyalang
129
Jukung
130
Muyejebo
131
Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132
Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133
Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134
Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135
Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136
Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137
Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138
Tawur
139
Pedang Pekir
140
Latok
141
Jarum
142
Ilmu Sihir
143
Merlin
144
Cuca Bangkai
145
Tali Jerami dan Akar Tanaman
146
Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147
Khun Wanchay Na Ayutthaya
148
Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149
Sabba
150
Pengait
151
Buntung
152
Kesultanan Johor-Riau
153
Tersohor
154
Fong Pak Laoya
155
Hio
156
Hulubalang Harimau Laut
157
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159
Sempalan
160
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167
Kocar-Kacir
168
Jala Jangkung
169
Mata Uang Emas
170
Peudeung
171
Jurus Berpasangan
172
Mossak Toba
173
Lasara
174
Lempengan
175
Pisau Tiuk
176
Tombak Dapur Brongsong Pengait
177
Tusukan Kilat Pelebur
178
Para Penembak
179
Kapal Dagang Melayu
180
Fortaleza de Malaca
181
Gerbang
182
Tempat Arak dari Bambu
183
Colhona
184
Warangan
185
Tujuh
186
Melarikan Diri
187
Mulut Pelabuhan
188
Labbiri
189
Empat Harimau Gayong Melayu
190
Sang Harimau Kedah
191
Sang Harimau Terengganu
192
Sang Harimau Kelantan
193
Desas-Desus
194
Sang Harimau Pattani
195
Dua Utas Tali Jerami
196
Silat Tomoi
197
Pelajaran Pertama - Burung Api
198
Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199
Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200
Pelajaran Keempat - Terpancing
201
Topeng Penthul Tembem
202
Terikat
203
Paruh Baya
204
Dewa Langkah Tiga
205
Jati Diri
206
Keyakinan
207
Terlontar
208
Tiga
209
Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210
Lethwei Thaing
211
Keris Berhulu Anak Ayam
212
Padang Rumput
213
Putus Terpenggal
214
Topeng Iblis Khon
215
Daab
216
Gumunan, Kagetan
217
Krabi Krabong
218
Ayodya
219
Cahaya Bulan
220
Memanen Nyawa Musuh
221
Kotak Kayu
222
Phi Ying Praphet Song
223
Semilir
224
Arthit si Muay Paak Klang
225
Muun Met Mat
226
Amin
227
Pangkal Ibu Jari
228
Tawaran
229
Biksu
230
Kitiran
231
Ringkikan Kuda
232
Ngao
233
Ruang Sempit
234
Dunia Baru
235
Harga Diri
236
Sosok yang Sangat Mengerikan
237
Membaca Gerakan Lawan
238
Lancaran Melayu
239
Kekang Kuda
240
Perompak Đại Việt
241
Perahu-Perahu
242
Logam-Logam Pengait
243
Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244
Buritan
245
Bagian Tengah Kapal
246
Beringas
247
Tiga Kapal Pedagang
248
Sabetan Panjang
249
Annam
250
Menerkam Dalam Diam
251
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258
Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260
Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262
Kejayaan dan Kepuasan
263
Cuilan
264
Jaka Lelana
265
Mulut Terbuka Menganga
266
Menahan Laju Tunjaman
267
Lembing Bambu Runcing
268
Mengirimkan Rasa Takut
269
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270
Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271
Apa Mau Dikata
272
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273
Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277
Thai
278
Lâm
279
Tertambat
280
Karat Darah
281
Berdarah Murni
282
Mendengar Langkah Musuh
283
Ancaman Nyata
284
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285
Sosok Gelap
286
Lempengan
287
Pelempar
288
Sinar Jingga
289
Mandala
290
Perintah
291
Racun
292
Ledakan
293
Pengecut
294
Cakar
295
Ban Yipun
296
Darah
297
Tanpa Basa-Basi
298
Nakhon Si Thammarat
299
Di Tepi Sungai
300
Orang Champa
301
Harimau Siam
302
Tumbang Menjadi Mayat
303
Lebam Membiru dan Menghitam
304
Patah
305
Sekarat
306
Bokator
307
Pelataran
308
Orang Asing
309
Sudiamara
310
Timur
311
Berita
312
Kesanga
313
Rencana
314
Tengger
315
Korban Pertama
316
Cemeti
317
Kuda
318
Payung Pertahanan
319
Harimau Putih Menggasak Bumi
320
Murka
321
Seutas Tali
322
Saka Guru
323
Cabai
324
Sake
325
Rua Mat
326
Garis Nasib yang Serupa
327
Penjelasan
328
Kemungkinan Selalu Ada
329
Lengan Menyilang
330
Jauh dari Kata Selesai
331
Perhatian Besar
332
Merembes
333
Arquebus
334
Membungkuk Siap Terlontar
335
Rencana dan Keinginan yang Gila
336
Memotong Dari Atas ke Bawah
337
Naginatajutsu
338
Tiga Dewa Kematian
339
Mementingkan Kepentingan Sendiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!